"Buk Zafira, kok disini?" Kami berpapasan dengan seorang lelaki yang berpakaian Formal.
"Kamu siapa ya?" tanyaku dengan kening berkerut karena aku merasa tidak mengenalnya."Saya Jeffry Buk staff di Pt Zhafi Sejahtera. Semoga Ibu berkenan hadir di acara pernikahan saya nanti." Kata Jefry. Ternyata dia salah satu staff di perusahaan papa."Oh iya kebetulan saya ada urusan di sekitar sini. Insyaa Allah kalau ada waktu saya sempatkan hadir," jawabku basa basi. Ternyata ini calon menantunya Budhe Siti yang katanya pekerja kantoran itu. Males jika harus menghadiri acara di rumah Budhe Siti."Terima kasih buk Zafira, saya masuk dulu. Mari Buk," pamitJeffry sambil mengangguk sopan pada Ibu."Iyaa, silahkan," jawabku sambil menggandeng tangan ibu."Nak Jepri kok kenal sama kamu nduk?" tanya Ibu dengan wajah heran."Iya Buk, Jeffri kerja di perusahaan papa," jawabku sambil tersenyum pada Ibu."Oalah.. gitu ya, Nduk." Ibu menganggukan kepala.***"Sudah pulang Buk, Mbak?" Kami langsung disambut dengan pertanyaan dari Amira--Adiknya Mas Adnan--Suamiku."Sudah nduk," jawab ibu yang sudah berselonjor di lantai yang dilapisi karpet. Meskipun rumah ibu hanya berjarak beberapa meter dari rumah bude tapi cukup menguras tenaga juga buat ibu yang sudah tua."Amira bikinkan teh dulu ya, pasti nggak makan kan di sana?" ucap Amira sambil berlalu ke dapur membuatkan minum. Aku bergegas mengekor di belakang Amira. "Duduk dulu Nduk, kamu pasti lelah." Ibu mengajakku duduk di sampingnya. "Iya Buk, Zafira mau ke kamar mandi dulu sebentar," jawabku beralasan, sebenarnya aku hendak menyusul Amira. Kebetulan ke kamar mandi harus melewati dapur."Emang perlakuan budhe kayak gitu dek?" tanyaku pada Amira dengan suara berbisik karena takut kedengaran Ibu."Ya begitulah Mbak, dulu mereka yang membayarkan biaya rumah sakit Bapak, jadi ya kayak gitu perlakuan mereka pada kita.""Beginilah hidup di kampung Mbak, orang kaya yang berkuasa dan di sanjung-sanjung, kita orang miskin akan selalu di pandang rendah dan diremehkan." Amira mengusap sudut matanya yang terlihat berkaca-kaca."Kok primitif sekali pemikiran orang-orang disini," ucapku sekenannya."Emangnya di kota nggak begitu kak?" tanya Amira sambil menuangkan air panas dari termos."Nggak tau juga sih dek," jawabku nyengir sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal. "mbak nih ada-ada saja. ayo ke depan, nih tehnya sudah jadi." Amira tersenyum menanggapi."Kuy lah." Syukurnya aku mendapat adek ipar yang nggak julid kayak di film-film, jadi nggak perlu sungkan juga."Nih, diminum tehnya buk, mbak Fira juga minum dulu pasti haus kan." Amira meletakkan nampan yang berisi teh di atas karpet."Kok tau---Ahhh panas." Aku mengusap mulutku yang perih dengan tangan karena menyeruput teh yang masih panas."Piye tho Mbak, itu kan masih panas, mbok yo pelan-pelan." Amira menertawakanku yang kepanasan, sepertinya bibirku bakalan dower."Kok malah di ketawain si Mir, bukannya bantuin." Ibu terlihat panik langsung menangkup wajahku dengan telapak tangannya."Fira bercanda buk, nggak apa-apa kok ini," jawabku menenangkan ibu karena melihat kekhawatiran di wajah Ibu."Habisnya ekspresinya Mbak Fira lucu, maafin ya mbak.""Lucu gundulmu, wong kepanasan gitu kok dibilang lucu." Ibu masih ngomel-ngomel.Aku yang selama ini kekurangan perhatian dari mama dan papa merasa terharu karena di perhatiin. Aku mengusap sudut mataku yang berkaca-kaca, lalu memeluk Ibu."Lhoo, kenapa nduk? Masih sakit ya?" Ibu terlihat panik melihatku yang tiba-tiba menangis. Amira juga terlihat panik."Maafin Mira ya mbak, tadi sudah menertawakan." Amira berkata lirih sambil menunjukkan tampang penyesalan."Fira bukan menangis karena kesakitan, tapi karena terharu dengan perlakuan Ibu, terima kasih sudah menjadi Ibu mertuanya Zafira." Aku menangis di pelukan Ibu."Yowalah nduk, justru Ibu yang berterima kasih karena sudah mau menerima kami yang serba susah ini sebagai keluarga." Ibu mengusap bahuku dengan mata berkaca-kaca."Oh iya, terima kasih sudah membela Ibu tadi dan terima kasih juga karena sudah membayar hutang Ibu, nanti Ibu akan nyicil-nyicil ya gantinya." "Ibu kayak sama siapa aja. Zafira ikhlas kok bantuin ibu. Ibu kan Ibunya Fira juga. Keluarga ini keluarganya Fira juga. Itu bukan hutang, tapi memang menjadi tanggung jawab kami sebagai anak-anak, jangan sungkan-sungkan sama Fira ya Buk." "Masyaa Allah, entah kebaikan apa yang ibu perbuat di masa lalu hingga mendapatkan menantu seperti kamu Fira." Ibu mengusap air matanya yang sudah menganak sungai."Jadi--Mbak Fira tadi lunasin hutang kami pada Bude Siti? terima kasih banyak mbak." Amira juga ikut menangis sambil menggenggam tanganku erat."Ehh, kok jadi begini? Udah, Fira ikhlas kok bayarnya, itu juga uang dari mas Adnan," jawabku berbohong agar Ibu tidak merasa berhutang lagi."Pokoknya Ibu ucapkan banyak terima kasih karena sudah membantu Ibu, kalau tadi Ibu tidak bersama Kamu tadi pasti sudah di permalukan habis-habisan," jawab ibu dengan mata memandang ke atas seperti menerawang."Oh iya mbak, Mas Adnan kapan kesininya?" tanya Amira antusias."Nanti setelah pekerjaannya selesai pasti nyusul. Nanti juga rencananya mau ngomongin soal kuliah kamu nanti, Kamu dengar hasil ujiannya kap—." Ucapanku seketika terputus karena ada suara ketukan pintu dari luar.Amira langsung beranjak membukakan pintu, dan seketika langsung terpaku di depan pintu.Siapa sih tamu yang datang sehingga membuat Amira langsung terdiam?Maaciww sudah mampir ke cerita Absurdku❤️❤️"Ngapain Budhe kesini?" Seketika raut wajahnya Berubah kesal."Anak kurang ajar! Bukannya dipersilahkan masuk malah disuguhi pertanyaan," jawab Budhe sambil nyelonong ke dalam rumah tanpa menghiraukan tatapan tajam Amira. Ternyata ada Mbak Aira--si nenek lampir yang mengekor dari belakang Bude Siti kayak pengawal."Silahkan duduk dulu mbak, mau minum apa?" Ibu masih bertanya sopan padahal sudah diperlakukan seperti tidak baik oleh keluarga Bude. Entah terbuat dari apa hati Mertuaku ini, kok banyak sekali stock sabarnya. Padahal aku sedari tadi sudah ingin kuc*kar wajah songong mereka. "Najis lah, kalau minum minuman dari kalian nanti keluarga kami terinfeksi kuman miskin kalian, nggak doyan aku minuman orang miskin," ucap Mbak Aira dengan mimik wajah yang terlihat seperti orang mual."To the point aja, kalian mau ngapain kesini?" tanya Amira ketus. Adik dari mas Adnan ini terlihat sudah terpancing emosinya."Kalau hanya untuk menghina keluarga kami silahkan pergi dari sini!" Seketi
Pov Author"Kamu ternyata bisa marah juga nduk," canda Ningsih kepada menantunya."Sekali-sekali harus di gituin juga Buk." Zafira tersenyum menatap mertuanya."Untung nggak darah tinggi tadi Budhe," sambung Amira yang sudah cekikan sedari tadi."Terima kasih ya Nduk, sudah menjadi pahlawan buat Ibu, selama ini kami selalu bungkam ketika di caci maki dan dihina, tapi semenjak kehadiran kamu, ibu jadi merasa punya pembela. Meskipun seringkali Amira dan Adnan membalas perkataan mereka tapi berakhir bungkam karena hutang kita pada mereka." Ningsih memeluk Zafira dengan netra yang berkaca-kaca."Terima kasih mbak, sudah jadi pembela untuk keluarga kami." Amira ikut memeluk Zafira."Wah.. berasa jadi pahlawan kesiangan nih. udahlah, jangan sedih lagi dong, gimana kalau kita jalan-jalan, lagian Zafira juga belum pernah jalan-jalan selama di sini," ajak Zafira antusias."Kalau pengen jalan-jalan, biar di temani adikmu. Mir, temani mbakmu jalan-jalan, Ibuk mau istirahat dulu, kalau ikut ntar
P.O.V ZafirahAku tersenyum puas menatap wajah mbak Aira yang tampak seperti mayat hidup. "Silahkan pergi dari sini, atau—." Aku sengaja menjeda ucapanku sambil mengetuk ngetuk casing ponselku menikmati ekspresi panik mbak Aira.Dengan wajah yang kesal wanita sombong itu langsung melangkah meninggalkan teras rumah ibu yang penuh dengan barang belanjaan kami. Pastinya si nenek lampir penasaran dengan isi belanjaan kami. Ibu hanya melongo menyaksikan kepergian Mbak Aira yang terlihat kesal bercampur panik."Kok Aira nampak ketakutan ya?" tanya ibu dengan wajah keheranan. Amira hanya tersenyum karena sudah mengetahui penyebab si nenek lampir panik."Ayok masuk buk, nih martabak telur kesukaan ibu," ajak Amira sambil menggandeng tangan ibu masuk agar perhatian ibu teralihkan dan tidak bertanya lebih lanjut lagi. Semua akan terungkap pada saatnya."Tolong sekalian di bawa masuk ke dalam ya pak, nanti saya tambah upahnya," pintaku kepada sopir taxi yang sedari tadi menurunkan barang dar
"Tolong! Ib—," mulutku langsung di bekap oleh tangan kekar."Sutt..!" Lelaki di hadapanku meletakkan telunjuknya di depan bibirnya."M–as Adnan?" Aku masih membeku menatap lelaki di hadapanku. Baru kali ini kami sedekat ini. Kesempatan langka jangan di sia-siakan."Mas kapan datangnya?" Tanyaku dengan tatapan yang masih tidak percaya. Mas Adnan yang tersadar langsung berdiri."Ma–af, tadi malam saya sampai di sini, mau bangunin nggak enak, maaf membuatmu terkejut." Jawabnya dengan mata menunduk dan suara bergetar.Ck, dia masih memperlakukanku seperti bossnya, aku ingin di perlakukan sebagaimana perlakuan suami terhadap istrinya."Saya mau ke masjid dulu. Assalamu'alaikum." Ucapnya sambil keluar kamar."Waalaikumussalam," jawabku lirih dengan tampang yang masih syok.Aku mengusap wajahku yang mulai sadar. Wangi parfumenya masih tertinggal. Aku menghirup aroma parfumnya dalam-dalam dan bibirku seketika mengembangkan senyum membayangkan kejadian tadi."Yes yes yess.." tanganku terkepal
P.O.V AuthorMobil Zafira berhenti di halaman luas Bude Siti. Terlihat dekorasi mewah terpampang di depan mata, pasti harganya sangat fantastic. Terlihat di depan yang menyambut tamu adalah Aira dan beberapa Wanita. Zafira dari rumah sudah mempersiapkan Amplop berwarna cokelat yang di dalamnya ada uang senilai 5 juta. Pandangan mereka teralihkan ke arah mobil mewah berwarna grey yang terparkir di halaman. Wajah Aira terlihat tersenyum lebar sambil berlari ke dalam memberitahu Ibunya. "Ibu ada tamu spesial, pake mobil mewah di depan, pasti amplopnya tebal," ucap Aira berbisik pelan di telinga Bude Siti yang sedang menyalami tamu dengan gelang yang kebak di tangannya. Juga cincin berjejer di jari nya. Pernikahan anaknya yang mewah menjadi ajang pamer juga. "Serius kamu Ai?" Bude Siti langsung bergegas ke depan setelah berpamitan dengan besannya. Sedangkan suaminya– Rusdi hanya menatap dengan tatapan penasaran. Bude siti seketika melotot melihat mobil mewah di depan rumahnya. Waja
"Rumah ini enggak usah di renovasi!" Ucapan Zafira membuat Adnan seketika membeku. "Maksud Zafira, Rumah ini nggak usah di renovasi, kita bangun rumah baru buat Ibu di tanah yang baru." Sambung Zafira yang membuat prasangka buruk Adnan terhadapnya terpatahkan. "Tapi—," Ucapan Adnan terhenti karena pintu depan di hempaskan kuat. Semua mata memandang ke arah pintu."Ada apa Mas?" Tanya Ningsih dengan wajah panik karena kaget."Kembalikan uang 50 juta yang dulu kalian pinjam untuk biaya rumah sakit Rusli–suamimu!" Bentak lelaki yang berdiri di ambang ointu rumah Ningsih."Astagfirullah Mas, seenggaknya ucapkan salam dulu sebelum masuk,"Ningsih menjawab dengan nada sopan."Halahh.. Rumah kayak kandang ayam aja harus pake salam segala. Cepat kembalikan Uang itu!" Bentak Rusdi–suami Bude siti dengan tatapan nyalang. "Pakde Rusdi yang terhormat, anda orang terpandang di desa ini, tolong sisipkan sedikit etika untuk menjaga marwah anda," Adnan berucap dengan wajah tenang. "Heh Anak miski
"Kurang ajar si anak si*lan itu!" Lelaki dengan tampang sangar itu tampak ngedumel."Berani-beraninya dia mengancamku, belum tau aja siapa Rusdi! Awas kamu Zafira. Aku akan membalasmu!" racau lelaki itu dengan nada emosi. Braakk!! Pintu rumah dihempaskan kuat. Wanita tambun yang tengah duduk di sofa itu langsung terperanjat."Ada apa toh, Pah? Datang-datang kok, marah-marah. Papa dari mana?" Siti yang terkejut langsung berdiri menyambut suaminya."Dari rumah Ningsih," ucap lelaki itu dengan wajah masam."Kurang ajar menantu Ningsih itu! Berani-beraninya dia mengancamku," lanjut Rusdi dengan wajah geram."Ngancam gimana maksudnya Pah? Memang kurang ajar menantu ningsih itu! Zafira ngancam apa pak?" cerca Siti dengan mimik wajah penasaran. "Jangan banyak tanya dulu! Cepat buatkan minum, aku haus!" bentak Lelaki bertampang sangar itu. "Nggak usah ngebentak juga pak!" balas Siti dengan nada sengit. Wajah Rusdi semakin memerah menahan kesal."Neeem! Inem! Buatkan minum!" teriak Siti l
POV Zafira Aku sedang jalan sore bersama Amira, ketika di depan rumah Bude Siti aku terkejut. Ada mobil yang terparkir di halaman rumah dan sepertinya tidak asing. "Kok platnya kayak kenal?" Monolog Ku dengan dahi berkerut. Aku terfokus menatap mobil hitam metalik di hadapanku. "Kenapa? Kaget? Pengen? Hahaha… sampe melotot gitu liatin mobil mewah. Katanya orang kaya, kok udik banget! Liatin mobil mewah langsung melotot gitu." Suara Bude Siti yang menggelegar berhasil membuatku kaget. Para tetangga pun berdatangan. Suara Bude Siti yang menggelegar seakan menjadi undangan gratis untuk tetangga. Tampang kepo terpampang jelas dari wajah-wajah mereka. " Ada apa, Mbak? Ayo!" Amira menarik tanganku. Sepertinya adik iparku ini takut di cerca lagi dengan hinaan. Alisya berdiri disamping Ibunya sambil bersedekap di dada. Wajahnya tampak angkuh. Sedangkan Pakde Rusdi berkacak pinggang dengan tampang garang yang menghiasi wajahnya."Mobil siapa ini?" Aku bertanya kepada Bude. Mobil ini