Share

Bukan Menantu Biasa
Bukan Menantu Biasa
Penulis: Ayzha

Bab 1. Rewang

"Ning banyak kerjaan di belakang!"Seru Budhe Siti ketus diiringi dengan tatapan sinis kepada Ibu Mertua.

"I--iya mbak, maaf terlambat," jawab ibu mertua sambil menatapku dengan tatapan tak enak.

Tanganku yang terulur untuk bersaliman dengan budhe mengambang di udara karena Budhe menarik tangan nya dan menatapku dengan tatapan jijik.

Oh jadi ini sebabnya tadi Ibu tidak mau mengajakku rewang di sini.

Ibu langsung menggenggam tanganku erat seakan menyalurkan emosinya dengan meremas kuat tanganku.

"Ayo nduk kita ke belakang." Ibu mertua menarik tanganku lembut sambil mengusap sudut matanya dengan ujung jilbab. sepertinya Ibu menangis.

"Dasar! Kacang lupa kulit!" Masih terdengar umpatan Budhe Siti meskipun kami sudah berlalu ke dapur.

"Ibuk kenapa diam saja di perlakukan seperti itu?" Aku menelisik jawaban dari mata Ibu sambil membantu membuang bekas makanan di piring yang hendak dicuci.

"Begitulah Nduk, Ibu hanya orang miskin. budhe sudah banyak bantuin keluarga kita jadi ibu harus balas budi," jawab Ibu dengan mata yang berkaca-kaca.

"Bantuan semacam apa sih yang budhe Siti berikan? Sehingga mertuaku harus tunduk sama mereka dan di jadikan babu gratis oleh mereka?" Aku menerka-nerka dalam hati.

"Jangan banyak bicara cepat selesaikan pekerjaannya! Masih banyak kerjaan lain yang harus di selesaikan!" Tiba-tiba Budhe sudah muncul di belakang kami dengan tangan bersedekap di dada.

Aku masih menahan emosi yang hendak membuncah keluar. Aku tidak terima Ibu mertua di perlakukan seperti ini. Aku harus menahan diri pasalnya baru 1 minggu Aku di sini dan ini pertama kalinya aku bertemu keluarga besar suami. Jangan sampai meninggalkan kesan tidak baik di awal pertemuan. Tapi kupastikan aku akan membalas perlakuan mereka.

*

*

*

Terlihat keletihan tergambar jelas dari wajah ibu karena tidak berhenti bekerja sedari tadi.

"Buk, istirahat dulu. Ibu udah bekerja dari tadi loh." Aku menarik tangan Ibu agar berhenti bekerja.

"Iyaa nduk bentar lagi selesai. Kamu duduk dulu gih tungguin ibu nanti setelah ini kita pulang," kata ibu yang terlihat keletihan terpancar jelas dari wajahnya.

"Enak aja mau pulang bantuin keluarga kok nanggung kamu Ningsih. Kamu jangan jadi kacang yang lupa kulitnya. Aku sudah banyak bantuin kamu ya, dasar tidak tau diri." Air mata Ibu langsung luruh mendengar cacian Budhe.

"Cukup Budhe! Ibu sudah menguras tenaga sejak tadi, Ibu bukan Robot yang tidak memiliki rasa lelah biarkan ibu istirahat sejenak," jawabku yang sudah mulai emosi.

"Heh! Tahu apa kamu? Asal kamu tau ya, aku sudah banyak bantuin keluarga suami kamu yang miskin ini! Jadi harusnya tau diri dong," jawabnya dengan tatapan sinis.

"Emang bantuan semacam apa sih yang budhe berikan? Sehingga ibu harus mengabdikan dirinya untuk menjadi pembantu gratis buat kalian?"

"Udah nduk." Ibu menarik tanganku dengan wajah ketakutan.

"Ningsih! Ajarin menantumu! Jelaskan padanya hutang budi keluarga kami agar tidak seenaknya bicara," bentak budhe pada Ibu

"Hutang budi? Kalau berupa materi silahkan di totalkan nanti saya akan mengganti semua yang di berikan kepada keluarga ibu." Aku menatap tajam wajah budhe.

"Halah.. miskin aja belagu. sok-sokan mau membayar hutang hahahaha.. jangan mimpi kamu Zaf, dasar miskin!" sindir budhe sambil tertawa meremehkan.

"Biarlah kami miskin harta setidaknya kami tidak miskin etika. silahkan di total aja pasti saya bayar kok, ayo buk kita pulang! Setelah ini jangan pernah meminta ibu untuk bekerja pada kalian." Aku langsung menarik tangan ibu yang masih tampak sesenggukan.

"Hahahah.. dasar miskin! silahkan saja kalau bisa, hutang keluarga suami kamu sebanyak 50 juta. Kere aja banyak tingkah. Oh iya, satu lagi jangan pernah tampakkan wajah miskin kalian di hari pernikahan Alisya-- putriku, karena tidak ada undangan untuk kalian," ketus budhe siti dengan tatapan mengejek.

"Oke! Mana nomor rekening bude." Aku mengeluarkan ponsel dari saku gamisku.

"Nduk---." Ibu hendak berbicara.

"Suttt.. biar Zafirah yang selesaikan. Setelah ini kita pulang," ujarku menenangkan ibu.

Aku langsung mentransfer uang dengan nominal yang budhe Siti sebutkan. Kemudian memperlihatkan bukti transfer di handphoneku pada Budhe Siti.

"Sudah budhe, setelah ini tolong jangan membahas tentang hutang budi lagi. Ayo buk kita pulang," ujarku dengan senyum smirk pada budhe yang masih melongo menatap nominal yang aku transfer.

Aku langsung menarik tangan ibu untuk mengajak pulang. Aku mencoba tersenyum kepada orang-orang yang ikut rewang di rumah budhe. Sebenarnya malu sejak tadi menjadi tontonan banyak orang.

"Halahhh.. paling dari menguras semua tabungan selama bertahun-tahun." Masih terdengar suara budhe dari kejauhan.

*

*

*

"Mau kemana kamu pembantu?" Seorang wanita muda berkata pada ibu. Siapa lagi ini?

"Siapa dia buk?" bisikku pada ibu.

"Anak budhe siti Nduk, Mbak Aira," jawab Ibu lirih.

"Kenapa? Kaget? Kerjaan belum selesai kok udah mau kabur aja, mau kemana pembantu." Tidak punya etika memang perempuan yang satu ini, persis ibunya.

"Ya mau pulang lah," jawabku sekenannya.

"Enak aja main pulang-pulang aja, kerjaan belum kelar kok mau pulang,"

Males aku meladeni makhluk kayak gini lagi, aku langsung menggenggam tangan Ibu untuk mengajak pulang.

"Ayo pulang buk." Aku mengabaikan mbak Aira.

"Heyyy Pembantu.. ingat ya, kamu masih punya hutang!" Masih terdengar teriakan kesal dari nenek lampir.

"Buk Zafira, kok ada di sini?" Seketika Aku berbalik dan menatap lelaki yang mengetahui namaku dengan kening berkerut.

"Kamu siapa?" tanyaku keheranan karena ada yang mengenalku di desa ini.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Yornes Xie
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Elisabeth Silaen
sangat banguss
goodnovel comment avatar
Indah Syi
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status