Home / Romansa / Bukan Menantu Biasa / Bab 3. Menguras Emosi Bude Siti

Share

Bab 3. Menguras Emosi Bude Siti

Author: Ayzha
last update Huling Na-update: 2023-11-10 18:59:04

"Ngapain Budhe kesini?" Seketika raut wajahnya Berubah kesal.

"Anak kurang ajar! Bukannya dipersilahkan masuk malah disuguhi pertanyaan," jawab Budhe sambil nyelonong ke dalam rumah tanpa menghiraukan tatapan tajam Amira.

 Ternyata ada Mbak Aira--si nenek lampir yang mengekor dari belakang Bude Siti kayak pengawal.

"Silahkan duduk dulu mbak, mau minum apa?" Ibu masih bertanya sopan padahal sudah diperlakukan seperti tidak baik oleh keluarga Bude.

 Entah terbuat dari apa hati Mertuaku ini, kok banyak sekali stock sabarnya. Padahal aku sedari tadi sudah ingin kuc*kar wajah songong mereka.

 "Najis lah, kalau minum minuman dari kalian nanti keluarga kami terinfeksi kuman miskin kalian, nggak doyan aku minuman orang miskin," ucap Mbak Aira dengan mimik wajah yang terlihat seperti orang mual.

"To the point aja, kalian mau ngapain kesini?" tanya Amira ketus. Adik dari mas Adnan ini terlihat sudah terpancing emosinya.

"Kalau hanya untuk menghina keluarga kami silahkan pergi dari sini!" Seketika tangan bude siti mendarat di pipi chubby Amira.

"Jaga mulutmu anak miskin, dasar tidak punya etika dan sopan santun, apa yang kamu ajarkan kepada anakmu ini Ningsih sehingga tidak tahu bagaimana cara bersikap pada orang yang lebih tua."

Aku melongo menyaksikan tamparan Budhe kepada Amira dan diikuti dengan ucapan pedas yang keluar dari mulutnya.

Tidak sadarkah dia, kalau kata-kata yang keluar dari mulutnya lebih pantas untuk keluarganya?

"Cukup! Cukup Mbak Siti, kamu boleh menyakiti saya, kamu boleh menghina saya, saya terima tapi tolong jangan pernah sakiti anak-anak saya," pertahanan Ibu lolos. air matanya membanjir keluar, Aku langsung memeluk ibu.

"Nggak usah basa-basi Budhe, langsung saja, sebenarnya apa tujuan kalian kesini? Bukannya urusan hutang ibu sudah sudah selesai?" Aku masih berusaha menahan emosi yang sebenarnya berlomba untuk keluar.

Budhe bersedekap di dada, lalu menatapku tajam sambil tersenyum sinis.

"Apa yang kamu bicarakan dengan calon menantuku tadi? Kamu pasti berusaha menggodanya ya, jangan berharap Jefri akan berpaling pada gadis kampungan sepertimu, dasar miskin! Sudah bersuami kok masih kegatelan," Budhe menatapku nyalang.

"Jangan sembarangan kamu Mbak Siti!" Kali ini Ibu tampak emosi.

"Biar Zafira yang selesaikan buk." Aku berusaha tenang, padahal sebenarnya emosiku sudah di ambang batas.

"Kata siapa Aku menggoda calon menantu Budhe? Maaf, menantu Budhe tidak termasuk dalam list daftar suami idaman Zafira," Aku tersenyum sambil menaikkan sebelah alis.

"Halaaahh.. sok-sokan nggak masuk list, tapi nyatanya menggoda, kamu pikir Jefri bakalan tergoda dengan wanita spek pembantu seperti dirimu?" ejek Mbak Aira sambil tersenyum sinis.

"Spek pembantu tapi nyatanya mbak takut calon suami adikmu tergoda kan?" Aku semakin memancing emosi duo mak lampir bermulut pedas.

"Apa yang bisa membuat Jefri tergoda padamu?Kampungan, lusuh, kucel lagi, hahaha.. katanya dari kota, kok kampungan! Jangan-jangan di kota kamu jadi pengemis ya makanya bisa ketemu sama si Adnan yang juga miskin, jadinya Miskin kuadrat." Tawa mbak Aira membahana seperti mak lampir.

"Iyaa, aku jadi pengemis di kota makanya duitku banyak, nggak apa-apa dong miskin asalkan berattitude, tampang pengemis begini tapi bisa transfer 50 juta ke Bude, ya lumayan lah hasil ngemis bisa bayar hutang, iya kan Budhe?" Aku tersenyum menatap Budhe.

"Eeh.. I–iya," jawab Budhe tergagap sambil menggaruk kepalanya.

"Emang udah di bayar Ma? Kenapa nggak bilang dari tadi?" Mbak Aira terlihat berbisik dengan wajah merah padam.

Ibu dan Amira hanya terdiam menyaksikan pertengkaran kami. Memang membalas orang seperti ini harus dengan cara elegan.

 Untungnya aku sudah berpengalaman menghadapi orang-orang seperti ini, karena dulu aku terbiasa bertemu dengan klien dengan berbagai macam sifat.

"Ada yang perlu dibahas lagi budhe? Kalau sudah selesai silahkan pulang! Masih tau jalan pulang kan? Emang nggak takut alergi lama-lama berdekatan dengan pengemis? Banyak kumannya lho," sindirku sambil berjalan mengitari Bude.

"Atau lupa jalan keluar? Biar Zafira antarkan," imbuhku dengan senyum mengejek. Amira terlihat menahan senyum. Kaki Mbak Aira di sentak-sentakkan

"kamu pikir kami betah berlama-lama disini? Tanpa kamu pinta juga kita bakalan keluar. miskin aja belagu, Ayo Ma, kita pulang. Alergi aku lama-lama di rumah orang kere, ntar ketularan kere kita," sindir mbak Aira masih dengan gaya sombongnya.

"Ayo, Ibu juga gerah lama-lama disini, nggak ada Ac, puaanass.. Ayo pulang." Bude juga ikut-ikutan gaya Aira sambil mengipas ngipaskan tangannya ke wajah dan terdengar bunyi gemerincing dari gelang gelangnya yang bersusun sehingga mataku langsung tertuju ke tangannya. Entah itu emas asli atau imitasi.

"Kenapa? Iri lihat gelang-gelang saya? ya iyalah iri, mana bisa beli yang beginian, baju aja lusuh begitu." Budhe berlalu sambil mengibas-ngibaskan bajunya, seperti takut ada kuman yang menempel.

"Iyaa sana pulang, hussh.. Kami juga alergi sama barang imitasi," aku masih memancing emosi bude di detik-detik terakhir kepergiannya (bukan meninggoy lho ya).

"Apa katamu? Imitasi? Jangan sembarangan kamu! Ini di beliin Aira di toko emas termahal, iya kan Aira? Anak dan menantu saya orang kaya, mana mungkin mau beli barang imitasi." Budhe yang hendak pergi terpancing lagi emosinya dan langsung berbalik lagi menatapku nyalang.

"Yakin asli? Coba di cek ke toko emas, jangan-jangan---." Aku sengaja menjeda ucapanku.

"Jangan sembarangan kamu Zafira! Dasar kampungan, itu aku beli di toko emas terkenal lho." Aira melotot menatapku, aku sampai khawatir bola matanya copot.

"Yaudah iyaa… Asli, kan ada badaknya." Amira terkikik dan aku langsung menyenggolnya.

"Ayo kita pergi Aira, sumpek lama-lama disini, maklum lah udara orang kaya sama orang kere kan beda." Budhe siti terlihat kesal dan langsung menarik Aira yang hendak bercicit lagi.

"Iyaa… Udara orang kaya kan bau duit, ya kan," jawabku sekenanya. Amira menepuk jidat menyaksikan tingkah Absurd kakak iparnya yang super cuantik kek Lisa black pink kecebur di selokan.

Ini belum seberapa, lihat aja kejutan di hari pernikahan anakmu Budhe. Kira-kira kejutan apa yang bakalan Zafira berikan ya?

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ekky II
menarik sekali
goodnovel comment avatar
Indah Syi
menarik krn sikap Zafira yg pemberani
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Menantu Biasa   Bab 54

    Wanita cantik itu tersenyum menatap lelaki yang tengah asyik dengan spatula dan wajan itu. Ya, Zafira sedang ngidam pengen makan nasi goreng buatan Adnan. Lelaki yang sejak kecil sudah terbiasa mandiri itu tampak cekatan di depan peralatan masak. Sesekali menyeka peluh di dahinya. Zafira yang memperhatikan dari ambang pintu dapur menyunggingkan senyuman manis. “Sepertinya enak sekali, sudah tercium dari aromanya, sangat menggugah selera. Nak, kita makan masakan ayah ya,” ucap Zafira seraya tersenyum dan mengelus-elus perutnya yang masih tampak rata. Adnan tersenyum menatap wajah istrinya. Lelaki itu kemudian mengecup singkat pucuk kepala wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. “Anak ayah harus makan yang banyak ya, biar bundanya nggak lemes.” Adnan berucap sambil tersenyum dengan wajah bahagia. Lelaki itu masih tidak menyangka bisa mempersuntig gadis secantik Zafira. Andai ini hanya mimpi biarkan ia tidur lebih lama lagi. “ Awas, gosong masakannya, Mas!” ucapan

  • Bukan Menantu Biasa   Bab 53

    Sepasang mata menatap dengan penuh kebencian dari ambang pintu. Setelah mengambil dan mengeluarkan nafas perlahan, wanita itu kemudian melangkah masuk kedalam kamar yang tengah dipenuhi kebahagiaan itu. “Maaf mengganggu, tadi Bik Sum buatkan bubur untuk Zafira. Mau mengantar kesini takutnya mengganggu. Kebetulan ada berkas yang harus Zafira tanda tangani, jadi Bik Sum sekalian minta Saya bawakan buburnya,” ucap Aira yang masih berdiri disamping Buk Ningsih. “Terima kasih Mbak Aira,” ucap Zafira sambil tersenyum. “Mana berkas yang harus di tanda tangani?” tanya Zafira dengan wajah penuh senyum kebahagiaan. “Ini bubur nggak dicampur apa-apa kan?” ucap Amira dengan wajah penuh selidik. Bu Ningsih langsung menyenggol tangan Amira dengan lengannya. “Nggak boleh begitu Nduk,” bisik Bu Ningsih tepat disamping telinga putri bungsunya. Belajar dari pengalaman, Amira kini sangat over protektif terhadap kakak iparnya. “Maafkan Adikmu Nduk Aira,” ucap ningsih kepada Aira. “Nggak apa-ap

  • Bukan Menantu Biasa   Bab 52

    "Jadi—." Zafira menjeda ucapannya. Menantu Ningsih itu kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Taraa—!" "A… apa ini Nduk?" Tanya Bu Ningsih terbata melihat testpack yang di perlihatkan Zafira. "Ini testpack namanya Buk, jadi kalau garis dua berarti positif hamil, dan kalau garis satu berarti negatif, atau nggak hamil," jelas Zafira sambil memperlihatkan testpack kepada mertuanya. "Oh, begitu," sahut bu Ningsih manggut-manggut tanda paham. "Jadi ini garis dua, tandanya Nduk Ha–mil? Ya Allah." Ningsih membekap mulutnya sendiri karena kaget. Zafira hanya mengangguk, lalu menatap Ibu mertuanya dengan tatapan nanar karena haru. "Iya, Buk. Alhamdulillah Zafira hamil, dan sudah Fira periksa ke dokter juga," sahut Zafira dengan mata berkaca-kaca namun binar bahagia terpancar jelas dari sana. "Masya Allah, Alhamdulillah, terima kasih Robb, doa-doa hamba sudah di kabulkan," ucap Ningsih lalu kemudian sujud syukur dari tempatnya berdiri. Setelah berdiri, wanita paruh baya it

  • Bukan Menantu Biasa   Bab 51

    Zafirah memandang wajah lelaki dihadapannya yang tampak pucat. Lelaki yang ngamuk-ngamuk ketika masuk itu tampak mati kutu. "Hallo, Pak Gunawan," tegur Zafira sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah lelaki herpenampikan necis itu. "Anda masih mengenal saya bukan?" imbuh Zafira dengan senyum mengejek."Ma–masih," sahut lelaki itu terbata-bata. "Pa, itu orang yang sudah mwnampar Lexa tadi! Papa kok diem aja sih anaknya di perlakukan seperti ini?!" Alexa menegur Papanya yang tampak gugup. Zafira tersenyum sinis ke arah Alexa kemudian beralih menatap Pak Gunawan yang tampak salah tingkah. "Tentu Saja Anda masih mengenal saya dan tidak melupakan Saya. Lha wong tiap hari minggu menghubungi Saya melaporkan kekurangan dana ini itu di universitas ini. Rupanya uang sarana prasarana Anda akui sebagai Donasi dari Anda Pak Gunawan yang dermawan?" Zafira tersenyum sinis dengan tatapan tajam kearah Lelaki itu. "Saya minta catatan-catatan keuangan yang masuk dari donatur-donatur? Ma

  • Bukan Menantu Biasa   Bab 50

    Lelaki berseragam satpam itu masih keheranan melihat wanita yang baru turun dari mobil itu. "Pak Rektor ada, Mang?" Zafira bertanya kepada lelaki yang tadi menegurnya. "Pak Rektor lagi ke LN Nyonya, tapi Pak Dekan ada," sahut lelaki itu dengan wajah segan. "Bisa antarkan saya ke ruangannya?" Zafira tampak tak sabar. "Bisa Nyonya," ujar Lelaki itu sambil mengangguk mantap. "Buk Zafira? Mari silahkan masuk. Kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau kesini? Kan kami bisa adakan persiapan untuk menyambut." Pak Dekan tampak terkejut melihat kedatangan Zafira. Zafira hanya tersenyum simpul menanggapi. Dia langsung duduk di sofa dalam ruangan itu. "Ada apa Buk? Biasanya Ibu hanya memantau dari rumah. Kayaknya ada sesuatu hal penting sampai Ibu Zafira datang tanpa memberi kabar," ujar Lelaki berkaca mata itu menatap Zafira serius. "Apakah ada masalah disini?" tanya Zafira. "Sejauh ini nggak ada masalah apa-apa Buk. Semua terpantau aman," sahut Lelaki itu sambil tersenyum. "Aman? Ter

  • Bukan Menantu Biasa   Bab 49

    Darel langsung menyenggol lengan Abhimana."Apa maksud Kamu kalah taruhan?" Amira bertanya dengan tatapan tajam. "Heh cewek tengil! Lo pasti pake susuk kan? Secara orang kampung di pelosok gitu kan suka pake susuk. Jangan-jangan Lo juga pinter guna-guna agar semua laki-laki suka sama Lo, dasar munaf1k! Pakaiannya aja tertutup, ternyata bersekutu dengan Iblis!" Bentak Alexa yang terlihat dikuasai cemburu. Amira tersentak dan melongo mendengar tuduhan yang keluar dari bibir wanita berambut pirang itu. Detik berikutnya Amira langsung membalas tatapan tajam Alexa. "Iya, Saya pinter guna-guna. Kamu nggak takut saya guna-gunain?" Amira menjawab dengan tatapan tajam ke arah Alexa. Wanita berambut pirang itu seketika nyalinya menciut."Ngadi-ngadi nih cewek! Kuyy ke Kantin." Darel langsung mengajak Abhimana ke kantin."Dasar cewek kampung! Jadi bener lo pake susuk? Jangan-jangan orang tua lo dukun lagi." Alexa tersenyum sinis ke arah Amira."Jaga mulut kamu ya! Silahkan kalau mau mengh

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status