Namaku Aryanto; tapi lebih dikenal dengan panggilan Anto. Aku sadar kalau umurku sudah diambang sebutan perjaka tua; 37 tahun. Tapi aku bingung harus bagaimana kalau urusan sama yang namanya perempuan atau lawan jenis.
Berulang kali aku berkenalan dengan wanita yang kukira cocok untuk mendampingiku mengarungi bahtera rumah tangga; tapi selalu saja mereka ditolak mentah-mentah oleh Mamahku.
''Tidak usah yang itu To...biar nanti Mamah saja yang carikan jodoh untukmu."selalu begitu ucapannya tiap aku pulang membawa calon menantu untuknya.
Aku hampir saja putus asa...kalau saja aku tidak bertemu Ayu Pertiwi. Padahal aku hanya sekilas melihatnya di seberang jalan ketika dia berjalan pulang dari rumah muridnya yang sudah beberapa hari sakit. Sekilas aku melihatnya, hanya kerudungnya yang melambai ditiup angin. Dia berjalan berdua temannya...tapi entah mengapa; yang selalu kudengar nama Ayu yang disebut oleh Ibu Karsini tetangga depan gudangku.
"Bu Ayu cantik loo An; baik ramah pula orangnya.''begitu Bu Kar memprovokasiku untuk lebih mengenal Ayu.
Aku sendiri bimbang untuk melangkah lebih jauh. Untuk berkenalan sekedar bertanya alamatnya saja aku sungkan. Bayangan penolakan Mamahku senantiasa menghantuiku.
Aku tidak habis pikir...mengapa Mamahku bertindak seperti itu kepadaku.
Perlu kuceritakan di sini, sebenarnya aku bukanlah anak laki-laki satu-satunya di keluarga. Aku punya kakak yang bernama Arman. Tapi takdir berkata lain; kakakku hanyut terbawa air sungai yang beraliran sangat deras. Saat itu aku kelas 1 SD sedangkan kakakku 5 SD. Aku sudah sekuat kemampuanku berusaha menolong kakakku... tapi apa dayaku yang anak kecil ini...kakakku tidak bisa bertahan ketika dia berpegangan erat pada bajuku yang tercabik-cabik saking kerasnya pegangannya. Sungguh aku merasa sangat bersalah sekali...karena aku tidak bisa menolong kakakku hingga dia harus pergi untuk selama-lamanya; bahkan jasadnya sampai tidak dikenali..hanya orang tuaku mendengar ada orang di luar kota yang menemukan mayat seorang anak laki-laki yang berciri khusus seperti kakakku..tapi kemudian dikebumikan segera karena kondisi badannya yang sudah mulai membengkak.
Sejak kejadian meninggalnya kakakku, Mamahku jadi sering berlaku kasar kepadaku. Kesalahan sedikit saja aku pasti dipukulnya. Ku akui aku memang anak bandel; tapi meninggalnya kakakku kan bukan salahku? aku selalu memikirkan kejadian itu terus.
Yaaa...Mamahku seperti menyalahkan aku yang tak bisa menolong hingga Arman kakakku harus meninggal terbawa arus sungai
#######
Aku sudah berusaha keras berbakti kepada kedua orang tuaku...bahkan aku rela tidak melanjutkan kuliahku karena ingin membantu orang tuaku yang saat itu entah kenapa tiba-tiba ayahku terserang stroke hingga tubuhnya lumpuh..lemah lunglai...untuk berjalanpun harus dipapah.
Aku berusaha keras mencari tempat berobat yang terbaik untuk Ayahku; medis maupun non medis. Segala daya dan upaya aku lakukan demi kesembuhan Ayahku. Berapa banyak tempat berobat yang pernah aku datangi..bahkan di pelosok desa yang sulit dijangkau oleh kendaraan. Pernah suatu ketika sampai kugendong Ayahku..menaiki bukit yang terjal, berjam-jam...tidak peduli keringat membasahi tubuhku. Aku tak mempedulikan rasa capai yang mendera tubuhku..yang terpenting aku bisa secepatnya menemukan tempat berobat yang menurut pendengaranku banyak orang yang berhasil sembuh bila berobat ke sana.
Aku ikhlas setiap uang hasil usahaku untuk membantu perekonomian keluargaku. Adikku yang pertama cacat fisik dan mental; dia jelas jadi tanggungan orang tuaku di samping dua adikku yang lain. Adikku yang kedua sangat kusyukuri sudah menikah beberapa bulan yang lalu; sementara adikku satunya kuliah semester 2 di Perguruan Tinggi Negeri di kota ku.
Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan keluargaku. Tidaklah salah kalau aku harus beristrikan wanita yang mau benar-benar menerimaku dan keluargaku apa adanya.
Ketika aku bertemu Ayu; aku seperti merasa yakin kalau dia calon pendamping hidupku meski aku tak tahu harus memulai dari mana untuk menjalin hubungan lebih dari sekedar teman.
Titipan salamku untuknya memang berbalas tapi aku sendiri tidak tahu apa maknanya.
Saat Mamahku mengatakan mau menjodohkanku dengan anak kolega bisnisnya; aku seperti ketakutan. Entah takut karena apa.Padahal apa yang mesti aku takutkan coba? Anak kolega bisnis Mamahku sebetulnya aku juga sudah pernah melihatnya meski aku sendiri belum mengenalnya secara dekat; tapi aku sepertinya kurang cocok dengannya. Hati dan pikiranku sepertinya sudah tertuju untuk Ayu Pertiwi meski aku belum tahu Ayu mau menyambut kehadiranku di hatinya atau tidak...entahlah.
Yang jelas begitu Mamahku menyodorkan nama Irna untuk calon istriku..aku langsung menolaknya.Aku langsung mengatakan pada Mamahku kalau aku sudah punya calon istri..padahal waktu itu aku belum tahu Ayu mau menerimaku jadi suaminya atau tidak. Aku hanya berspekulasi saja. Mudah-mudahan spekulasiku tidak meleset..betapa bahagianya aku.
Saat aku mengatakan sudah mempunyai calon istri...saat itu ada Om Gun yang ada di dekat Mamahku..dan untung saja Om Gun langsung merestui kalau Ayu mau kujadikan istri..walaupun Om Gun pun belum mengenalnya sama seperti Mamahku.
Beruntung pula ternyata Ayu menerima lamaranku yang seperti kilat khusus..Aku beryukur...aku bahagia..sebentar lagi Ayu akan menjadi istriku...Aku tidak akan menunda-nunda waktu lagi.."Akan kuajak orangtuaku melamarnya."tekadku.
#####
Kuturuti saja perintah Mamahku untuk membelikan Ayu cincin seberat 5 gram sebagai tanda ikatan cintaku padanya.
Hanya itu yang baru aku bisa berikan untuk Ayu.
Belum lama orang tuaku mengadakan pesta pernikahan adikku Sinta; banyak dana yang harus aku keluarkan..karena aku pengganti Ayahku yang sudah lama terbaring lemah karena stroke'nya. Aku bersyukur..adikku satu sudah berumah tangga..ibaratnya bebanku berkurang satu. Semoga kelak kehidupan rumah tanggaku dan Ayu akan langgeng dan hidup bahagia bersama anak-anak.
Jujur pula aku katakan..usahaku sedang diambang kebangkrutan..entah apa sebabnya. 16 karyawanku satu persatu mengundurkan diri. Aku sadar kalau mereka berkeinginan mencari pekerjaan yang jauh lebih baik dari tempatku..karena entah mengapa..akhir-akhir ini bisnisku sepi orderan; yang biasanya aku bisa mengantongi sekian puluh juta dalam seharinya..sekarang dalam waktu sebulan belum tentu 5 juta kudapatkan.
Aku sebetulnya sudah beberapa kali memergoki Om Badi yang mengurusi usahaku melakukan kecurangan. Laporan keuangannya terbukti tidak beres. Banyak laporan keuangannya yang begitu janggal kalau dihitung secara teliti; antara barang yang ada dengan uang yang kuterima sebagai hasil penjualannya sering tidak klop.
Setiap kali kutanyakan pada Om Badi..dia pasti marah-marah.
"Kamu tidak percaya sama Om-mu ini apa An...tega kamu!" begitu Om Badi berulangkali katakan bila aku mulai mempertanyakan laporan keuangannya.
Mamahku juga sepertinya begitu sayang pada adik kandungnya itu. Sejak usia SMP adiknya itu diurusi kakaknya yang notabene Mamah dan Ayahku..setelah mereka beranjak umur..gantian aku yang harus mengurusi Om-ku..padahal anaknya saja 9...suatu jumlah yang cukup fantastis menurutku; padahal aku jelang usia 38 tahun saja belum benar-benar berani menetapkan tanggal pasti pernikahanku dengan Ayu.
Ketika Mamahku dan orang kepercayaannya mengatakan kalau 'hitungan weton' ku dan Ayu kurang cocok..harus diotak-atik dihitung lagi hingga mempengaruhi hari dan tanggal pernikahanku yang sudah ditetapkan sebelumnya; aku iyakan dan turuti saja apa kata Mamahku..walaupun aku tahu pasti Ayu akan marah padaku..merasa dipermainkan dan aku dianggap plin-plan...tapi mau bagaimana lagi? bakti ke Ibu kan di atas segala-galanya? itu yang sering aku dengar dari pak Kyai Fulan.
Intinya aku harus benar-benar berbakti kepada orang tuaku..karena surga kelak balasannya. Akan aku buat orang tuaku bahagia. Kebahagiaan mereka di atas segala-galanya bagiku.
******
Waktu terus bergulir...8 bulan hidup menumpang di rumah mertua kujalani dengan segala kuatku. Mamah Mertuaku benar-benar memperlakukanku seperti madu baginya. Ada saja alasan yang membuatnya benci padaku.Suatu pagi di hari Minggu,"Masak apa an sich Yu...kompor cuma satu malah dipakai masak kamu."celetuknya seraya melongokkan ke wajan yang aku pakai buat masak.Aku hanya terdiam..pikirku aku boleh meminjam alat-alat masaknya ya..toh kita hidup serumah; apalagi selama aku hidup di sana saja aku tidak benar-benar menumpang. Sering kulihat laporan keuangan Om Badi isinya hanya belanja kebutuhan keluarga suamiku saja; ada sayur mayur di pedagang keliling, minyak tanah, uang saku adik suamiku yang kuliah dan sebagainya dan sebagainya. Aku tak berani protes; karena sejak kecil terdidik untuk menerima dengan ikhlas rezeki dari Tuhan. Uang belanja 5 ribu yang kuterima sebagai nafkah dari Anto suamiku pun aku anggap sebagai rezeki yang harus aku syukuri; jadi kuanggap wajar kal
Kepindahanku ke rumah baru tidak serta merta menjadikan aku hidup bahagia. Ternyata tetap saja kehidupan rumah tanggaku didera cobaan. Ibuku yang merasa menaruh belas kasih ke aku berinisiatif untuk menemaniku menempati rumah baru. Sebetulnya tidak bisa dikatakan rumah baru; lebih tepatnya gudang yang berdinding separuh batu bata, separuhnya bilik bambu. Atap dari seng usang yang kalau hujan mulai turun bocor tidak karuan. Bisa dibayangkan kalau turun hujan lebat; air dengan deras masuk ke dalam rumah yang berlantaikan ubin tua yang sudah rusak sana sini. Rumah yang aku tempatu sendiri awalnya berupa gudang yang sekelilingnya banyak ditumbuhi pohon kayu kalba dan pepohonan tinggi lainnya. Di belakang rumahku tumbuh subur serumpun bambu yang konon dipercaya orang sangat disukai jin sebagai tempat tinggalnya. Entah atas perintah siapa, Om Badi membabat habis pohon bambu itu dan membakar pokok-pokok akarnya. Suasana sekeliling rumahku masih sunyi sepi. R
Tinggal di tempat baru, lingkungan baru membuatku harus secepatnya beradaptasi. Sebetulnya tempat tinggalku yang sekarang tidak begitu jauh dari lingkungan tempat tinggal keluarga suamiku. Malah boleh dikatakan masih satu desa, hanya saja dibatasi beberapa rumah tetangga, jalan setapak serta perkebunan luas entah milik siapa hingga sampai detik inipun masih saja menjadi misteri. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun kedua pernikahanku, aku mulai menunjukkan tanda-tanda orang yang sedang hamil muda. Tamu bulananku tidak hadir. Awalnya tidak aku pedulikan karena aku sudah berulangkali mengalami terlambat datang bulan tetapi ketika dicek ternyata negatif. Namun kali ini selain terlambat kedatangan tamu bulanan, nyidam pun kualami yang menurut sebagian besar orang mengatakan sebagai ciri orang yang sedang hamil muda. Emosiku kembali tidak terkendal, marah-marah tanpa sebab terutama terhadap suami dan keluarganya. Pada awalnya hal itu tidaklah kuanggap aneh karena menurutku
Suatu sore jelang senja; Dika sedang memandang jendela kamarnya yang saat itu masih terbuka. Sambil tersenyum-senyum dia berkata,’’Eeeh temanku sudah pada datang.’’ Dia berkata sambil menunjuk ke suatu tempat. ‘’Yaa Tuhan...Ada apa lagi ini?’’desahku. Aku bergegas menghampirinya. Dika yang waktu itu berusia tiga tahunan terlihat begitu bahagia..tertawa ceria seperti sedang bermain dengan teman-teman sebayanya padahal waktu itu dia sedang berada sendirian di kamarnya. Aku sendiri sedang ke belakang menyiapkan makan malam untuk keluargaku. Kejadian aneh yang dialami Dika tidak hanya berhenti sampai disana saja. Hampir tiap malam Dika terbangun dari tidurnya sambil berteriak-teriak ketakutan. ‘’Bunda...itu lihat...di luar ada harimau putih.” Aku yang tidur di sebelahnya terbangun seketika. Kaget kulihat Dika sedang menunjuk-nunjuk jendela kamarnya; sesaat kemudian menutup wajahnya sendiri dengan kedua tangannya. Jelas terlihat sek
’Aku tak habis pikir dengan sikap Ayu.” Kupikir selama ini kita baik-baik saja.“Kenapa dia malah menuduh keluargaku telah bersekutu dengan setan?‘’Apa malah jangan-jangan masa lalu keluarga Ayu yang bersekutu dengan iblis?Aku pernah mendengar kalau kakek buyutnya adalah seorang dukun mahsyur di daerahnya. Banyak orang yang meminta pertolongannya; entah ingin kedudukan tinggi dalam jabatannya, atau kekayaan yang berlimpah. “Jangan-jangan istriku mendapat ‘’warisan ilmu” dari kakek buyutnya tetapi dia tidak kuat mengendalikan jadi membuat emosinya labil?’’Aku sudah berusaha bersikap baik kepada Ayu dan keluarganya. Bagaimanapun aku tetap anak laki-laki dari orang tuaku. Seburuk apapun mereka aku tetap harus menghormatinya. Tanggung jawab ayahku memang di pundakku. Sejak Ayahku meninggal praktis tidak ada lagi yang bisa melindungi adik-adikku padahal mereka masih butuh pe
Suatu pagi di sekitar tahun 2010; Aku merasakan sesuatu yang tidak karuan di badan.Lesu,mual dan segala yang tak biasa aku rasakan.‘’Hoeeek...hoeeek...’’suara itu tak henti keluar dari mulutku.Ibu yang sedang berada di dapur segera menghampiri.‘’Kenapa Yu...kamu sakit? Tanya ibuku sambil menempelkan punggung tangannya ke dahiku.Terlihat wajah ibu khawatir melihatku yang tak henti mengeluarkan suara-suara yang tak biasa.‘’Aku pusing Bu...mual juga rasanya.’’ucapku seraya memegangi perutku.‘’Yaa sudah...sini keluar dari kamar mandi; ibu baluri minyak angin. Jangan lama-lama di situ,..nanti tambah masuk angin.’’kata Ibuku penuh kasih.Aku memang terlambat datang bulan. Sudah 3 mingguan ini tamu bulananku tidak menyambangi...tapi aku takut berandai-andai kalau aku ini hamil..Aku mulai terbiasa d
“Yaaa...teruuus...dorooong...sebentar lagi Bu...”Jangan berhenti Bu...ini kepala bayinya sudah mulai terlihat...jangan menyerah!"Nafasku serasa habis..tersengal sengal..berkelebat bayangan yang tak tahu apa artinya.Berulangkali aku melambaikan tangan meminta tolong ke Dokter untuk melakukan tindakan cesar saja."Dok...tolong sa a ya a..sa aa yaa ti dak ku aat.."erangku."Tooolong cee saarr saaja.." suaraku semakin melemah.Keringat semakin membasahi tubuhku. Aku serasa tidak kuat lagi. Tak tahu lagi sudah berapa lama aku mengalami kontraksi sejak perawat mendorongku dalam kursi roda menuju ruang khusus persalinan.Hari itu aku baru merasakan bagaimana perjuangan ibuku mengeluarkanku dari rahimnya.Dari kejauhan samar kulihat wajah suamiku yang tak kuketahui apa maknanya.Duduk dengan tatapan mata kosong dan sesekali melihat ke arahku meski jendela kamar samar tertu
Sejak kelahiran anakku; aku mengalami baby blues... kondisi jiwaku begitu labil mudah sedih, lelah, lekas marah, menangis tanpa alasan yang jelas, mudah gelisah, dan sulit untuk berkonsentrasi. Ditambah aku tidak mendapat perhatian dari suami dan keluarganya.Aku hanya berusaha menetralisir kondisiku sekuat kemampuanku. Kondisi kejiwaaanku yang kian tak menentu...sangat mempengaruhi kualitas ASIku; bayiku hampir saja kekurangan gizi..beruntung keluargaku begitu perhatian padaku dan bayiku.Aku sering mendapat komentar tidak enak dari keluarga suamiku.Suatu hari,’’Bayimu kok ngga’ mirip Anto sama sekali, Yu?’’ celetuk om Badi yang membuatku tercenung lantas menjawab“Laaa kalau ngga’ mirip Anto sich mirip siapa Om?’’ kalau lebih mantapnya tes DNA juga tidak apa-apa gerutuku sebal.Benar-benar heran aku; mulut mereka seperti ti