Share

POV emak mertua

"Do, sepertinya Rozi nggak bakalan ke sini deh. Antar Yati pulang gih, pusing kepala emak melihat anak-anaknya yang tak mau diam itu," perintahku pada Rido. Ya, mau nunggu apalagi, makan sudah selesai, peralatan dan rumah sudah kembali kinclong. Kalau Rozi, biar Yati bawa sisa gulai ayam itu pulang untuknya.

Entahlah, mengapa Rozi tak jadi datang. Padahal tadi saat di telpon Rido dia bilang iya akan datang.

"Baik Mak," sahut anak lelaki kebanggaan ku itu patuh.

Rido pun ke belakang menghampiri Yati. Yati sedang sibuk mengelap meja kompor yang tadi kena cipratan minyak saat memasak.

"Eh, Om. Bisa ngantar kami pulang?" tanya Yati pada Rido. Pas sekali, Rido ke belakang memang mau mengatakan itu.

"Ya, Kak. Mari aku antar."

"Oh ya, Ti. Bawa saja tu sisa gulai ayam pulang semua. Untuk Rozi dan juga anak-anakmu nanti," ucapku pada Yati.

"Baik, Mak," ucap Yati seraya mengangguk. Biar semua sisa makanan itu dibawa Yati pulang. Toh, di rumah ini tak akan ada yang mau lagi. Kalau di rumah Yati pasti semua akan ludes oleh anak-anaknya itu.

"Kami pulang ya, Mak," pamit Yati padaku.

"Iya," jawabku singkat.

Yati dan anak-anaknya pun masuk ke dalam mobil Rido. Akhirnya pulang juga mereka, benar-benar pusing aku melihat kelakuan anak-anak Rozi itu. Entah bagaimana Yati dan Rozi itu mengajarkan anak-anaknya, sehingga seperti itu, nakal sekali dan tak pernah mau diam. Tak seperti Raffa selalu anteng bermain tablet. Mana kalau makan anak-anak Yati dan Rozi itu rakusnya minta ampun.

"Sudah pulang mereka, Mak?" tanya Airin keluar dari kamarnya.

"Sudah."

"Syukurlah," ucap Airin pula, "Tadi aku nggak selera makan loh, Mak. Mendengar suara ingus Ilham di tarik masuk ke dalam hidungnya itu, iii..." istri Rido itu bergidik geli. Mungkin membayangkan kejadian waktu makan tadi.

"Memang begitu Ilham itu, Rin. Ingusan."

"Nggak diobati kali Mak, sama ibuknya," ucap Airin pula.

"Mungkin jugalah, terserah dia lah, Rin. Mak juga sudah capek bilangin Yati itu, stop beranak... stop beranak. Eh, masih saja bunting. Tuh lihat buktinya, dia sendiri yang keteteran ngurusin nya. Anak sakit tak diobati, di biari sampai sembuh sendiri seperti itu..."

"Eh...Raffa mana, Rin?" tanyaku pula. Dari tadi tak kelihatan cucuku itu.

"Di kamar, Mak. Sengaja ku suruh dia di kamar saja, nanti rusak lagi tablet anakku di pegang anak-anak nakal itu. Baru juga diperbaiki kemarin," jelas Airin pula. Benar juga, anak-anak itu 'kan tak berani masuk ke dalam kamar.

____________________

Tiga hari Rozi tak pernah datang ke rumah ini. Ku telpon pun tak dijawabnya. Atap kandang ayam bocor, aku mau minta tolong padanya untuk diperbaiki. Kemana lah anak itu?

"Mau kemana, Res?" tanyaku pada bungsuku itu. Ia terlihat menyambar kunci motor di atas bufet TV.

"Mau ke rumah Bang Rozi, Mak," jawabnya singkat.

"Ya sudah bilang sama abangmu, Mak nyuruh ke sini, benerin atap kandang ayam..."

"Bang Rido 'kan ada Mak, tuuuh," tunjuk Resti pada Rido yang sedang duduk di sofa ruang tamu dan terlihat asyik memainkan ponselnya. Saking asyiknya sampai kedua tangan Rido pun memegang benda pipih itu dan kedua jempol Rido menari-nari di atasnya.

"Eh, mana bisa abang Rido-mu melakukan pekerjaan seperti itu. Ia 'kan terbiasa duduk di belakang meja, menghitung uang-uang masuk," ucapku tegas, pengusaha konveksi kok di suruh benerin atap bocor, ya nggak nyambung lah. Kalau Rozi 'kan memang sudah terbiasa bekerja kasar seperti itu.

"Nggak gitu juga kali, Mak," sungut Resti.

"Pokoknya bilang sama Rozi begitu, kalau dia nggak ada di rumah bilang sama Yati. Suruh dia menyampaikan kepada Rozi..."

"Iya, Mak. Iyaaaa," sahut Resti seraya keluar rumah.

"Eh... Resti, tunggu!" seruku.

"Apalagi, Mak?"

"Tunggu sebentar," ucapku seraya berjalan tergesa-gesa ke dapur.

"Bawa ini untuk anak-anak abangmu." aku menyerahkan kantong kresek yang kubawa pada Resti.

"Apa ini, Mak?" tanya Resti pula. Bawel sekali anak ini, banyak sekali pertanyaannya.

"Bakwan," jawabku singkat.

"Bakwan? Jangan-jangan ini bakwan yang kita bikin tadi malam, Mak..."

"Iya, tapi sudah mak panasi. Masih enak kok," jelasku.

"Enggak ah, tega sekali Mak ngasih anak-anak bang Rozi bakwan sisa tadi malam. Itu cucu-cucu Emak loh, bukannya lobang sampah," ucap Resti dengan sewotnya, ia mengembalikan kresek itu ke tanganku. Ucapan Resti barusan benar-benar membuat kupingku panas.

"Sudah bawa saja, nanti semua juga habis di sana," ucapku seraya menyerahkan kembali kresek itu ke tangannya.

"Enggak!' seru Resti sambil menampik kresek berisi bakwan itu, lalu ia naik ke atas sepeda motor.

"Resti!" teriakku kesal. Tapi, Resti tetap melajukan sepeda motornya tanpa mempedulikan teriakan ku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status