Home / Lainnya / Bukan Menantu Impian / Teringat masa lalu

Share

Teringat masa lalu

Author: Cerita_gadis
last update Huling Na-update: 2023-06-18 20:08:35

"Maafkan keluargaku, Dek," lirih suamiku. Dia duduk di tepi ranjang, seolah-olah memang menungguku masuk ke dalam kamar.

Aku hanya diam dan duduk di sampingnya.

"Anak-anak sudah tidur, Dek?"

Aku mengangguk, "Aku yang salah, Bang. Sudah tahu dari dulu tak ada tempat untukku di rumahmu, aku yang masih memaksakan diri untuk tetap masuk ke sana," ucapku dengan berlinangan air mata.

"Sudahlah, Dek. Jangan diungkit-ungkit yang sudah lalu," sahutnya lagi seraya menatapku.

"Lihat dirimu, Bang. Mungkin hidup Abang tak akan seperti ini, kalau seandainya Abang tak memilih hidup denganku..."

"Apa salahnya aku hidup bersamamu, Dek. Ak..."

"Salahnya aku miskin, Bang. Aku tak berpendidikan..."

"Stop menyalahkan diri sendiri, Dek. Aku bahagia hidup bersamamu, aku beruntung mendapatkan wanita sebaik dirimu, Dek," Bang Rozi memegang tanganku erat.

"Entahlah, Bang. Aku capek..."

"Maaf..." lirihnya seraya membawaku kedalam pelukan, nyaman sekali.

____________________

"Siapa namamu, Nak?" tanya perempuan paruh baya itu. Perempuan itu adalah ibunya Bang Rozi, lelaki yang setahun belakangan ini mengisi hari-hariku.

"Nurhayati, Buk," jawabku seraya menunduk malu.

"Sudah berada lama dekat dengan Rozi?" tanyanya lagi.

"Hampir setahun, Buk," sahutku pelan.

"Sudah lama juga ya," ucapnya lagi seraya mengangguk dan melihatku dengan seksama.

"Masih kuliah atau sudah bekerja?"

'Degh!' jantungku berdegup kencang mendengar ucapan ibunya bang Rozi. Bagaimana aku mau menjawabnya, jangankan kuliah, SMP saja aku tak tamat. Dan sehari-hari kerjaku hanya mengasuh anak kak Minah saja, saat kakakku itu bekerja.

"Yati hanya di rumah, Mak. Momong ponakannya. Itung-itung latihan, supaya besok lebih mahir mengasuh anak," sahut Bang Rozi seraya tersenyum manis. Aku tahu Bang Rozi seperti itu untuk menyelamatkanku dari pertanyaan ibunya tadi.

"Oo..." ucap ibu bang Rozi singkat.

"Kalian kenalnya di mana?" tanya ibu itu lagi, lebih tepatnya ibu bang Rozi sedang mengintrogasi ku.

"Rumah Yati 'kan di kampung sebelah, Mak. Jadi, sering ketemu." Bang Rozi menjawab dengan cekatan.

"Dekat juga ya, dekat mana ya rumahmu Nak Yati?"

"Yati ini anaknya almarhumah Pak Hardi, Mak."

"Pak Har...di... yang tukang cii...lok..." ibunya Bang Rozi menoleh padaku, mungkin minta jawaban.

Aku mengangguk. Seketika raut wajah ibu Bang Rozi berubah, dia seakan terkejut setelah mengetahui kalau aku anak seorang pedagang cilok

"Ya sudah, Kalian lanjutlah mengobrol. Kepala Mak pusing, mau istirahat dulu." Ibunya bang Rozi pun meninggalkan aku dan bang Rozi di ruang tamu.

Rasa tak enak menjalar di hatiku. Bagaimana tidak, di tinggalkan oleh tuan rumah saat aku sedang bertamu.

"Bang aku pulang saja, ya," ucapku ragu-ragu takut bang Rozi merasa tak nyaman.

"Kok sebentar banget, ketemu keluargaku yang lain belum," ucap Bang Rozi seperti tak terima.

"Tapi, Bang. Ini sudah sore, nanti kak Minah nyariin." aku beralasan.

"Ya sudah, aku panggil Emak dulu ya. Biar Adek pamitan," ucapnya seraya pergi ke kamar ibunya.

Melihat gelas teh yang tadi di suguhkan ibu Bang Rozi tergeletak di atas meja. Aku pun berinisiatif untuk mengantarnya ke dapur. Tapi, saat melewati sebuah kamar yang berdampingan dengan ruang makan. Terdengar obrolan bang Rozi dan ibunya yang menyebut-nyebut namaku.

"Ayolah, Mak. Sebentar saja, Yati mau pamitan." terdengar suara Bang Rozi sedikit berbisik dan seperti memohon pada ibunya.

"Nggak, sekali nggak ya tetap nggak. Kalau mau pulang ya pulang saja," ucap ibu bang Rozi, terdengar jelas di telingaku. Mungkin dia sengaja mengeraskan suaranya itu.

"Mak...tol..."

"Rozi... Rozi... wanita seperti itu yang ingin Kau jadikan istri..."

"Mak... emang salah Yati apa?"

"Mak sekolahkan Kau tinggi-tinggi Rozi, masa seperti itu saja Kau masih bertanya," ucap ibu itu dengan lantang.

"Sungguh aku nggak mengerti dengan jalan pikiran Mak..."

"Huh... Kau lihat Rozi, apa Yati sepadan dengan Kau, anakku..."

"Tapi, aku mencintai Yati, Mak."

"Masa bodoh dengan cintamu. Mak tak setuju kalau wanita miskin dan tak berpendidikan itu jadi istrimu." ucapan ibu Bang Rozi barusan sukses membuat hatiku teriris. Air mataku mengalir deras di pipiku

'Drrrett! Drrrett! Drrrett!' getaran handphone membuyarkan lamunanku. Ku lirik ke ponsel bermerek Nokia itu. Di layarnya yang abu-abu bertuliskan 'emak memanggil' ya, itu panggilan telepon dari mertuaku.

Malas rasanya aku menjawab panggilan telepon itu. Kalau tidak memikirkan nantinya bang Rozi yang kena omel oleh emak. Apalagi kalau sampai tahu alasannya, HP bang Rozi ketinggalan di rumah dan aku tak menjawab panggilannya. Pasti akan panjang urusannya.

"Halo Mak, assalamualaikum," ucapku saat tombol warna hijau itu ku pencet.

"Waalaikum salam, kok lama banget di angkat telponnya Yati," jawab emak dengan ketus.

"Maaf Mak, tadi suara HP-nya nggak kedengaran..."

"Alah... pasti itu alasanmu saja. Mana Rozi?" tanyanya dengan ketus. Hatiku sakit lagi, emak selalu menyalahkan ku.

"Lagi keluar, Mak,' jawabku masih dengan suara yang lembut.

"Ya sudah, bilang sama Rozi. Besok pagi Rido mau pergi, kalau masih menganggap Rido saudaranya besok pagi datang. Setelah ini entah kapan lagi, dia bisa ketemu dengan Rido," pesan emak untuk suamiku.

"Iya Mak, nan..."

"Bilang juga sama Rozi, kalau orang lain tak mau datang ke rumah Emak, dia jangan ikut-ikutan, ingat tak ada yang namanya bekas saudara, apalagi bekas emak kandung."

Aku terkesiap mendengar ucapan emak. Orang lain? Apakah yang dimaksud emak itu aku?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Menantu Impian    kabar Airin (end)

    "Dek...Dek...bukan itu Rido yang mengetuk-ngetuk pintu," ucap bang Rozi seraya menggoyang-goyangkan tubuhku.Aku terkesiap bangun, "Iya, Bang. Ada apa ya?""Nggak tahu, ayo kita bukakan pintu," ucap suamiku seraya bangkit dari peraduan kami.Aku pun mengekor di belakang bang Rozi, saat melewati ruang tamu kulirik jam dinding, menunjukkan hampir pukul setengah empat pagi."Ada apa, Do?" tanya bang Rozi pada adiknya itu saat pintu rumah kami terbuka."Bang...aku baru saja dapat kabar kalau Airin meninggal...""Hah!..." Aku dan bang Rozi serentak terkejut."Inalillahi wa Inna ilaihi Raji'un," ucapku pelan, "Siapa yang ngabarin, Om? Nanti jangan..." tanyaku pula."Nggak, Kak. Ini beneran, Joe yang menelpon ku tadi," sahut Rido cepat."Astaghfirullah...maaf, Do," ucapku sungkan, wajar saja aku suudzon Airin sudah berulangkali bersandiwara membohongi kami dengan tujuan untuk menarik perhatian Rido."Iya, Kak nggak apa-apa, awalnya tadi aku sempat mikir gitu juga," ucap Rido pelan, "Kasihan

  • Bukan Menantu Impian    apakah ini sandiwara Airin

    Hari ini, hari minggu kami semua berkumpul di rumah emak, kami masak tumpeng bersama. Karena hari ini ulang tahun emak, tidak ada salahnya kami anak-anaknya memberi sedikit kejutan untuknya.Potong tumpeng sudah selesai, makan bersama pun juga sudah. Emak dan bapak terlihat begitu bahagia, bermain bersama ketujuh cucu-cucunya di halaman belakang. Emak dan bapak tak henti-hentinya tersenyum melihat tingkah polah cucu-cucunya itu.Santi dan Resti membereskan dapur. Sedangkan aku menyapu seluruh rumah, karena rumah sudah seperti kapal pecah, karena ulah dari anak-anak kami. 'Drett...drett''Dret...drett...'Berulang kali ponsel milik Rido bergetar, ponsel itu tergeletak di atas meja ruang tamu. Sedangkan Rido mengobrol di teras bersama bang Rozi dan suami Resti.Aku ambil ponsel itu, dan melihat nama yang memanggil. Ternyata mama Airin yang berulang kali menghubungi Rido."Om, dari tadi hpnya berbunyi," ucapku seraya menyerahkan ponsel itu pada Rido.Rido pun menyambut ponselnya dari ta

  • Bukan Menantu Impian    POV Rido

    "Mama, Afa mau tidur dengan Mama," rengek anak sulungku pada Airin. Mungkin ia begitu rindu pada mamanya itu."Tapi, mama nggak bisa lama-lama di sini, Nak," sahut Airin dengan lembut."Kemarin mama janji mau tidur di sini sama Afa," ucap Raffa lagi, Ia terlihat begitu kecewa."Iya, tapi...""Mama jahat!" Seru Raffa, lalu pergi berlari ke kamarnya.Nggak bisa dipungkiri, hati ayah mana yang tak terluka melihat anaknya bersedih seperti itu. Ya Tuhan, andaikan aku dan Airin tak bercerai, pasti hati anakku tak akan terluka seperti itu.Apa yang ku pikirkan ini, sekarang ada Santi dan Raisa di hidupku. Walau bagaimanapun, Santi, Raisa dan Raffa adalah hal yang terpenting dalam hidupku. Airin masa lalu, akan tetap jadi masa lalu. Masa depanku adalah keluarga kecilku saat ini."Kau mau pulang sekarang, Rin?" tanyaku pada Airin.Aku keluar dari kamar dan menemui Airin yang duduk termenung di ruang tamu sendirian."Eh... iya, Mas," sahut Airin sedikit terkejut."Apa Kau tak ingin tidur sama R

  • Bukan Menantu Impian    Airin takut pada Resti

    "Kau sakit, Rin?" tanyaku pada Airin, saat aku baru saja masuk ke dalam rumah Rido.Resti tertawa mendengar ucapanku, entahlah, mungkin ucapanku terdengar lucu di kupingnya. "Ada yang lucu, Res. Kok ketawa?" tanyaku terheran-heran."Hahaha... nggak ada, Kak. Cuma lagi pengen ketawa ajah." Tawa Resti tambah lebar.Aku garuk-garuk kepala, bingung melihat ekspresi Resti, ada apa dengan adik iparku itu. Dia tertawa terpingkal-pingkal, sedangkan Airin tertunduk lesu, dan diam seribu bahasa."Kakak mau tahu, Kak Airin kenapa?"Aku mengangguk, dan Airin menoleh cepat ke arah Resti."Kak Airin itu memang sedang sakit...""Sakit apa? Pantes pucat begitu...""Kak Airin itu mengidap penyakit hati, dan itu susah sembuhnya...""Res... sudah," sela Airin serak, suaranya seperti tercekat di tenggorokannya."Mengapa, Kak? Takuuuuut..." ucap Resti sinis.Airin tertunduk lesu."Res, ini ada apa?" tanyaku pula."Nggak ada apa-apa, Kak. Aku cuma sedang bersilaturahmi saja dengan kak Airin," ucap Resti p

  • Bukan Menantu Impian    Ancaman Resti pada Airin (POV Airin)

    Aku terkejut mendengar ucapan bang Rido, kalau wanita yang berusaha mendekati bang Ferdi itu sepupunya Airin. Aku yakin tak yang kebetulan saja, semua ini pasti ada campur tangan Airin di dalamnya. Awas Kau Airin, suatu saat pasti aku akan buat perhitungan.Ka tatap bang Ferdi, dari kemarin di tuduh selingkuh, padahal dia tidak melakukan apapun."Maafkan aku, Bang..." lirihku seraya menunduk."Iya, Dek. Abang juga minta maaf, karena ulah wanita itu membuat Adek tak nyaman.""Aku yang salah, Bang..."Bang Ferdi menggeleng, "Nggak, Dek aku yang bodoh, seharusnya dari awal aku sudah curiga kalau wanita bernama Siska itu bukan fatner bisnis yang tepat buat usaha baru kita. Bahkan dia sama sekali tidak mengerti tentang kuliner tradisional.""Eh, sudah...kok Kalian jadi saling menyalahkan sih," sela bang Rido pula."Anggap saja yang terjadi kemarin adalah ujian rumah tangga kalian," tambah kak Yati.Aku dan Ferdi tersenyum, lalu kami saling berpelukan."Percayalah, Dek. Tak akan ada yang bi

  • Bukan Menantu Impian    POV Airin

    Hatiku hancur melihat keharmonisan mas Rido dan Santi. Mas Rido memperlakukan Santi dengan lembut, sama seperti yang dilakukannya padaku dulu. Mas Rido adalah sosok suami yang selalu ingin membuat istrinya bahagia, oh aku rindu padamu mas Rasa cemburu menyelinap ke dalam hatiku, aku tak bisa terima semua ini, aku harus melakukan sesuatu untuk membalas rasa sakit ini. Aku hancur mas, dan kau juga sama denganku.Berbagai macam cara aku lakukan untuk memisahkan mas Rido dan Santi, tapi itu tak berhasil juga. Baiklah, kalau aku tak bisa menghancurkan mereka, aku akan cara lain untuk membuat keluarga itu sedih dan sakit hati. Kalau salah satu keluarganya hancur pasti mas Rido ikut merasakan sedihnya, dan aku suka itu.Hari ini, sepulang bekerja aku sengaja mampir ke rumah Siska sepupu jauhku yang juga sahabat karib di masa sekolah dulu. Aku akan meminta bantuan padanya, iya hanya Siska yang ku rasa bisa menjalankan misi ku kali ini."Tumben Lo ke sini," ucap Siska saat aku baru saja duduk

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status