Home / Romansa / Bukan Pelakor / Bab 6. Tawaran Tuan Darsa

Share

Bab 6. Tawaran Tuan Darsa

last update Last Updated: 2021-09-05 23:26:38

Di sepajang jalan, mata tuan Darsa tidak fokus untuk mengemudikan mobilnya. Lirikan ekor matanya selalu tertuju pada bukit kembar dan kulit mulus pada betis yang menggoda milik Utari.

"Kamu kenapa kabur dari anak buahnya juragan Somat. Bukannya enak ya jadi istri juragan Somat yang kaya raya itu?" tanya Darsa, lagi dan lagi melirik ke arah bukit kembar Utari.

"Enghhh ... Itu, Tuan." Utari menjeda ucapannya sejenak, karena merasa gugup. "Sebenarnya saya dijual sama Bapak saya ke juragan Somat untuk melunasi hutang," jelas Utari dengan kepala tertunduk malu.

"Oh, ternyata begitu," sahut Darsa menganggukkan kepalanya pelan.

"Lalu, tujuan kamu sekarang ke mana?" tanya Darsa lagi pada utari.

Utari melirik takut-takut ke arah wajah tampan lelaki matang yang ada di sampingnya itu. "Saya mau ke kota, Tuan," jawab Utari pelan.

"Waduh, kalau ke kota malam-malam terus sendirian kayak gini berbahaya untuk kamu. Nanti yang ada kamu diperkosa sama orang-orang yang ada dijalanan dan asing bagi kamu. Emangnya kamu mau masuk ke lubang yang sama?" Kali ini Darsa menatap lekat wajah Utari.

"Terus saya harus bagaimana, Tuan? Saya enggak mau dikawinkan sama juragan Somat," tanya Utari yang mulai cemas kembali.

"Saya punya pilihan untuk kamu. Saya akan beli kamu dari tangan juragan Somat dan kamu tinggal di rumah saya. Atau kamu saya turunkan di sini sendirian dengan saya kasih kamu uang lima ratus ribu untuk ongkos pergi ke kota. Jadi, kamu mau milih yang mana?" 

Darsa langsung menepikan mobilnya. Lalu memutarkan posisi duduknya mengarah lansung ke arah Utari. "Saya enggak bermaksud merendahkan kamu. Karena saya memang butuh seseorang untuk mengurusi rumah saya dan ibu saya yang sedang sakit juga," jelas Darsa secara rinci.

Utari pun juga memutar posisi duduknya, hingga mereka berdua saling berhadapan satu sama lain. Tanpa sadar, gerakan yang Utari timbulkan membuat Darsa semakin panas dingin.

"Maaf, Tuan. Apa Utari enggak merepotkan Tuan lagi? Utari takut tidak becus mengurusi rumah milik Tuan. Apalagi mengurusi orang sakit seperti ibu Tuan. Utari belum punya pengalaman sama sekali, Tuan," ucap Utari panjang lebar pada Darsa.

"Enggak apa-apa, Utari. Saya akan maklumin soal itu. Ibu saya juga bukan orang yang berpenyakit berat, beliau hanya mempunyai penyakit gula dan darah tinggi. Pekerjaan kamu cuma hanya mengingatkannya untuk minum obat, membuat makanan, dan menemani ibu saya di rumah."

"Ya sudah, Tuan. Kalau begitu Utari terima tawaran dari Tuan," putus Utari final, dengan senyuman malu-malu pada Darsa.

"Ehem! Kaki kamu seksi juga, ya," ucap Darsa keceplosan yang arah pandangannya tertuju pada betis Utari yang terbuka.

"A-apa, Tuan?" tanya Utari terbata-bata yang ingin memastikan fungsi dari pendengarannya.

Darsa spontan gelagapan. Ia memaki dalam hatinya atas kecerobohan mulutnya yang tidak bisa dikontrol sedikit pun.

"Enghhh ... Maaf, Utari. Saya enggak bermasud berpikiran kotor tentang kamu. Saya hanya mau bilang kalau baju kebaya yang kamu kenakan itu terlalu ketat," ucap Darsa yang meralat ucapannya tadi.

Dengan polosnya, Utari langsung percaya gitu saja. "Iya, Tuan. Saya juga merasa sesak di bagian dada," balas Utari, yang dengan bodohnya malah menarik kebayanya ke bawah dan sangat jelas menampakkan belahan bukit kembar yang sedap dipandang mata oleh Darsa.

"Ya sudah, ini kamu ganti saja dengan pakaian saya." Darsa memberikan totebage berisi baju bersih kepada Utari.

"Tapi, Tuan, Utari ganti bajunya di mana? Di sini ada, Tuan. Takutnya nanti Tuan mengintip Utari yang sedang berganti baju," ucap Utari dengan lirih, yang kedua pipinya sudah memerah malu.

Sebelum menjawab, Darsa terbatuk kecil. "Enggak apa-apa. Saya akan hadap depan terus, nanti kamu gantinya di kursi belakang saja."

Utari mengangguk pelan. Tangannya pun sudah memegang handle pintu Darsa. Tetapi, langsung diturukan ketika tangan besar nan kekar milik Darsa sudah berada di atas pahanya.

"Kamu jangan keluar, mending lewat sini saja," ucap Darsa, yang tanpa sadar mengelus paha Utari seduktif.

Utari semakin merasa risih atas gerakan tangan dari Darsa. "Maaf, Tuan. Bisa turunkan tangan Tuan dari atas paha Utari?" tanya Utari masih menggunakan kesopanan.

Seakan kepalanya seperti disiram oleh air yang sangat dingin. Darsa akhirnya sadar dan lagsung menarik tangannya secepat mungkin. "Oh, ya ampun. Maaf, Utari. Tangan saya memang suka gatal dan sering digesek-gesek supaya gatalnya hilang," alibi Darsa, yang tentu saja semuanya bohong.

Utari hanya bisa menganggukkan kepalanya keki. "Tuan, lampunya tolong di matikan, ya,," pinta Utari dengan suara pelan tanpa menatap ke wajah Darsa.

Darsa menganggukkan kepalanya menyanggupi permintaan dari Utari, meski di dalam hatinya jelas-jelas menolak dengan mentah. "Oke, saya akan matikan lampunya.

Setelah lampu di dalam mobil memang benar-benar padam. Utari langsung bergegas berpindah tempat ke kursi penumpang dengan melewati sela-sesa kursi yang ada di depan. Kain rok kebaya yang dipakai oleh Utari telah tersibak sampai sebatas betis atas. Dan lagi-lagi Darsa dibuat panas dingin oleh kemolekan tubuh dari Utari.

"Astaga, lama-lama saya bisa gila bersama Utari. Keimanan saya selalu diuji saat melihat keindahan dari tubuh Utari,'' gumam Darsa berdecak kesal dari dalam hatinya.

Tidak mau kehabisan akal, Darsa memutar kaca spion tengah mobilnya dan mengarahkan ke arah posisi Utari berada. Senyuman lega milik Darsa kembali terukir di bibirnya. Gerakan jemari Utari yang gemulai membuka kancing kebaya membuat kepala Darsa semakin pening. Meski dalam keadaan gelap, Darsa sangat yakin sekali jika bukit kembar milik Utari sangat besar sekali.

"Untung cuma Bagain atas yang kelihatan, apalagi yang bagian bawah. Bisa-bisa saya jadi gila," ucap Darsa.

***

Halo para pembaca. Jangan lupa untuk memberikan vote, coment dan share.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pelakor   Bab 20. Kekejaman Sarah

    Di sebuah Villa keluarga Munthe.Utari ingin memberitahukan kepada Samu tentang kabar ini. Namun, Utari harus mengumpulkan keberanian untuk menelepon Darsa.Dalam lima detik, panggilannya ditolak. Karena itu, Utari hanya bisa mengirim pesan dengan takut-takut untuk memberitahunya bahwa dia memiliki sesuatu untuk dikatakan dan berharap Darsa bisa pulang malam ini.Pernikahan mereka sekarang sedang jalan menuju satu bulan, namun Darsa tidak pernah menghabiskan malam di rumah. Utari akan selalu sendirian di kamar tidur, dan Utari tahu betul di mana Darsa menghabiskan malamnya.Darsa tidak mengangkat teleponnya juga tidak membalas pesannya. Karena itu, hati Utari menjadi resah karena dia tahu Darsa tidak akan pulang malam ini juga.Utari pun beranjak dari duduknya untuk mandi. Setelah itu hendak beristirahat. Namun, ketika pintu dibanting hingga terbuka lebar membuat Utari mengur

  • Bukan Pelakor   Bab 19. Terpaksa Menikah

    Gemercik suara air yang bertabrakan dengan lantai menjadi pengiring irama di sela-sela tangisan Utari. Tubuh mungil nan rapuhnya bergetar hebat menahan dingin dan kehancuran secara bersamaan.“Hiks ... Kenapa harus aku yang mengalami semua ini ...!” jerit Utari frustrasi yang tertelan dengan kehancuran hati dan fisiknya.“Kenapa semua orang selalu enggak percaya sama aku? Padahal aku sudah berkata dengan sejujurnya,” lirih Utari yang menangis pilu sambil menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.Tubuh Utari pun perlahan merosot begitu saja di lantai. Membiarkan tubuhnya terus-menerus dihujami oleh rintikan air dari shower. Ia menekuk kedua lututnya, menyembunyikan wajahnya di balik lipatan lututnya, dan kembali menangisi nasib malangnya.Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu membuat kesadaran Utari kembali. Terlebih suara yang sangat familiar bagin

  • Bukan Pelakor   Bab 18. Sosok itu Utari

    Sarah mengacak rambutnya sambil mengerang frustrasi. Kepalanya berdengung sakit ketika memaksakan tubuhnya bangkit dari tempat tidurnya. Ia mengingat semua kejadian di ruangan kerja Darsa semalam.“Sial! Kenapa Darsa harus pergi menghilang begitu saja! Padahal dia lagi dalam keadaan terbakar gairah. Harusnya dia meminta bantuan padaku,” dengus Sarah yang menggeram marah.Memang benar Darsa menghilang tanpa jejak ketika ia izin ke toilet. Sampai acara puncak di ruangan itu pun dia tetap tidak kembali. Dan akhirnya, Sarah harus menanggung malu dan kekalahan atas taruhannya pada dirinya sendiri bahwa Darsa masih bisa ditaklukkan oleh pesonanya.“Kalau berakhir kayak gini sama saja aku yang rugi!” decak Sarah yang masih tidak terima dengan kekalahannya.Sarah pun lantas keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju ke dapur untuk mengambil minum.Ruang tamu rumah Indri -ibunya Darsa- sudah kembali rapi dan bersih berkat p

  • Bukan Pelakor   Bab 17. Ingin Punya Anak

    Bab 17.Utari mengambil semua pakaian yang sedang di jemur. Teriknya matahari membuat Utari kegerahan. Terlebih ranjang pakaian bersih yang terlihat besar menutupi tubuh Utari.“Bagaimana Darsa? Apa ‘kah rumah kamu yang ada di sana sudah selesai di bangun?”Langkah kaki mungil milik Utari terhenti. Ia tidak sengaja mendengar suara Nyonya besar yang sedang berbicara dengan Tuan Darsa. Meski Utari tahu menguping adalah sebuah kesalahan, tetapi Utari merasa perlu mendengarkan percakapan mereka berdua.“Mah, mamah tenang saja. Saya sudah menyiapkan semuanya di rumah itu. Lagian renovasinya sudah selesai lama. Mamah tidak usah khawatir. Secepatnya saya bersama istri saya akan pindah,” ucap Darsa dengan tenang penuh dengan kejelasan.“Mamah tahu soal itu, Darsa. Tapi Mamah enggak mau istri kamu itu menunda momongan lagi. Sudah hampir lima tahun pernikahan kamu berjalan, tapi sampai sekarang belum juga dapat momongan,&r

  • Bukan Pelakor   Bab 16. Mesin Cuci

    Bab 16.Sinar matahari yang sangat menyorot terik membuat tubuh atletik milik Darsa semakin berkilau karena keringat yang membasahi sekujur tubuhnya.“Huh, sudah berapa lama saya enggak olahraga lagi? Padahal cuma baru setengah jam saja napas saya sudah ngos-ngosan,” gumam Darsa yang mendesa lelah.Darsa menyeka keringat di wajahnya menggunakan handuk kecil yang terlampir di bahunya. Tidak sengaja, mata Darsa bertemu dengan bokong Utari yang seksi.“Pagi-pagi sudah disuguhkan pemandangan yang luar biasa sempurna nan indah,” decak Darsa sambil menggelengkan kepalanya pelan dengan senyuman culasnya.Karena tidak mau membuang waktu lama, Darsa langsung menghampiri Utari yang sedang sibuk menyirami tanaman milik ibunya.“Ehem!” Darsa berpura-pura batuk untuk mengalihkan fokus Utari.“Eh, Tuan Darsa. Ada apa ya, Tuan?” tanya Utari terkejut, buru-buru ia menaruh selang di atas tanah.&l

  • Bukan Pelakor   Bab 15. Tergagap

    Prang ...! Nampan yang dipegang Utari sontak terjatuh ke lantai ketika mata sucii Utari benar-benar melihat belalai panjang, besar, dan berurat milik Darsa. "Utari!" *** Kedua mata Utari terpejam sangat erat sekali dengan kedua tangan saling meremas sisi samping bajunya untuk mengurangi rasa takut, cemas, dan juga malu. Sarah langsung naik ke daratan guna mengambil handuk untuk suaminya, sedangkan Darsa hanya menenggelamkan dirinya di dalam kolam renang agar mata Utari tidak lagi jelalatan. "Pakai ini, Mas." Sarah memberikan baju handuk tersebut kepada Darsa. Dengan gerakan cepat Darsa naik ke atas daratan dan juga langsung memakai baju handuk itu untuk menutupi tubuhnya. Kali ini, Sarah menatap tajam ke arah Utari. "Heh, Utari! Siapa yang suruh kamu ke sini, hah! Pasti kamu sengaja kan ganggu kegiatan kami berdua!" tuduh Sarah dengan suara menggeram marah. Utari menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak, Nyonya. S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status