“Mel, kamu kenapa? Coba bicara baik-baik, yang tenang.” Adam berusaha membujuk Melati.
“Nggak ada yang perlu dibicarakan baik-baik Mas! Aku benci kamu! Benci!” teriak Melati.Adam benar-benar bingung dengan sikap Melati yang tiba-tiba marah-marah tidak jelas. Lalu, Melati kembali masuk ke kamar, lalu kembali dengan membawa ponsel Adam. Lalu, Melati menunjukkan sesuatu yang membuatku tak bisa berkutik.“Mama Aisyah. Siapa dia Mas? Istrimu, kan?” tanya Melati dengan suara bergetar.Adam hanya bisa terdiam. Dia tak tahu harus menjawab apa. Adam tak bisa lagi mengelak.“Kamu nggak bisa jawab, Mas? Dasar penipu kamu! Kamu bilang aku satu-satunya istrimu, satu-satunya wanita yang kamu cinta! Terus wanita bernama Aisyah ini apa nggak kamu cintai?” Melati menatap tajam Adam.Lalu, Melati kembali menunjukkan sesuatu yang membuat Adam membeku.“Lihat ini Mas! Ini yang kamu bilang sahabatmu dan anaknya? Kalian terlihat bahagia sekali. Keluarga yang begitu harmonis.” Melati tersenyum kecut. Tanpa dia sadari air matanya mengalir membasahi pipinya.Melati begitu sedih saat melihat potret yang ditemukan di ponsel Adam setelah tadi menerima panggilan dari Aisyah. Melati sengaja membuka galeri ponsel Adam karena ingin tahu rahasia apa yang disembunyikan suaminya itu. Melati benar-benar hancur saat menemukan sebuah foto terpampang nyata di galeri ponsel Adam, seorang wanita berjilbab merah muda dan bocah perempuan berada di pangkuan wanita itu. Lalu, Adam berdiri di sampingnya. Melati menangis sejadi-jadinya.“Mas kenapa kamu nggak bilang kalau udah punya anak dan istri?” tanya Melati dengan suara melunak, tetapi masih terdengar bergetar karena menahan kesedihan yang teramat dalam.Melati tersungkur lemas di lantai, ponsel di genggamannya pun terlepas. Tubuh Melati terasa lunglai. Matanya berkaca-kaca dan buliran hangat mengalir membasahi pipi.“Sayang, maafkan aku. Bukan maksud membohongimu, tapi sedang menunggu waktu yang pas untuk mengatakan semua ini.” Adam melangkah ke arah Melati dan duduk di sampingnya, lalu membelai rambutnya dengan lembut.Melati masih bergeming. Tak menyahut apa pun. Hatinya teriris pilu. Masih syok mengetahui sebuah fakta besar ini. Wanita ini sama sekali tak menyangka jika akan menjadi wanita kedua, benalu dalam rumah tangga orang. Dulu, dia sangat membenci perusak rumah tangga orang. Kini, malah menjadi tersangka. Oh, Tuhan … apa salah dan dosaku? Melati menangis dalam hati.“Sayang, kamu marah?” Adam meraih dagu Melati, sehingga kedua pasang mata mereka beradu pandang.“Aku nggak pernah menyangka akan menjadi istri kedua. Kupikir aku satu-satunya wanita yang ada di hatimu. Ternyata aku salah. Aku penjahat!” Air mata Melati terus mengalir tiada henti, bagai air sungai yang tak mau berhenti.“Kamu nggak salah, Mel. Aku yang salah, harusnya tak membawamu masuk dalam duniaku. Aku minta maaf, tapi aku tulus mencintaimu.” Pria beralis tebal itu merengkuh Melati dalam pelukan.“Maaf ….” Adam berbisik dan mengusap kepala Melati dengan penuh kasih sayang.Melati tak bisa berkata-kata. Tenggorokannya tercekat dan lidah terasa kelu. Melati ingin sekali keluar dari keadaan ini, tetapi apa daya dia tak sanggup.“Apa hanya dengan kata maaf semuanya akan selesai Mas? Lalu, apa jadinya kalau istri kamu tahu kamu punya simpanan?” tanya Melati dengan tatapan tajam.Adam hanya bergeming mendengar kata-kata Melati. Dia tak tahu harus menjawab apa. Sejujurnya Adam juga tak tahu apa yang akan dilakukan Aisyah jika tahu dia punya simpanan.“Jawab Mas! Kenapa kamu hanya diam?! Kamu takut, kan? Takut kalau istri sahmu tahu?!” Melati tersenyum getir. “Pantas saja kamu nggak pernah mau berniat mengenalkanku pada keluargamu! Jadi ini alasan kamu menolak segera meresmikan pernikahan kita!” sentak Melati. Dia sangat geram pada Adam.Adam hanya membeku. Dia membiarkan Melati mencurahkan segala kekesalannya. Jika nanti sudah mereda emosinya barulah Adam akan berbicara. Melati masih saja menangis. Hatinya begitu hancur berkeping-keping. Dia sama sekali tak menyangka akan takdir hidupnya.Melati menarik napas dalam. Lalu, dia menghembuskannya perlahan. Kemudian, Melati pun masuk ke dalam kamar. Dia tak memedulikan Adam yang hanya berdiam diri. Adam pun hanya menatap dalam diam kepergian Melati. Tak ada sapa ataupun rayuan gombal seperti biasanya. Melati benar-benar kecewa pada suaminya, bahkan dia merasa jijik pada dirinya sendiri karena sudah menjadi pelakor, walau sebenarnya dia tak sengaja seperti itu.***Berhari-hari, Melati merasa sedih. Dia pun tidak masuk kerja. Namun, dia juga masih melayani Adam, sebab biar bagaimanapun Adam tetap suaminya, meskipun hanya siri. Melati sebenarnya ingin pergi saat tahu kalau dia hanya sebagai istri simpanan. Wanita itu tak mau menyakiti hati Asiyah, istri sah Adam. Akan tetapi, ketika akan pergi, Adam menahan dan membujuk Melati agar tetap berada dalam dekapan Adam. Entah, sampai kapan ini akan terus terjadi. Melati gamang dan tidak bisa berbuat apa-apa. Di satu sisi dia merasa bersalah pada istri sah Adam, tapi di sisi lainnya tak mau kehilangan Adam. Cinta Melati begitu kuat.Cinta itu memang anugerah dan indah. Akan tetapi, itu berlaku jika berada di tempat yang benar. Namun, entah cinta yang Melati alami ini anugerah atau justru petaka. Melati memang sangat menyayangi Adam. Namun, mereka berada di posisi yang berseberangan, dipisahkan oleh dinding yang tebal. Andai saja bisa, ingin sekali Melati menghancurkan diding itu, agar mereka bisa terus bersama tanpa halangan.Mereka hanya bisa berhubungan secara sembunyi, tanpa ada yang tahu. Cinta mereka memang terhalang dinding. Sungguh menyakitkan bagi Melati.Melati sadar, jika ini sebuah bentuk kesalahan yang fatal. Namun, hasrat nafsu mengalahkan akal sehat dan mengambil alih semuanya. Melati sering berkhayal, andai saja lebih dulu datang sebelum dinding itu berdiri. Pasti tak akan terjadi seperti ini. Adam akan menjadi miliknya satu-satunya.Cinta dalam hati makin membuncah, tak sanggup Melati bendung. Sering kali dia bermimpi, bisa melewati dan menghancurkan dinding pemisah ini. Setiap kali memandang dinding tebal yang berdiri kokoh itu, hatinya pilu dirundung nestapa. Sayang, dia sudah tertanam dalam sebelum Melati hadir.Entah, sampai kapan rasa ini akan terus bersemayam di hati. Melati tahu ini dosa. Dia juga sangat berharap cinta bisa memudar seiring berjalannya waktu. Tak ada wanita yang mau terjebak cinta pada suami orang. Ingin mundur, tapi tak kuasa, sebab cinta ini sudah begitu dalam. Tak sanggup rasanya jika harus berpisah dengan Adam.Sejujurnya, Melati tak mau menjadi penghancur masa depannya. Andai saja waktu itu mereka tak berjumpa, mungkin tak akan seperti ini. Menjadi yang kedua pasti sangat menyakitkan. Melati sadar ada yang lebih utama. Ingin sekali Melati menghancurkan penghalang cinta mereka. Meleburkan dinding yang kokoh itu, meskipun lebih dulu datang dan berkuasa.Melati dan Adam saling cinta, tapi terhalang restu istrinya. Andai saja Melati tahu dari awal kalau Adam sudah beristri mungkin pernikahan terlarang ini tak akan pernah terjadi.Mengapa Mas Adam tak pernah mengatakan yang sebenarnya? Kalau saja tahu dia beristri, aku tak mau menikah dengan pria hidung bangir itu. Nasi telah menjadi bubur. Melati berkata dalam hati.Esok pagi, Melati mengerjap karena cahaya matahari menerobos masuk jendela. Matanya sebenarnya begitu berat untuk dibuka. Melati masih mengantuk karena semalam tidur sudah sangat larut. Napas dia embuskan dengan kasar. Dengan malas Melati bangun dan melangkah keluar kamar menuju kamar mandi.Melewati dapur untuk ke kamar mandi.“Anak gadis bangun, kok, matahari sudah tinggi. Gimana bisa cepet dapat jodoh, jodohnya dipatok ayam.” Ibu menggoda Melati ketika dia hendak masuk ke kamar mandi.Melati menoleh dan tersenyum. Ah, Ibu ... tidak tahu kalau anaknya ini sudah mendapat jodoh meskipun dia tidak lagi single.Tanpa menanggapi perkataan Bu Halimah Melati masuk kamar mandi dan menutup pintu. Melati bersender di balik pintu sambil menumpahkan kesedihan. Napas terasa sesak, cairan hangat pun mengalir membasahi pipi.Tuhan ... ampuni Hamba karena telah berbohong pada Ibu. Hamba tak berani berkata jujur kalau sudah menikah, karena hanya menikah siri dan bukan dengan pria single.Melati sege
Malam ini, Melati duduk di teras rumah bersama Bu Halimah. Menyaksikan kerlap-kerlip bintang di langit. Ya, suasana di rumah Melati ini memang tidak begitu ramai, karena rumahnya jauh dari jalan raya. Hanya jalan kampung kecil dan masih banyak pepohonan di sekitar. Jika malam, suasana hening dan terdengar suara jangkrik, yang sudah tidak terdengar di Kota Surabaya.“Melati, kapan kamu mau menikah?”Pertanyaan Bu Halimah sontak membuat Melati terkejut.Melati langsung menoleh.Aku harus menjawab apa atas pertanyaan Ibu? Aku sudah menikah meskipun hanya siri. Melati berkata dalam hati.“Melati kenapa diam? Ibu berniat menjodohkanmu dengan Rehan, anak Bi Minah yang rumahnya di pojok kampung sana.” Bu Halimah menunjuk ke arah utara.Melati masih bergeming, menunggu Bu Halimah melanjutkan perkataannya.“Dia anak yang baik, udah mapan, dan umurnya juga sudah matang. Dia juga berniat cari jodoh kata ibunya. Kamu kenal dia, ‘kan?” lanjut Bu Halimah.Melati menelan ludah, kemudian menghela nap
Keesokan harinya Melati memutuskan untuk pulang kampung sebentar. Dia ingin menenangkan diri. Selain itu juga kangen pada ibunya. Semalam Melati langsung memesan tiket kereta api secara online. Untung saja langsung ada.Pagi ini, Melati segera menuju stasiun Gubeng. Dia akan pulang menggunakan jasa kereta api.Setelah tiba di stasiun, dia berjalan menyusuri emperan stasiun. Orang-orang berlalu-lalang memenuhi emperan. Hendak pulang dan pergi. Menyatu dengan tukang asongan, penjaja koran, dan penjual makanan serta minuman. Hari masih sangat pagi saat Melati tiba di stasiun. Kereta tidak terlalu penuh, mungkin karena belum banyak orang yang hendak bepergian, mungkin juga memang bukan hari libur besar ataupun hari raya. Melati bernapas lega, karena bisa duduk santai sepanjang perjalanan. Dia bergegas masuk ke gerbong kereta.Tak lama kemudian, kereta api pun berdecit, melaju meninggalkan Kota Surabaya. Dia memandang ke luar jendela kereta. Menghirup napas dalam. Dia tidak izin pada Adam.
“Melati, Aisyah sedang sakit. Dia nggak boleh dengar kabar menyakitkan. Kalau aku cerita yang sesungguhnya di saat dia drop, aku takut dia akan tersiksa.” Adam mendekap Melati dari belakang.Mendengar pengakuan Adam, Melati hanya terdiam. Menahan isak tangis. Dada Melati teramat sesak. Kalau dia takut istrinya tersakiti, kenapa bermain api? Apakah dia tidak memikirkan Melati yang juga menderita karena hubungan tersembunyi ini? Mengapa hanya istri pertamanya saja yang perlu dijaga perasaan hatinya?“Pergi saja kamu, Mas. Jangan pernah ke sini lagi! Sebaiknya kita memang berpisah.” Suara Melati bergetar menahan amarah.“Sayang jangan pernah minta berpisah. Aku nggak mau. Sabarlah sebentar, saat ini Aisyah sedang sakit. Kondisinya benar-benar drop, karena itu aku harus menjaga perasaannya.” Adam menggenggam tangan Melati.“Memangnya sakit apa dia, Mas?” tanya Melati.“Gejala ginjal,” jawab Adam lirih.Mata Melati membelalak tak percaya. Ginjal? Begitu parahkah, sehingga Adam begitu khaw
Genap satu bulan tak ada kabar dari Melati. Jiwa Melati sungguh dirundung pilu. Rasa rindu kian bergelora. Melati ingin meneleponnya kembali, tapi takut jika yang menerima istrinya.Sementara itu hubungan Melati dengan Dion makin dekat. Namun, sejauh ini pria berkulit putih itu tak mengerti kalau Melati seorang istri simpanan. Sementara Dion, sudah mengurus perceraian dengan istrinya. Dia sudah tak sanggup bertahan dengan sang istri yang pengkhianat. Ya, dikhianati berkali-kali oleh orang terkasih pasti rasanya sangat menyakitkan. Mungkin itu yang terjadi pada Aisyah, istri Adam.Sore ini, sepulang dari bekerja Melati duduk di teras. Menunggu kehadiran Adam, walaupun tak yakin pria itu akan datang. Akan tetapi, berharap tidak masalah. Itu yang ada di pikiran Melati.Ketika Melati sedang melamun, tiba-tiba terdengar deru mobil berhenti tepat di halaman. Kemudian, muncullah sosok pria turun dari mobil. Dia tersenyum ke arah Melati. Ternyata dia Dion, Melati pikir tadi Adam. Lagi-lagi se
[Hallo, Mbak masih di situ? Apa maksud Mbak, kalau istrimu? Apa Mbak kenal dengan suami saya, Mas Adam?] Suara dari seberang. Melati tetap membisu. Tak tahu harus menjawab apa. Kemudian, samar-sama terdengar seorang pria berucap. Sepertinya suara Adam. “Ma, ayo makan dulu. Ini buburnya sudah siap.” “Pa, apa kamu punya istri lain selain Mama?” “Apa maksud kamu, Ma? Sudah jangan tanya macem-macem, Mama lagi sakit. Ayo makan dulu, papa suap.” Hati Melati teramat sakit mendengar percakapan Adam dengan istrinya. Sakit apakah Mbak Aisyah, sampai makan pun harus dilayani? Batin Melati. Dia terus mendengarkan lewat telepon yang masih tersambung. “Pa, jawab jujur! Apa Papa selingkuh? Barusan ada yang menghubungi Papa dan bilang istri Papa!” Suara wanita itu terdengar bergetar diiringi isak tangis. “Mama ngomong apa, sih? Nggak ada wanita lain di hati papa. Jangan pernah berpikir macem-macem.” Mendengar jawaban Adam, segumpal daging dalam dada Melati berdenyut nyeri. Melati langsung mem