Hari Minggu, Melati sengaja tidak membangunkan Adam karena memang libur. Saat di Surabaya begini, Adam tidak terlalu sering pergi ke kantornya, karena memang hanya kantor cabang. Adam hanya memantau sesekali. Melati pun masuk kembali ke kamar sambil membawa secangkir kopi untuk Adam.
Terlihat Adam menggeliat. Lalu, matanya mengerjap dan tersenyum saat melihat wajah cantik Melati.“Udah bangun Mas?” Melati melangkah ke ranjang dan duduk di pinggir ranjang.Adam duduk dan bersender di dinding, lalu meraih tubuh Melati dan memeluknya. Lalu, mencium kedua pipi Melati bergantian.“Terbangun karena mencium aroma kopi yang harum. Dan langsung nggak ngantuk karena lihat wajah istriku yang udah seger ini.” Adam mencubit hidung Melati dengan gemas.“Ish, apa sih Mas? Gombal tahu! Udah sana mandi dulu, bau kecut,” seru Melati.“Iya, sebentar. Aku minum kopi dulu biar segar.” Adam tersenyum genit pada Melati.Melati hanya membalas dengan senyuman. Wanita itu menatap wajah tampan suaminya yang sedang minum kopi. Lalu, dia pun berlalu ke kamar mandi. Melati hanya menggeleng-geleng melihat tingkah suaminya.Saat Adam sedang mandi, tiba-tiba ponsel Adam berdering. Melati membiarkannya, karena dia tak pernah lancang memegang ponsel suaminya itu. Namun, karena tak juga kunjung berhenti, Melati pun mengambil ponsel Adam yang tergeletak di nakas. Namun, kening Melati berkerut saat melihat nama yang tertera di layar ponsel suaminya. “Mama Aisya”, tetapi Melati berpikir mungkin itu nama dari mamanya Adam. Tanpa berpikir ulang, Melati pun menekan tombol warna hijau di ponsel suaminya.“Assalamualaikum, Pa, kok, lama banget sih diangkatnya? Pasti kesiangan ya? Kebiasaan kalau hari Minggu nggak pernah bangun pagi.” Terdengar suara dari seberang yang membuat Melati terkaget.Kening Melati mengkerut. Pa? Memangnya siapa yang telepon suaminya? Melati bertanya dalam hati. Atau jangan-jangan benar yang dibilang Reina, kalau sebenarnya suaminya sudah berkeluarga? Melati menarik napas dalam. Dadanya terasa begitu sesak.“Halo, Pa. Kok, diam saja, sih?” tanya orang di seberang.Bibir Melati kelu, napasnya kembang kempis. Akhirnya, dia pun mematikan sambungan telepon tersebut. Dia tak tahu harus menjawab apa. Dia pun tak tahu siapa yang menelepon suaminya itu. Kenapa panggilannya begitu pada Adam? Bersamaan dengan Adam yang keluar dari kamar mandi. Melati pun segera menghapus air matanya yang mengalir membasahi pipi.“Sudah selesai mandinya Mas?” tanya Melati sambil tersenyum berusaha menutupi kesedihannya.“Iya, mandi harus kilat dong. Kan, pengen cepat-cepat menghabiskan waktu berdua dengan kamu,” ucap Adam sambil tersenyum.Entah, Melati tak merasa bahagia seperti biasanya saat mendengar rayuan dan gombalan dari Adam. Melati merasa Adam menyembunyikan sesuatu. Lalu, dia pun segera berlalu, dia mengatakan akan menyiapkan sarapan untuk mereka.“Oh iya Mas, aku ke dapur dulu, mau masak. Oh iya barusan ada yang telepon saat kamu mandi, tapi nggak tahu siapa.” Melati pura-pura tidak tahu siapa yang menelepon suaminya itu, supaya Adam tidak curiga kalau Melati sudah mendengar siapa yang menelepon Adam tadi.“Kok, nggak kamu angkat?” tanya Adam sok polos.“Nggaklah, kan, teleponnya ke kamu, siapa tahu penting, kamu telepon balik gih,” ucap Melati.Adam pun hanya mengangguk. Lalu, dia mengecek ponselnya dan matanya membelalak saat melihat bekas panggilannya tadi. Adam merasa kalau tadi teleponnya diterima oleh Melati, tapi saat Adam hendak bertanya ternyata Melati sudah keluar dari kamar. Kemudian, Adam pun menghubungi nomor Aisyah. Sementara, Melati masih berdiam di balik pintu kamar, dia ingin mendengar apa yang dibicarakan Adam dengan orang yang diteleponnya yang tadi memanggilnya dengan sebutan pa.“Assalamualaikum Ma, tadi Mama telepon, ya?” tanya Adam.“Iya, tapi Papa diam saja padahal udah diterima, apa signal susah di sana Pa?” tanya Aisyah dari seberang.Perkataan Aisyah tentu membuat Adam merasa panas dingin. Telepon istri sahnya tadi sudah diterima, tetapi tak ada suara. Atau jangan-jangan Melati sudah menerimanya? Adam bertanya dalam hati. Namun, Adam segera menepis pikiran buruk tersebut.“Tadi, Papa habis mandi Ma, jadi belum sempat ngomong, terus Papa matiin.” Adam terpaksa berbohong.“Kirain kenapa Pa. Papa Anindya nanyain Papa terus, boleh ya Mama ajak Anindya ke Surabaya?” tanya Aisyah.“Eh, ja-jangan Ma, Papa, kan, lagi kerja. Kalaupun Mama sama Anindya ke sini, Papa nggak mungkin bisa ajak Mama jalan-jalan.” Adam berusaha mencegah istri sahnya itu datang ke Surabaya.“Ya udah kalau gitu, nanti Mama kasih penjelasan ke Anindya.” Aisyah terdengar pasrah.“Ya udah Ma, Papa lagi sibuk. Nanti lagi kita sambung, ya,” ucap Adam.Lalu, Adam pun mengakhiri panggilan teleponnya itu. Adam tidak sadar jika Melati mendengar semua percakapannya dari balik pintu. Air mata Melati tak bisa ditahan lagi. Dia begitu kaget dan syok dengan apa yang didengar, bahkan saat mendengar panggilan Mama dan Papa serta menyebut nama seseorang. Kenapa kamu harus berbohong dan menipuku Mas? Melati bertanya dalam hati. Melati menarik napas dalam. Untuk saat ini dia akan diam dulu, menunggu waktu yang pas untuk bertanya pada Adam. Melati harus bisa mengecek ponselnya, dia ingin mengetahui rahasia yang disembunyikan Adam darinya.Melati pun segera menghapus air matanya dan bergegas menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Meskipun dadanya begitu sesak setelah mendengar kenyataan yang baru dia tahu, tetapi dia berusaha untuk bersikap biasa saja. Melati tidak boleh gegabah. Bisa jadi wanita yang dipanggil Mama tadi memang sahabatnya dan itu panggilan sayang mereka berdua. Dan Adam juga pernah berkata kalau anaknya itu sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Itu yang Melati ingat. Melati pun menarik napas dalam.Cukup lama Melati bergelut di dapur, setelah beberapa saat akhirnya selesai juga. Dia segera memanggil Adam. Mereka pun menikmati sarapan dengan hikmat, tak ada candaan yang dilontarkan Melati pada Adam. Adam merasa ada yang aneh.“Sayang, kamu kenapa? Kok, tumben diam, nggak kayak biasanya.” Adam menatap Melati dengan dalam.“Mas, kenapa kamu nggak jujur aja padaku?” tanya Melati tanpa melihat ke arah Adam.“Apa maksudmu? Aku nggak ngerti Mel.” Adam menghentikan aktivitas makannya dan mengangkat dagu Melati. Melati pun hanya terdiam, matanya sudah berkaca-kaca.“Kamu nangis?” tanya Adam. “Sayang, kamu kenapa? Jangan diam saja kayak gini,” ucap Adam.Melati langsung menangkis tangan Adam dengan kasar. Lalu, Melati berdiri dan meninggalkan Adam. Melati tak melanjutkan sarapannya, hatinya terlalu sakit hingga nafsu makannya langsung menguap begitu saja. Adam yang bingung dengan sikap Melati langsung berlari mengejar Melati yang keluar menuju balkon.“Sayang, kamu sebenarnya kenapa?” tanya Adam.“Nggak usah pura-pura nggak ngerti Mas! Sampai kapan kamu akan berbohong dan menutupi semuanya?! Jangan dikira aku bodoh dan nggak ngerti apa-apa!” sentak Melati.“Sayang, coba kamu bicara pelan-pelan dan jangan sambil marah-marah nggak jelas gini,” ucap Adam dengan tenang.“Apa katamu? Aku marah-marah nggak jelas? Aku marah padamu Mas! Kenapa marah? Karena kamu sudah menipuku! Kamu pikir aku nggak dengar pembicaraan kamu di telepon tadi? Bahkan aku lihat siapa yang nama yang tertera di layar ponselmu! Aku menerima panggilan itu dan mendengar dia memanggilmu Pa! Panggilan Pa itu sudah membuktikan kalau dia itu istrimu!” Melati begitu murka pada Adam. Dia memukul-mukul dada Adam.“Penipu kamu Mas! Penipu!” sentak Melati sambil mendorong tubuh Adam.“Sayang, dengarkan penjelasanku dulu.” Adam mendekap erat tubuh Melati. Melati berusaha untuk berontak, tetapi kalah karena tubuh Adam lebih besar dan tenaganya lebih kuat.“Lepas Mas! Lepas! Aku benci kamu!” sentak Melati.“Mel, kamu kenapa? Coba bicara baik-baik, yang tenang.” Adam berusaha membujuk Melati.“Nggak ada yang perlu dibicarakan baik-baik Mas! Aku benci kamu! Benci!” teriak Melati.Adam benar-benar bingung dengan sikap Melati yang tiba-tiba marah-marah tidak jelas. Lalu, Melati kembali masuk ke kamar, lalu kembali dengan membawa ponsel Adam. Lalu, Melati menunjukkan sesuatu yang membuatku tak bisa berkutik.“Mama Aisyah. Siapa dia Mas? Istrimu, kan?” tanya Melati dengan suara bergetar.Adam hanya bisa terdiam. Dia tak tahu harus menjawab apa. Adam tak bisa lagi mengelak. “Kamu nggak bisa jawab, Mas? Dasar penipu kamu! Kamu bilang aku satu-satunya istrimu, satu-satunya wanita yang kamu cinta! Terus wanita bernama Aisyah ini apa nggak kamu cintai?” Melati menatap tajam Adam.Lalu, Melati kembali menunjukkan sesuatu yang membuat Adam membeku.“Lihat ini Mas! Ini yang kamu bilang sahabatmu dan anaknya? Kalian terlihat bahagia sekali. Keluarga yang begitu harmonis.” Melati tersenyum kecut. Tanp
Suara Aisyah saat di telepon terus terngiang di telinga Melati. Dia benar-benar merasa menjadi seorang penjahat. Melati melihat foto yang dikirimkan Reina ke HP-nya. Foto Adam dengan seorang wanita berjilbab, serta bocah perempuan kecil. Mereka tampak seperti keluarga bahagia. Kemudian, Melati mengirimkan pada Adam. “Mas, lihatlah, kalian seperti keluarga bahagia. Bagaimana perasaan istri pertamamu jika tahu kamu di sini berselingkuh?” Air mata Melati menetes saat mengirimkan pesan itu pada Adam.Kebetulan Adam belum pulang ke Sidoarjo, dia sekarang masih di kantor cabangnya yang ada di Surabaya. Adam memang sudah berjanji akan menemani Melati sekitar dua bulanan.Kemudian, ponsel Melati bergetar, sebuah notifikasi pesan dari Adam masuk di ponsel Melati.“Sayang, kamu ngomong apa, sih? Itu cuma sebuah foto. Foto yang diambil diam-diam oleh sahabatmu. Asal kamu tahu, aku lebih bahagia bersama kamu, Melati. Aku nggak nyaman dengan Aisyah,” balas Adam.“Sudahlah, Mas, jangan membuatku s
Sesampai di rumah, Melati langsung disambut oleh Adam. “Sayang, aku nggak mau kamu kayak gini. Anggap saja aku hanya milikmu.” Adam meraih tangan Melati dan hendak menciumnya, tetapi Melati menolak. “Nggak usah pegang-pegang, Mas! Aku muak sama kamu! Talak aku, Mas! Bebaskan aku! Aku nggak mau menjadi pelakor!” sentak Melati. “Melati, aku nggak akan pernah menalakkmu! Aku sangat mencintaimu.” Adam terus membujuk Melati. Melati menatap Adam dengan tajam. “Kamu jangan egois, Mas! Jangan serakah!” sentak Melati. “Mel, beri aku waktu untuk mengatakan hubungan kita ini pada Aisyah. Aku akan menceraikan dia. Aku nggak bahagia hidup dengannya. Aku lebih nyaman denganmu, Mel.” Adam merengkuh Melati. Melati berusaha melepas pelukan Adam, tetapi tak bisa. “Mel, jangan pernah memintaku untuk pergi. Aku nggak bisa kehilangan kamu, Sayang. Aku begitu mencintaimu,” ucap Adam. Lalu, dia mencium kening Melati. Melati akhirnya hanya bisa pasrah. Jika boleh jujur, Melati memang tak mau berpisah
Setelah Adam dan Melati berdebat, lagi-lagi Melati luluh. Adam pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Saat Adam masih di kamar mandi, ponsel Adam yang diletakkan di atas meja berdering. Melati mengernyit saat melihat nama yang tertera di ponsel Adam. Sama seperti beberapa waktu lalu. Awalnya, Melati ragu untuk menerimanya, tetapi karena tak kunjung berhenti, Melati pun menerimanya. “Halo,” ucap Melati, tapi tak ada jawaban. “Halo, ada yang bisa saya bantu?” tanya Melati lagi. Namun, tak ada jawaban. Melati yakin orang yang ada di telepon itu pasti syok karena mendengar suaranya, Melati ingin mengatakan yang sejujurnya, tetapi dia masih punya hati. Saat Melati ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba Adam mengambil ponselnya yang masih di telinga Melati. Dan langsung mematikan sambungan teleponnya. “Kenapa kamu ambil paksa teleponnya Mas? Oh, kamu takut kalau istri sahmu tahu kelakuan suaminya di sini?” tanya Melati dengan tatapan tajam. “Melati, nggak gitu. Tapi, bukan saa
Keesokan harinya, Adam pun pergi meninggalkan Melati. Meskipun Melati tak rela Adam pergi, tapi dia tak bisa menuntut lebih. Melati sadar dengan statusnya. Toh, Adam pulang ke Sidoarjo karena Anindya. Andai bisa, Melati ingin ikut ke Sidoarjo, toh Sidoarjo dan Surabaya tak terlalu jauh. Melati bisa juga PP dari tempat kerjanya ke Sidoarjo. Sayangnya Adam melarangnya. Mungkin dia takut Aisyah tahu.Adam pun meninggalkan Melati dengan rasa bersalah. Selama dalam perjalanan, pikiran Adam terpecah. Berkali-kali ponselnya berdering, tapi Adam abaikan. Karena Adam yakin itu telepon dari Aisyah.“Aisyah ini nggak sabaran banget, sih, jadi orang! Udah tahu aku nyetir, lagi di perjalanan. Udah tahu perjalanan dari Surabaya ke Sidoarjo berapa lama. Harusnya nggak usah telepon-telepon terus!” Adam terus menggerutu.Setelah berkali-kali berdering, akhirnya ponselnya pun berhenti. Adam merasa lega.Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan, Adam sampai juga di rumahnya. Dia segera turun dari mobilnya.
“Siapa, Pa? Kenapa harus sembunyi saat telepon?” tanya Aisyah.Tentu saja Adam gelisah. Dia langsung mematikan sambungan teleponnya.“Ini lo orang perusahaan, tapi nggak penting-penting banget, kok, Ma. Udah, yuk nggak usah bahas yang lain. Bahas kita aja.” Adam mencoba tersenyum dan bersikap biasa.Aisyah pun menurut apa kata Adam. Mereka kembali ke balkon kamar dengan bergandengan tangan. Aisyah hanya berharap apa yang dikatakan Adam memang benar adanya, tidak berbohong.“Pa, aku hanya takut apa yang dibilang Bude benar adanya.” Aisyah menatap Adam ketika sudah berada di balkon.“Memang apa kata Bude, Ma?” tanya Adam.“Ya, kamu di sana punya selingkuhan, makanya betah di sana. Tapi, aku yakin kamu nggak kayak gitu. Kamu sangat mencintaiku dan menyayangi Anindya, jadi nggak mungkin kalau punya selingkuhan.” Aisyah tersenyum menatap Adam.“Nggak usah didenger apa yang dibilang Bude, Ma. Papa di sana itu kerja, ngurus perusahaan cabang.” Adam tersenyum.“Tapi, bisa nggak, kalau misal p
Sementara Melati, semenjak tahu kalau dirinya hanya istri simpanan, dia tak banyak menuntut. Meskipun Adam lama tak mengunjunginya, Melati pun tidak protes. Dia sadar diri. Melati juga merasa bersalah pada Aisyah. Seperti sekarang ini, jika Adam tidak menghubunginya, Melati tidak menghubunginya seperti dulu saat belum tahu status Adam. Sekarang, Melati harus bisa menghargai istri sah Adam. Meskipun hatinya teramat sakit jika mengingat Adam bersama istri sahnya. Akan tetapi, dia tak bisa berbuat banyak.“Mas, sampai kapan kita akan menjalani hubungan secara sembunyi begini? Aku istrimu juga,” ucap Melati pada dirinya sendiri.Melati menarik napas dalam, air matanya mengalir membasahi pipinya. Hati Melati begitu nyeri. Napasnya terasa sesak, tak sanggup lagi rasanya menjalani pernikahan ini. Berkali-kali Melati ingin menyerah dan pergi dari kehidupan Adam, tetapi pria itu selalu melarang. Dia tak mau kehilangan Melati, tapi juga takut berpisah dengan istri sahnya. Pria memang makhluk
Waktu terus berjalan seperti biasa. Melati masih belum menemukan titik terang. Saat dia sedang meratapi nasibnya di balkon kontrakannya, terdengar suara klakson mobil. Melati mengerutkan keningnya, mungkinkah itu Mas Adam? Melati bertanya dalam hati.Melati pun segera menghapus air matanya dan segera keluar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata benar Adam datang. Satu bulan waktu yang begitu lama bagi Melati. Saat melihat Adam, Melati langsung menghambur ke pelukan Adam. Adam pun mengeratkan pelukannya. Dia begitu merindukan Melati.Melati terus terisak di dekapan Adam. Meskipun dia merasa ditipu oleh Adam. Namun, entah kenapa wanita itu tak bisa marah pada Adam. Apa mungkin karena rasa sayangnya yang begitu besar pada Adam?“Mas … aku lebih baik menyerah dan pergi dari hidupmu.” Melati tiba-tiba mengurai pelukan dan menatap Adam.“Hei, apa maksudmu? Aku baru saja nyampe kamu udah ngomong yang tidak-tidak.” Lagi, pria berambut hitam lurus ini merengkuh dan mencium kening Melati de