LOGIN"Ssillahkan Pak," jawab Dea sedikit gugup.
Gibran dan Rio tanpa bicara lagi langsung duduk berhadapan dengan Ashana dan Dea. Mereka seakan dua pasangan sejoli yang lagi double date. "Tumben Pak Gibran dan Pak Rio makan di kantin ya," bisik beberapa karyawan yang hadir di kantin dan menyaksikan pemandangan langkah ini. "Mau pesan apa Bos? Biar saya pesankan," tanya Rio ke Gibran. "Saya mau kopi hitam saja." "Makanannya apa?" "Tidak usah." Rio hanya menurut saja perintah sang bos dan berangkat untuk memesan makan siang. Sementara itu Ashana pura-pura tidak peduli omongan suaminya dengan sibuk menyuapi dirinya gado-gado. Pak Rio asisten CEO : Pak, tolong belikan Pak Gibran makanan karena sepertinya dia belum pernah makan sampai saat ini sejak semalam. Belikan yang ia sukai walau ia tidak mau. Ashana mengirimkan pesan secara diam-diam ke Rio. Tanpa Ashana sadari, Gibran diam-diam memperhatikan gerak-gerik istrinya. "Ca, aku ke toilet bentar ya," ujar Dea. "Aku temenin ya," ucap Ashana dengan cepat karena ia tidak mau tinggal berduaan dengan Gibran saja walau di sekelilingnya banyak orang. "Tidak usah, temani Pak Bos saja. Kasian tinggal sendiri," bisik Dea lalu pergi begitu saja tanpa menunggu respon Ashana lagi. Terpaksa Ashana dan Gibran tinggal berdua dan hampir semua yang ada di kantin mencuri-curi pandangan ke mereka berdua. Ashana sibuk mengaduk-aduk gado-gadonya sambil tertunduk sementara Gibran sibuk bermain ponsel. "Teman kamu kemana?" tanya Rio yang ternyata sudah datang. "Lagi ke toilet dulu," jawab Ashana. "Kenapa kamu belikan saya makanan?" tanya Gibran karena seingatnya ia hanya memesan kopi saja. Rio menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ashana, yang meminta saya membelikan Bos makanan karena katanya Bos belum makan apa-apa hari ini," bisik Rio. Gibran langsung melirik Ashana yang menyuapi dirinya gado-gado lagi. Gibran pun tidak protes lagi dan hanya menerima makanan yang Rio pesan. Mereka pun makan siang bersama dan tak lama Dea juga sudah datang. "Balik yuk," bisik Ashana ke Dea. "Mau ninggalin Pak Gibran?" tanya Dea berbisik juga. Ashana hanya mengangguk sebagai jawaban. Dea pun memberi kode ke Ashana untuk pamitan ke bos sekaligus suami Ashana. "Hmm, kami sudah selesai makan siang. Kami pamit duluan ya Pak," ujar Ashana pelan. Gibran mengangkat wajahnya menatap sang istri dan menjawab dengan anggukan. Ashana dan Dea pun langsung meninggalkan bos mereka dan asistennya. Kembalinya di ruangan mereka,Ashana dan Dea langsung diserbu pertanyaan oleh teman-temannya gara-gara mereka berdua makan satu tempat duduk dengan CEO. Ada yang memotret mereka dan foto mereka langsung beredar di grup-grup. "Jawab dong, bagaimana rasanya makan sama CEO?" tanya teman Ashana lagi karena Ashana maupun Dea belum menjawab dari tadi. "Kalau saya si menegangkan banget, kayak lagi di introgasi padahal Pak Bos tidak bicara apa-apa. Entah kalau Ashana merasakan apa," ujar Dea. "Ya sama saja yang dirasakan Dea," jawabnya asal padahal ya biasa saja. Ia hanya takut rahasianya diketahui orang saja. "Beruntung banget bisa makan siang bareng Pak Bos." "Dih, beruntung apanya si? Kalian pikir Pak Bos itu Idol gitu? Kalau saya bisa makan sama Do kyungsoo baru itu namanya beruntung," ujar Ashana. "Siapa itu Doh-doh?" Mata Ashana langsung membulat kala mendengar suara yang familiar ditelinganya. Sementara temannya langsung buru-buru bubar seakan pura-pura tidak terjadi sesuatu. Hanya Ashana yang berdiri mematung lalu pelan-pelan balik badan. Ia langsung melihat Gibran dan Rio berdiri dihadapannya. Ashana langsung nyegir masam dan menggigit bibir bawahnya menatap sang bos. Rio ikut tersenyum menatap Ashana tapi senyum Rio seakan mengisyaratkan meledek Ashana. Sementara Gibran hanya diam dengan muka dinginnya menatap sang istri. "Kenapa tidak jawab pertanyaan saya yang tadi?" tanya Gibran. "Pertanyaan yang mana ya Pak?" Ashana malah balik bertanya sambil nyengir. "Saya tidak suka mengulang ucapan untuk kedua kalinya." Rio memberi kode lewat mulutnya ke Ashana. Untung Ashana bisa langsung memahami maksud Rio. "Oh, Do Kyungsoo itu orang Korea Pak Bos tapi...." "Lebih baik kamu pikirin pekerjaan kamu itu daripada mikirin cowok Korea,Ashana," ujar Gibran dengan suara dingin nan berat memotong ucapan Ashana yang belum selesai tadi. "Iya siap Pak," jawab Ashana sedikit lesu. "Kalian kalau mau lulus dengan nilai yang baik, fokus bekerja. Jangan main-main apalagi malah sibuk mikirin pria di jam kerja," ujar Gibran dengan tegas lalu meninggalkan Ashana dan yang lain untuk kembali ke ruangannya. Ashana pun berjalan lesu kembali ke kursinya. Dea memberikan semangat ke sahabatnya yang barusan kena teguran oleh bos mereka. Setelah itu Ashana pun kembali fokus bekerja bersama yang lain sampai tak terasa jam pulang pun selesai. Satu persatu para karyawan dan anak magang pulang. Dea sudah lebih dulu pulang karena di jemput oleh Ayahnya. Ashana pun berjalan seorang diri keluar dari gedung ini. Ia mengendarai motornya meninggalkan perusahaan. Sore hari ini, ia memutuskan untuk pergi mencari kakaknya. Walau ia tidak tau kemana harus mencari Aliyah tapi Ashana tetap nekad mencari sang kakak. Walau Ashana kesal sama perilaku kakaknya yang tiba-tiba kabur menjelang pernikahan tapi Ashana juga mengkhawatirkan kakaknya. Ashana hanya menelusuri jalanan berharap ia bisa tiba-tiba melihat kakaknya. Tak terasa sudah jam 8 malam, Ashana belum menemukan petunjuk apapun sehingga ia pun memutuskan untuk pulang saja dulu. Masih ada hari esok untuk mencari kakaknya. Ia bertekad harus menemukan kakaknya dan bertanya langsung apa yang sebenarnya terjadi. "Darimana kamu, baru pulang jam segini?" tanya Gibran saat Ashana memasuki unit mereka. Ashana kaget kala melihat Gibran ternyata sudah pulang dan menggunakan setelah rumah sambil duduk di sofa menatap dirinya. Ia pikir Gibran akan lembur seperti CEO-CEO yang ia nonton makanya ia berani pulang malam. "Saya sudah bilang ya, saya tidak suka mengulangi ucapan yang sama," ujar Gibran lagi dengan suara berat. Ashana tiba-tiba takut menatap tatapan Gibran. Ia menelan salivanya dengan kasar. "Kamu habis ketemuan sama pacar kamu?" tanya Gibran membuat kening Ashana mengkerut."Kenapa Kak Al, tidak ingin pulang? Tidak merindukan Ayah dan Ibu?" tanya Ashana lagi.Aliyah langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bukan begitu Dek tapi untuk saat ini Kakak belum bisa pulang, pasti suasana hati Ayah dan Ibu masih belum stabil. Tunggu semua mereda, Kakak pasti akan pulang ke rumah.""Tapi mereka sudah sangat merindukan Kak Al.""Iya aku tau tapi beri Kakak waktu ya Dek, biar semua tenang dulu. Kak lagi berjuang sama Dewa, setelah itu Kakak akan bawa Dewa ketemu dengan kalian."Ashana menghela nafas lelah, ia tau kakaknya sangat keras kepala. "Baiklah kalau itu mau Kakak tapi setelah ini jangan kabur lagi ya. Kalau ada apa-apa hubungi aku," ujar Ashana dengan mengancam.Aliyah terkekeh melihat sikap adiknya itu. "Iya beres tapi Kakak minta tolong pertemuan kita hari ini jangan sampai bocor ya," ujar Aliyah memohon.Ashana pun mengangguk setuju dengan permohonan kakaknya. Terpaksa obrolan mereka terputus karena Ashana harus pulang agar tidak dicurigai oleh Gi
Setelah membuat alasan main dengan Dea setelah pulang magang, akhirnya Ashana terlepas dari cecaran Gibran. Entah suaminya percaya beneran atau pura-pura yang jelas ia bisa segera pergi dari hadapan Gibran saat ini. Ashana pun melakukan bersih-bersih sebelum istirahat. Sekitar jam 10 malam, Ashana pun memutuskan untuk tidur karena takut bangun telat kalau ia begadang.Sampai Ashana mau tidur, Gibran belum menampakan wajahnya lagi. Entah suaminya kemana, Ashana tidak terlalu peduli juga.***Pagi-pagi Ashana sudah siap berangkat untuk magang lagi, saat keluar kamar ia kaget dengan kehadiran seorang ibu-ibu. Ibu itu tengah menyajikan makanan di atas meja."Selamat pagi Nyonya," sapa ibu itu membuat Ashana sedikit kaget."Eh-panggil Ashana saja Bu," ujar Ashana sambil garuk-garuk kepala."Tidak Nyonya, saya adalah pelayan yang Tuan Gibran pilih. Anda adalah istrinya jadi anda adalah majikan saya," jawab Art itu dengan sopan."Baiklah tapi jangan panggil Nyonya juga, terdengar saya sudah
"Ssillahkan Pak," jawab Dea sedikit gugup.Gibran dan Rio tanpa bicara lagi langsung duduk berhadapan dengan Ashana dan Dea. Mereka seakan dua pasangan sejoli yang lagi double date."Tumben Pak Gibran dan Pak Rio makan di kantin ya," bisik beberapa karyawan yang hadir di kantin dan menyaksikan pemandangan langkah ini."Mau pesan apa Bos? Biar saya pesankan," tanya Rio ke Gibran."Saya mau kopi hitam saja.""Makanannya apa?""Tidak usah."Rio hanya menurut saja perintah sang bos dan berangkat untuk memesan makan siang. Sementara itu Ashana pura-pura tidak peduli omongan suaminya dengan sibuk menyuapi dirinya gado-gado.Pak Rio asisten CEO :Pak, tolong belikan Pak Gibran makanan karena sepertinya dia belum pernah makan sampai saat ini sejak semalam. Belikan yang ia sukai walau ia tidak mau.Ashana mengirimkan pesan secara diam-diam ke Rio. Tanpa Ashana sadari, Gibran diam-diam memperhatikan gerak-gerik istrinya."Ca, aku ke toilet bentar ya," ujar Dea."Aku temenin ya," ucap Ashana den
Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Ashana dan Gibran dirahasiakan. Gibran tidak ingin membuat berita negatif untuk 2 keluarga jika tau mempelainya tiba-tiba diganti.Ashana tidak masalah sama sekali karena ke depannya ia masih bebas bermain tanpa harus pusing dengan status istri seorang CEO. Selama Ashana merasa diuntungkan, dia sama sekali tidak keberatan soal persyaratan yang diajukan Gibran.Hari pertama menjalani kehidupan menjadi seorang istri. Ashana belum melakukan apa-apa karena di rumah Gibran belum ada bahan makanan.Sekitar jam 6 pagi, Ashana sudah rapi dengan pakaian magangnya. Sementara itu Gibran baru bangun dan sedikit kaget melihat ada perempuan di dalam kamarnya."Kenapa ekspresi wajah Bapak seperti itu melihatku? Lupa kalau sudah punya istri?" tanya Ashana kala tengah menyisir rambutnya dan melihat Gibran dari pantulan cermin meja rias."Tidak, saya hanya kaget melihat kamu sudah rapi jam segini," elak Gibran."Harus dong karena nanti saya telat kalau berangkatny
2 keluarga itu baru tau kalau ternyata, Ashana dan Gibran sudah saling kenal. Mereka ternyata bos dan anak magang di kantor setelah mengintrogasi sebentar.Setelah introgasi mendadak selesai, baru akan dilakukan pemasangan cincin nikah. Kedua keluarga inti sudah berada di dalam kamar untuk menyaksikan momen ini.Pengantin baru ini duduk berhadapan diatas tempat tidur. Gibran, sudah menjulurkan tangannya karena Ashana akan menyematkan cincin nikah dijari manisnya.Setelah menyematkan cincin di jari Gibran, Ashana diminta mencium tangan sang suami. Ashana menurut saja dan Gibran hanya diam tanpa ekspresi saat Ashana mencium tangannya."Sekarang giliran kamu Bang, yang menyematkan cincin di jari istrimu," titah bu Ratna, mama Gibran."Maaf Ma, aku tidak bisa," ujar Gibran akhirnya berbicara."Apa maksud kamu bicara begitu?" tanya pak Esa dengan suara sedikit meninggi.Sementara orang tua Ashana saling menggenggam memberi kekuatan satu sama lain karena takut putri bungsunya dipermainkan.
Subuh-subuh Ashana, sudah bangun lebih awal dari biasanya. Setelah mandi, ia bersiap menuju kamar kakaknya untuk melihat persiapan sang kakak.Namun, langkah kakinya terhenti kala melihat orang tuanya, om dan tantenya kini duduk melingkar di ruang keluarga lantai 2. Ashana dengan ceria dan semangat menghampiri mereka."Selamat subuh semuanya," sapa Ashana dengan ceria.Mereka langsung menoleh menatap Ashana yang tampak bahagia itu. Ashana kaget kala melihat wajah murung mereka khususnya sang ayah."Kalian kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Ashana mulai khawatir melihat raut wajah keluarganya."Duduk dulu Cha," titah sang ibu."Ada apa Bu? MUAnya belum datang atau Kak Al belum bangun?" tanya Ashana.Ibunya menggelengkan kepalanya pelan. Ashana mulai semakin bingung sekaligus khawatir."Calon suami Kak Al kabur?" tanya Ashana lagi."Bukan tapi Aliyah lah yang kabur," ujar Effendy, om Ashana sekaligus kakak pak Aris." Apa Om? Kak Al kabur?" tanya Ashana kaget sampai intonasinya meninggi.







