LOGINGibran langsung menjauhkan wajahnya dengan tenang dari Syakilla saat Rio memergoki mereka. Sementara Ashana terus menunduk malu seakan baru ketahuan berbuat mesum padahal tidak terjadi apa-apa.
"Maaf Bos, saya mengganggu. Cuman mau mengantar kopi ini saja," ujar Rio menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil memperlihatkan secangkir kopi yang ia bawa. "Letakan saja diatas meja," titah Gibran sambil berjalan ke kursinya. "Kamu ... Kembali bekerja," titah Gibran lagi menatap Ashana yang sudah ikut menatapnya. "Baik Pak, saya permisi dulu," ujar Ashana lalu ia keluar dengan perasaan jengkel. "Dasar Bos Sedeng, ngapain panggil saya ke ruangannya kalau cuman seperti itu," gerutu Ashana sambil menendang-nendang udara melampiaskan emosinya. Ashana pun kembali ke ruangannya dan memulai bekerja sampai jam 5 sore baru mereka pulang kerja semua. Ashana sampai di rumahnya dengan langkah yang lunglai karena lelah bekerja. Suasana rumahnya lagi ramai-ramainya karena besok kakaknya akan menikah. Ia juga sudah minta izin besok tidak masuk magang ke penanggung jawabnya. "Sayang, baru pulang?" tanya Mita, ibu Ashana menyambut sang putri bungsu. Ashana mengangguk lemah. "Sana sapa keluarga-keluarga yang baru datang," titah bu Mita. "Boleh nanti saja nggak Bu? Acha capek banget, mau bersih-bersih dulu," ucap Ashana. "Boleh sayang, ya sudah kamu ke kamar kamu saja istirahat. Nanti saja kamu sapanya pas makan malam bersama." Ashana kembali mengangguk pelan. "Kak Aliyah mana Bu?" Ashana menanyakan keberadaan sang kakak sekaligus calon pengantin. "Ada di kamarnya, sejak tadi tidak keluar mungkin lagi istirahat untuk acara besok." Setelah itu Ashana mencium pipi sang ibu lalu pamit ke kamarnya. Saat menuju kamarnya ia melirik pintu kamar sang kakak yang tertutup rapat. Setelah makan malam selesai dan Ashana sudah menyapa sanak keluarga yang hadir ia pamit keluar dulu. Ia ingin ke mini market yang tak jauh dari rumahnya untuk membeli cemilan. Seorang wanita berusia sekitar 45 tahunan tengah berjalan menaiki anak tangga rumahnya dan menuju salah satu kamar putrinya. Ia membuka pintu kamar sang putri sulung yang tak terkunci. Namun, saat memasuki kamar tersebut, ia tidak menemukan sang calon pengantin, ia pun memanggil-manggil nama sang anak. Setelah merasa ada yang janggal, bu Mita langsung memanggil sang suami, tak lama pak Aris pun datang. "Ayah, Aliyah tidak ada di kamarnya," ujar bu Mita panik. "Maksudnya?" Pak Aris sembari mengecek toilet sang putri. "Tidak ada Yah, Ibu sudah mencarinya dan Aliyah tidak ada." "Coba Ibu telfon, mungkin lagi keluar sama temannya atau lagi dikamar Acha." "Sudah Ayah tapi ponselnya tidak aktif. Acha kan lagi ke minimarket dan belum pulang." Bu Mita semakin panik. Pak Aris berjalan cepat menuju lemari Aliyah dan ketakutannya pun terjawab. Lemari sang putri beberapa baju ada yang kosong serta tempat penyimpanan barang berharga lainnya juga ikut kosong. Bu Mita yang melihat hal itu langsung histeris dan jatuh pingsan membuat ia harus di tolong oleh beberapa sanak keluarga yang hadir. Beberapa menit akhirnya bu Mita sadar, disana sudah ada pak Aris yang langsung menyambut kesadaran sang istri. "Aliyah sudah pulang Yah?" tanya bu Mita langsung ke suaminya. Pak Aris hanya diam sembari menggelengkan kepalanya lemas. "Ayo Yah, kita cari anak kita. Besok dia akan menikah, Ibu yakin pasti Aliyah hanya keluar main sama sahabatnya," ujar bu Mita buru-buru bangkit dari tempat tidur. Namun, pak Aris menahan sang istri sambil menatap lekat seakan ada yang tertahan. "Kenapa Yah? Ayah tidak mau mencari Aliyah? Biar ibu saja kalau begitu!" ujar bu Mita sedikit emosi. "Bukan Bu, ayo duduk dulu yang tenang." Pak Aris menuntun sang istri untuk duduk ke atas ranjang kembali sembari mengeluarkan secarik kertas dan ia perlihatkan ke istrinya. "Ayah, Ibu, Acha, jangan cari aku dulu. Al tidak ingin menikah dengan dia, maaf kalau keputusan Al membuat kalian repot dan malu tapi Al mau mencari kebahagiaan Al sendiri." Bu Mita langsung kembali lemas setelah membaca tulisan tangan sang putri dan menangis sejadi-jadinya. Para keluarga yang hadir khususnya saudara pak Aris mulai mendesak harus mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Pak Aris terdiam karena nyatanya ia pun tidak tau harus berbuat apa, otak cerdasnya tiba-tiba terasa buntu. Ia hanya mengelus pelan pundak sang istri sambil menenangkan bu Mita yang masih menangis tapi tidak sehisteris tadi. Tak lama bu Mita pun tertidur karena lelah menangisi sang putri, pak Aris pun keluar kamar dan ia menelfon calon besannya. Dengan pertimbangan yang berat, ia terpaksa memberi tau calon besan sekaligus sahabat dan rekan kerjanya itu kalau putrinya yang akan menikah besok dengan putranya ternyata kabur. Pak Aris pun memijit pelipisnya karena setelah menelfon pak Agung. Ia malah diminta mencari Aliyah dengan batas jam 7 pagi karena akad akan dilakukan jam 9 pagi atau mencari pengganti Aliyah karena pernikahan tidak bisa dibatalkan. Pak Aris pun menelpon anggotanya untuk bergerak mencari sang putri yang entah kapan perginya padahal rumah selalu ramai terus dengan orang yang lalu lalang. Bahkan penjagaan pun dimana-mana karena keluarga pak Aris memang termasuk keluarga kelas atas. Di saat pak Aris uring-uringan menunggu kabar dari anggotanya. Ia dikagetkan dengan suara seseorang yang tiba-tiba memanggilnya. "Ayah kenapa belum tidur? Jangan begadang dong, besok kan harus tampil ganteng juga diacara Kakak." Pak Aris tersenyum menatap wajah sang putri bungsu yang baru saja pulang jajan. Terlihat dari tangan kanannya menenteng kantongan dan tangan kirinya memegang minuman. "Iya, sebentar lagi Ayah tidur. Kamu tidur duluan saja karena besok kan juga harus tampil cantik." "Ya sudah, Acha istirahat sekarang ya Yah kan besok acaranya pagi, tidak bagus kalau telat." Pak Aris hanya mengangguk menjawab ucapan sang putri. Kemudian Acha pun berjalan menaiki anak tangga rumahnya untuk menuju kamarnya. "Ceilleh, pasti Kak Al sudah tertidur juga mentang-mentang besok sudah mau nikah jadi harus cepat tidur biar mukanya fresh," ujar Ashana saat melewati kamar Aliyah. Namun, tanpa sepengetahuan Ashana, kamar kakaknya sudah kosong karena Aliyah kabur. Ashana pun sibuk membersihkan diri setelah itu ia pun akan tidur tapi ia masih sempat menatap baju seragam yang akan ia kenakan besok. "Sudah nggak sabar menunggu besok, mau pakai kebaya itu dan foto-foto biar ada bahan untuk posting di I*******m," ujar Aliyah cekikikan. Setelah itu Ashana pun tertidur. Sementara itu pak Aris masih berada di ruang tamu sambil menunggu informasi. "Bagaimana kalau Al, sampai besok pagi tidak ditemukan? Siapa yang harus menggantikannya? Pernikahan ini tidak mungkin dibatalkan begitu saja." Pak Aris sambil mondar-mandir memijit pelipisnya."Kenapa Kak Al, tidak ingin pulang? Tidak merindukan Ayah dan Ibu?" tanya Ashana lagi.Aliyah langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bukan begitu Dek tapi untuk saat ini Kakak belum bisa pulang, pasti suasana hati Ayah dan Ibu masih belum stabil. Tunggu semua mereda, Kakak pasti akan pulang ke rumah.""Tapi mereka sudah sangat merindukan Kak Al.""Iya aku tau tapi beri Kakak waktu ya Dek, biar semua tenang dulu. Kak lagi berjuang sama Dewa, setelah itu Kakak akan bawa Dewa ketemu dengan kalian."Ashana menghela nafas lelah, ia tau kakaknya sangat keras kepala. "Baiklah kalau itu mau Kakak tapi setelah ini jangan kabur lagi ya. Kalau ada apa-apa hubungi aku," ujar Ashana dengan mengancam.Aliyah terkekeh melihat sikap adiknya itu. "Iya beres tapi Kakak minta tolong pertemuan kita hari ini jangan sampai bocor ya," ujar Aliyah memohon.Ashana pun mengangguk setuju dengan permohonan kakaknya. Terpaksa obrolan mereka terputus karena Ashana harus pulang agar tidak dicurigai oleh Gi
Setelah membuat alasan main dengan Dea setelah pulang magang, akhirnya Ashana terlepas dari cecaran Gibran. Entah suaminya percaya beneran atau pura-pura yang jelas ia bisa segera pergi dari hadapan Gibran saat ini. Ashana pun melakukan bersih-bersih sebelum istirahat. Sekitar jam 10 malam, Ashana pun memutuskan untuk tidur karena takut bangun telat kalau ia begadang.Sampai Ashana mau tidur, Gibran belum menampakan wajahnya lagi. Entah suaminya kemana, Ashana tidak terlalu peduli juga.***Pagi-pagi Ashana sudah siap berangkat untuk magang lagi, saat keluar kamar ia kaget dengan kehadiran seorang ibu-ibu. Ibu itu tengah menyajikan makanan di atas meja."Selamat pagi Nyonya," sapa ibu itu membuat Ashana sedikit kaget."Eh-panggil Ashana saja Bu," ujar Ashana sambil garuk-garuk kepala."Tidak Nyonya, saya adalah pelayan yang Tuan Gibran pilih. Anda adalah istrinya jadi anda adalah majikan saya," jawab Art itu dengan sopan."Baiklah tapi jangan panggil Nyonya juga, terdengar saya sudah
"Ssillahkan Pak," jawab Dea sedikit gugup.Gibran dan Rio tanpa bicara lagi langsung duduk berhadapan dengan Ashana dan Dea. Mereka seakan dua pasangan sejoli yang lagi double date."Tumben Pak Gibran dan Pak Rio makan di kantin ya," bisik beberapa karyawan yang hadir di kantin dan menyaksikan pemandangan langkah ini."Mau pesan apa Bos? Biar saya pesankan," tanya Rio ke Gibran."Saya mau kopi hitam saja.""Makanannya apa?""Tidak usah."Rio hanya menurut saja perintah sang bos dan berangkat untuk memesan makan siang. Sementara itu Ashana pura-pura tidak peduli omongan suaminya dengan sibuk menyuapi dirinya gado-gado.Pak Rio asisten CEO :Pak, tolong belikan Pak Gibran makanan karena sepertinya dia belum pernah makan sampai saat ini sejak semalam. Belikan yang ia sukai walau ia tidak mau.Ashana mengirimkan pesan secara diam-diam ke Rio. Tanpa Ashana sadari, Gibran diam-diam memperhatikan gerak-gerik istrinya."Ca, aku ke toilet bentar ya," ujar Dea."Aku temenin ya," ucap Ashana den
Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Ashana dan Gibran dirahasiakan. Gibran tidak ingin membuat berita negatif untuk 2 keluarga jika tau mempelainya tiba-tiba diganti.Ashana tidak masalah sama sekali karena ke depannya ia masih bebas bermain tanpa harus pusing dengan status istri seorang CEO. Selama Ashana merasa diuntungkan, dia sama sekali tidak keberatan soal persyaratan yang diajukan Gibran.Hari pertama menjalani kehidupan menjadi seorang istri. Ashana belum melakukan apa-apa karena di rumah Gibran belum ada bahan makanan.Sekitar jam 6 pagi, Ashana sudah rapi dengan pakaian magangnya. Sementara itu Gibran baru bangun dan sedikit kaget melihat ada perempuan di dalam kamarnya."Kenapa ekspresi wajah Bapak seperti itu melihatku? Lupa kalau sudah punya istri?" tanya Ashana kala tengah menyisir rambutnya dan melihat Gibran dari pantulan cermin meja rias."Tidak, saya hanya kaget melihat kamu sudah rapi jam segini," elak Gibran."Harus dong karena nanti saya telat kalau berangkatny
2 keluarga itu baru tau kalau ternyata, Ashana dan Gibran sudah saling kenal. Mereka ternyata bos dan anak magang di kantor setelah mengintrogasi sebentar.Setelah introgasi mendadak selesai, baru akan dilakukan pemasangan cincin nikah. Kedua keluarga inti sudah berada di dalam kamar untuk menyaksikan momen ini.Pengantin baru ini duduk berhadapan diatas tempat tidur. Gibran, sudah menjulurkan tangannya karena Ashana akan menyematkan cincin nikah dijari manisnya.Setelah menyematkan cincin di jari Gibran, Ashana diminta mencium tangan sang suami. Ashana menurut saja dan Gibran hanya diam tanpa ekspresi saat Ashana mencium tangannya."Sekarang giliran kamu Bang, yang menyematkan cincin di jari istrimu," titah bu Ratna, mama Gibran."Maaf Ma, aku tidak bisa," ujar Gibran akhirnya berbicara."Apa maksud kamu bicara begitu?" tanya pak Esa dengan suara sedikit meninggi.Sementara orang tua Ashana saling menggenggam memberi kekuatan satu sama lain karena takut putri bungsunya dipermainkan.
Subuh-subuh Ashana, sudah bangun lebih awal dari biasanya. Setelah mandi, ia bersiap menuju kamar kakaknya untuk melihat persiapan sang kakak.Namun, langkah kakinya terhenti kala melihat orang tuanya, om dan tantenya kini duduk melingkar di ruang keluarga lantai 2. Ashana dengan ceria dan semangat menghampiri mereka."Selamat subuh semuanya," sapa Ashana dengan ceria.Mereka langsung menoleh menatap Ashana yang tampak bahagia itu. Ashana kaget kala melihat wajah murung mereka khususnya sang ayah."Kalian kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Ashana mulai khawatir melihat raut wajah keluarganya."Duduk dulu Cha," titah sang ibu."Ada apa Bu? MUAnya belum datang atau Kak Al belum bangun?" tanya Ashana.Ibunya menggelengkan kepalanya pelan. Ashana mulai semakin bingung sekaligus khawatir."Calon suami Kak Al kabur?" tanya Ashana lagi."Bukan tapi Aliyah lah yang kabur," ujar Effendy, om Ashana sekaligus kakak pak Aris." Apa Om? Kak Al kabur?" tanya Ashana kaget sampai intonasinya meninggi.







