Mag-log inSetelah membuat alasan main dengan Dea setelah pulang magang, akhirnya Ashana terlepas dari cecaran Gibran. Entah suaminya percaya beneran atau pura-pura yang jelas ia bisa segera pergi dari hadapan Gibran saat ini.
Ashana pun melakukan bersih-bersih sebelum istirahat. Sekitar jam 10 malam, Ashana pun memutuskan untuk tidur karena takut bangun telat kalau ia begadang. Sampai Ashana mau tidur, Gibran belum menampakan wajahnya lagi. Entah suaminya kemana, Ashana tidak terlalu peduli juga. *** Pagi-pagi Ashana sudah siap berangkat untuk magang lagi, saat keluar kamar ia kaget dengan kehadiran seorang ibu-ibu. Ibu itu tengah menyajikan makanan di atas meja. "Selamat pagi Nyonya," sapa ibu itu membuat Ashana sedikit kaget. "Eh-panggil Ashana saja Bu," ujar Ashana sambil garuk-garuk kepala. "Tidak Nyonya, saya adalah pelayan yang Tuan Gibran pilih. Anda adalah istrinya jadi anda adalah majikan saya," jawab Art itu dengan sopan. "Baiklah tapi jangan panggil Nyonya juga, terdengar saya sudah tua sekali. Panggil Nona saja kalau tidak mau menyebut nama saya." "Baik Nona." "Oh iya nama Ibu siapa?" "Perkenalkan saya Bi Wati, mulai hari ini saya akan bertugas di unit Nona dan Tuan dari jam 5 pagi sampai jam 5 sore." Ashana hanya mengangguk-angguk paham mendengar penjelasan Art barunya. Ia lalu meminta Bi Wati membekalkan saja sarapan karena takut telat kalau sarapan dulu. Tak terasa Ashana sampai di perusahaan lebih cepat. Ia pun memutuskan sarapan dulu sambil menunggu kehadiran Dea. *** Jam kantor sudah usai, seperti biasa Ashana masih terus mencari keberadaan kakaknya. Sudah 2 mingguan ia selalu pergi mencari kakaknya setelah pulang kantor dan pulang sebelum jam 8 malam untuk menghindari kecurigaan Gibran. Sore ini, ia memilih mencari kakaknya lebih jauh lagi tempatnya dibanding tempat mencari sebelumnya. Menjelang waktu Magrib, Ashana mulai lelah, ia memutuskan untuk ke Cafe saja untuk istirahat dan menyegarkan tenggorokannya. Di cafe itu, ia duduk termenung sambil memikirkan kakaknya yang hilang tanpa kabar. Tanpa sengaja Ashana mendongak dan melihat seseorang yang sangat ia kenal. Tanpa pikir panjang, Ashana berlari menghampiri orang itu yang belum menyadari keberadaannya. Orang itu kini membelakanginya sambil meletakannya nampan. "Kak Aliyah," panggil Ashana Orang yang disebut namanya yang menegang dan enggan membalikan badannya. Ashana akhirnya maju untuk menatap wajah yang sudah lama ia cari itu. "Kak, ini Aca," ujar Ashana lagi sambil memegang lengan Aliyah. Aliyah pelan-pelan berani menatap sang adik. "Kamu kok disini Dek?" tanya Aliyah gugup. "Kakak masih bisa bertanya seperti itu setelah semua apa yang Kak Al lakukan?" Ashana balik bertanya dengan nada yang sedikit emosi. "Maaf," ujar Aliyah pelan sambil menunduk. "Ayo, aku mau bicara sama Kak Al. Kita harus clearkan masalah ini." Aliyah pun mengangguk setuju, Aliyah membawa adiknya naik ke lantai 2 dimana ada sebuah balkon mini disana. Kakak beradik itu pun akhirnya mempunyai ruang berdua untuk bercerita. "Sekarang Kak Al, cerita semua ke aku. Kenapa Kak Al lakuin ini, hm." "Maafin Kakak Dek, karena ulah Kakak kamu yang harus menanggungnya," ujar Aliyah pelan sambil mengenggam tangan sang adik. "Kakak akan jujur sama kamu karena gara-gara Kakak kamu terpaksa menikah muda. Kakak itu sebenarnya punya pacar tapi tidak berani bilang karena Ayah sangat berharap dengan pernikahan ini. Makanya Kakak dulu mau menerima lamaran anak sahabat Ayah sampai menjelang pernikahan. Aku terus gelisah karena aku terus memikirkan pacarku, aku tidak bisa menyukai calon suami aku walau kita sudah pernah bertemu. Sampai seminggu sebelum pernikahan berlangsung, aku menceritakan semua ke pacar aku dan membuat rencana. Walau terdengar bodoh dan konyol tapi inilah yang aku inginkan Dek, walau harus menyeret kalian. Aku tau aku egois karena hanya mementingkan diri sendiri tapi percayalah aku sangat menyayangi kamu,Ibu dan juga Ayah. Aku sebenarnya tidak mau melakukan itu tapi aku benar-benar tidak bisa menikah dengan cara seperti ini. Pernikahan itu sakral, aku maunya menikah sekali seumur hidup tapi bagaimana caranya menjalankan pernikahan kalau akunya tidak bisa menerima suami aku. Makanya aku terpaksa pergi karena aku tidak bisa menikah dengan orang yang tidak aku sukai Dek." Aliyah sampai menangis menjelaskan alasannya, ia sebenarnya sangat berat membuat keputusan ini karena tau akibatnya akan berdampak ke keluarganya tapi ia juga benar-benar tidak bisa menikah dengan orang asing. Ashana terdiam mendengar alasan dibalik kaburnya kakaknya, ia tidak tau harus bereaksi apa. Ashana hanya bisa memeluk kakaknya, Aliyah memeluk balik adiknya sambil menangis. "Maafin aku Dek, karena ulahku kamu, Ayah dan Ibu harus menanggung ini semua. Kakak sangat merasa bersalah tapi Kakak juga terpaksa melakukan ini." "Sudahlah Kak, semuanya juga sudah berlalu. Asal Kak Al, baik-baik saja sekarang, aku sudah senang. Masalah Kak Al digantikan, publik juga belum tau karena keluarga Pak Gibran mengurusnya dengan baik." Aliyah melepas pelukannya lalu menatap sang adik. "Apa suami mu memperlakukanmu dengan baik? Atau kalian melakukan pernikahan kontrak?" tanya Aliyah panik. Ashana hanya terkekeh melihat kakaknya dengan muka panik. "Tenang Kak, semua kekhawatiran Kak Al tidak terjadi kok di rumah tangga aku. Awalnya juga aku pikir akan seperti itu tapi nyatanya Pak Gibran, tidak melakukan yang aku dan Kak Al pikirkan. Aliyah langsung bernafas lega mendengar suami adiknya tidak semena-mena dengan adiknya. "Kak, aku mau balik tanya. Kak Al, tidak akan muncul tiba-tiba kan nanti untuk merusak rumah tangga aku karena aku hanya pengganti?" tanya Ashana dengan tatapan penuh curiga. Aliyah langsung menoyor kepala adiknya itu. "B*doh, kamu kebanyakan nonton drama china yang pendek-pendek itu ya? Ngapain aku kabur kalau ujung-ujungnya mau sama suami kamu?" "Ya, siapa tau tiba-tiba ke depannya berubah pikiran." "Nggak yah, aku sudah melakukan sejauh ini nggak akan aku mau sama suami kamu. Lagian pacar aku jauh lebih baik dan lebih ganteng dari suami kamu kok." "Mana coba, aku lihat." "Nanti aku perlihatkan, dia lagi keluar tadi. Dia yang punya cafe ini." "Kalian living together Kak?" "Ngaco kamu, ya nggak lah. Kakak di izinkan tinggal di lantai ini dan dia ya di rumahnya. Dewa, cuman bantuin aku kabur, dia nggak macam-macam kok sama aku." "Baguslah, kalau begitu kita pulang yuk Kak. Ayah dan Ibu sudah sangat rindu sama Kak Al." Aliyah kembali tertunduk. "Jangan dulu Dek." "Kenapa?""Kenapa Kak Al, tidak ingin pulang? Tidak merindukan Ayah dan Ibu?" tanya Ashana lagi.Aliyah langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bukan begitu Dek tapi untuk saat ini Kakak belum bisa pulang, pasti suasana hati Ayah dan Ibu masih belum stabil. Tunggu semua mereda, Kakak pasti akan pulang ke rumah.""Tapi mereka sudah sangat merindukan Kak Al.""Iya aku tau tapi beri Kakak waktu ya Dek, biar semua tenang dulu. Kak lagi berjuang sama Dewa, setelah itu Kakak akan bawa Dewa ketemu dengan kalian."Ashana menghela nafas lelah, ia tau kakaknya sangat keras kepala. "Baiklah kalau itu mau Kakak tapi setelah ini jangan kabur lagi ya. Kalau ada apa-apa hubungi aku," ujar Ashana dengan mengancam.Aliyah terkekeh melihat sikap adiknya itu. "Iya beres tapi Kakak minta tolong pertemuan kita hari ini jangan sampai bocor ya," ujar Aliyah memohon.Ashana pun mengangguk setuju dengan permohonan kakaknya. Terpaksa obrolan mereka terputus karena Ashana harus pulang agar tidak dicurigai oleh Gi
Setelah membuat alasan main dengan Dea setelah pulang magang, akhirnya Ashana terlepas dari cecaran Gibran. Entah suaminya percaya beneran atau pura-pura yang jelas ia bisa segera pergi dari hadapan Gibran saat ini. Ashana pun melakukan bersih-bersih sebelum istirahat. Sekitar jam 10 malam, Ashana pun memutuskan untuk tidur karena takut bangun telat kalau ia begadang.Sampai Ashana mau tidur, Gibran belum menampakan wajahnya lagi. Entah suaminya kemana, Ashana tidak terlalu peduli juga.***Pagi-pagi Ashana sudah siap berangkat untuk magang lagi, saat keluar kamar ia kaget dengan kehadiran seorang ibu-ibu. Ibu itu tengah menyajikan makanan di atas meja."Selamat pagi Nyonya," sapa ibu itu membuat Ashana sedikit kaget."Eh-panggil Ashana saja Bu," ujar Ashana sambil garuk-garuk kepala."Tidak Nyonya, saya adalah pelayan yang Tuan Gibran pilih. Anda adalah istrinya jadi anda adalah majikan saya," jawab Art itu dengan sopan."Baiklah tapi jangan panggil Nyonya juga, terdengar saya sudah
"Ssillahkan Pak," jawab Dea sedikit gugup.Gibran dan Rio tanpa bicara lagi langsung duduk berhadapan dengan Ashana dan Dea. Mereka seakan dua pasangan sejoli yang lagi double date."Tumben Pak Gibran dan Pak Rio makan di kantin ya," bisik beberapa karyawan yang hadir di kantin dan menyaksikan pemandangan langkah ini."Mau pesan apa Bos? Biar saya pesankan," tanya Rio ke Gibran."Saya mau kopi hitam saja.""Makanannya apa?""Tidak usah."Rio hanya menurut saja perintah sang bos dan berangkat untuk memesan makan siang. Sementara itu Ashana pura-pura tidak peduli omongan suaminya dengan sibuk menyuapi dirinya gado-gado.Pak Rio asisten CEO :Pak, tolong belikan Pak Gibran makanan karena sepertinya dia belum pernah makan sampai saat ini sejak semalam. Belikan yang ia sukai walau ia tidak mau.Ashana mengirimkan pesan secara diam-diam ke Rio. Tanpa Ashana sadari, Gibran diam-diam memperhatikan gerak-gerik istrinya."Ca, aku ke toilet bentar ya," ujar Dea."Aku temenin ya," ucap Ashana den
Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Ashana dan Gibran dirahasiakan. Gibran tidak ingin membuat berita negatif untuk 2 keluarga jika tau mempelainya tiba-tiba diganti.Ashana tidak masalah sama sekali karena ke depannya ia masih bebas bermain tanpa harus pusing dengan status istri seorang CEO. Selama Ashana merasa diuntungkan, dia sama sekali tidak keberatan soal persyaratan yang diajukan Gibran.Hari pertama menjalani kehidupan menjadi seorang istri. Ashana belum melakukan apa-apa karena di rumah Gibran belum ada bahan makanan.Sekitar jam 6 pagi, Ashana sudah rapi dengan pakaian magangnya. Sementara itu Gibran baru bangun dan sedikit kaget melihat ada perempuan di dalam kamarnya."Kenapa ekspresi wajah Bapak seperti itu melihatku? Lupa kalau sudah punya istri?" tanya Ashana kala tengah menyisir rambutnya dan melihat Gibran dari pantulan cermin meja rias."Tidak, saya hanya kaget melihat kamu sudah rapi jam segini," elak Gibran."Harus dong karena nanti saya telat kalau berangkatny
2 keluarga itu baru tau kalau ternyata, Ashana dan Gibran sudah saling kenal. Mereka ternyata bos dan anak magang di kantor setelah mengintrogasi sebentar.Setelah introgasi mendadak selesai, baru akan dilakukan pemasangan cincin nikah. Kedua keluarga inti sudah berada di dalam kamar untuk menyaksikan momen ini.Pengantin baru ini duduk berhadapan diatas tempat tidur. Gibran, sudah menjulurkan tangannya karena Ashana akan menyematkan cincin nikah dijari manisnya.Setelah menyematkan cincin di jari Gibran, Ashana diminta mencium tangan sang suami. Ashana menurut saja dan Gibran hanya diam tanpa ekspresi saat Ashana mencium tangannya."Sekarang giliran kamu Bang, yang menyematkan cincin di jari istrimu," titah bu Ratna, mama Gibran."Maaf Ma, aku tidak bisa," ujar Gibran akhirnya berbicara."Apa maksud kamu bicara begitu?" tanya pak Esa dengan suara sedikit meninggi.Sementara orang tua Ashana saling menggenggam memberi kekuatan satu sama lain karena takut putri bungsunya dipermainkan.
Subuh-subuh Ashana, sudah bangun lebih awal dari biasanya. Setelah mandi, ia bersiap menuju kamar kakaknya untuk melihat persiapan sang kakak.Namun, langkah kakinya terhenti kala melihat orang tuanya, om dan tantenya kini duduk melingkar di ruang keluarga lantai 2. Ashana dengan ceria dan semangat menghampiri mereka."Selamat subuh semuanya," sapa Ashana dengan ceria.Mereka langsung menoleh menatap Ashana yang tampak bahagia itu. Ashana kaget kala melihat wajah murung mereka khususnya sang ayah."Kalian kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Ashana mulai khawatir melihat raut wajah keluarganya."Duduk dulu Cha," titah sang ibu."Ada apa Bu? MUAnya belum datang atau Kak Al belum bangun?" tanya Ashana.Ibunya menggelengkan kepalanya pelan. Ashana mulai semakin bingung sekaligus khawatir."Calon suami Kak Al kabur?" tanya Ashana lagi."Bukan tapi Aliyah lah yang kabur," ujar Effendy, om Ashana sekaligus kakak pak Aris." Apa Om? Kak Al kabur?" tanya Ashana kaget sampai intonasinya meninggi.







