Ting …
Tong …Suara bel disertai gedoran di pintu memaksa Bumi Xabiru Dewangga harus meraih kesadarannya.Dia merasakan pening di kepala tapi hawa panas dari dalam tubuh dan hasrat bergelora yang tadi menyiksanya sudah mulai menipis.Biru mendudukan tubuhnya mengingat-ngingat apa yang terjadi sebelum dia tertidur.Apakah dia baru selesai bercinta dengan Geisha-sang kekasih karena saat ini tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun.Tadi ketika mereka hendak bercinta, Geisha mengatakan akan kembali karena tiba-tiba dia harus meeting dengan tim-nya.Tapi kapan kekasihnya itu kembali ke sini?Biru tidak mengingat apapun tentang Geisha namun benaknya memutar samar moment bercinta dengan seorang gadis.Biru bersumpah dia seorang gadis dan bukan Geisha karena gadis itu masih perawan sementara Geisha sudah tidak lagi perawan.“Tunggu … siapa gadis itu?” Biru bergumam dengan raut syok.Ting …Tong …Suara bel dan gedoran di pintu semakin tidak sabaran.Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali, Biru turun dari atas ranjang lalu memungut celana yang kemudian dia kenakan.Dan ketika dia menarik kemeja, terdapat sebuah kancing yang terhempas.Awalnya Biru berpikir kalau kancing itu adalah kancing dari kemejanya namun bayangan momen bercinta dengan seorang gadis kembali melintas.Biru ingat bagaimana dia membuka paksa dengan sekali tarikan kemeja gadis itu hingga kancingnya berceceran.Lalu Biru juga ingat dengan dua gundukan besar di dada sang gadis membuatnya yakin kalau gadis yang bercinta dengannya bukan Geisha karena dada Geisha tidak sebesar gadis itu.Tapi siapa gadis itu?Kenapa bisa ada di kamarnya?Apakah dia sedang bermimpi?“Pak Bumi Xabiru Dewangga, tolong buka pintunya!”Mendengar seruan formal memanggil namanya dari luar membuat Biru bertanya-tanya dan curiga tentang siapa yang ada di luar sana.Tidak mungkin sang mami meminta orang menguntitnya karena tidak mempercayai apa yang dia katakan ketika meminta ijin untuk pergi ke Bali.Mami tidak menyukai Geisha yang berprofesi sebagai seorang aktris.Sebetulnya bukan karena profesinya tapi Geisha lebih sering terlibat skandal yang menurut pengakuan sang kekasih adalah untuk menaikkan pamor.Biru tidak mempedulikan hal itu tapi mami ternyata sangat peduli.Biru membuka pintu untuk mencari tahu siapa dan apa keperluan orang yang mengganggunya pagi buta seperti ini.Ceklek.“Apakah benar anda adalah Bumi Xabiru Dewangga?”Bumi gagal fokus, dia tidak langsung menjawab pertanyaan pria berseragam polisi di depannya karena bingung kenapa petugas polisi tersebut mengetahui nama dan kamar tempat dia menginap.Seketika perasaan Biru menjadi cemas.“Apakah benar anda yang bernama Bumi Xabiru Dewangga?” Petugas polisi itu mengulang.“Betul,” jawab Biru pelan.“Bisa ikut saya ke kantor polisi? Kami mendapat laporan dari seorang wanita yang mengaku telah mendapatkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Pak Bumi Xabiru Dewangga … Pak Bumi bisa menjelaskannya di kantor polisi.”“Apa?” Biru menganga.Jadi apa yang melintas dalam benaknya bukan mimpi?Jadi dia telah melecehkan seorang gadis?“Seorang gadis melaporkan anda atas tindakan pemerkosaan, Pak Bumi bisa menjelaskannya di kantor polisi.”Petugas polisi itu mengulang kembali kalimatnya.Biru mengerjap pelan, dia masih belum benar-benar sadar dengan apa yang sedang terjadi.“Oke … saya ambil barang-barang saya dulu.”Sengaja Biru membuka pintu lebar agar polisi bisa masuk dan mengijinkannya mengambil dompet beserta ponsel.Dia sempat melirik ke atas seprei di mana ada bercak darah di sana.Biru terpekur, dia baru yakin jika telah merenggut mahkota seorang gadis yang tidak dia kenal tanpa dia sadari.Hatinya mencelos seketika, habis lah dia sekarang.Papi adalah Jendral bintang empat yang baru menjabat sebagai Panglima TNI dan malam ini dia telah mencoreng nama baik yang papi jaga dan usahakan seumur hidupnya.Gelar anak baik dan membanggakan yang disandangnya selama tiga puluh tahun ini harus dia tanggalkan karena kesalahan satu malam.Dan satu yang mengganjal di hati Biru yaitu, kenapa dia bisa sampai tidak sadar bercinta dengan seorang gadis asing?Dia memang minum alkohol tapi seingatnya tidak banyak dan entah kenapa dia merasa begitu berhasrat sampai tidak bisa mengendalikan diri.***“Pi … tolong Biru… Biru dibawa petugas ke kantor Polisi.” Adalah kalimat pertama yang Biru ucapkan setelah pagi-pagi buta menggganggu tidur sang Jendral melalui panggilan telepon.Papi tidak langsung menjawab, ada hening membentang selama beberapa detik yang membuat Biru semakin cemas.“Apa yang kamu lakukan?” Suara tegas di sana membuat Biru meremang.“Biru enggak sengaja memperkosa seorang gadis.” Biru menjawab.Dua orang petugas di kanan dan kirinya menoleh bersamaan.Mungkin mereka tidak percaya mendengar pengakuan Biru kepada sang papi.Papi terkekeh. “Kamu bilang enggak sengaja?”“Biru mabuk, Pi.”Jadi Biru masih beranggapan kalau dia dalam keadaan mabuk saat melecehkan Jingga.Papi mengembuskan napas berat.“Kamu sudah sampai kantor polisi?”“Belum, Pi.”“Sambungkan sama Kapolsek atau Kapolres di kantor itu sesampainya kamu di sana.”“Pi ….”“Apalagi?” Suara papi meninggi.“Maafin Biru.” Biru sungguh-sungguh mengatakannya.Ada jeda cukup lama sampai akhirnya sambungan telepon terputus dan papi tidak menjawab permintaan maafnya.Biru mengusap wajah bersama hembusan napas panjang.Dia menundukan kepala, perasaan bersalah menyerangnya begitu hebat.Biru pasrah, dia akan terima dengan lapang dada bila harus masuk penjara mempertanggung jawabkan perbuatannya.Tapi yang Biru sesali adalah dia telah membuat mami dan papinya kecewa, mungkin juga akan membahayakan karir papi dalam TNI.Setibanya di kantor polisi, Biru yang tangannya tidak diborgol karena bersikap kooperatif dan menghormati jabatan papi—menyeret kakinya melewati lorong demi lorong di gedung kantor Polisi.Di melewati sebuah pintu di mana di dalamnya ada seorang gadis menangis dikerumuni oleh tiga gadis lainnya.Entah apa tang terjadi dengan gadis itu.Dan kenapa wajah gadis itu rasanya tidak asing.Lalu dia tiba di sebuah ruangan dengan beberapa meja dan diminta duduk di salah satu meja yang terdapat seorang petugas sedang duduk menghadap sebuah komputer.“Apa betul ini KTP Anda?” Petugas polisi memberikan kartu identitas.Biru tercengang melihat KTP miliknya ada di tangan petugas polisi.“Sebelum pelapor meninggalkan kamar anda, pelapor sempat mencuri kartu identitas Anda,” ujar sang petugas menjelaskan.Biru hanya diam, dia tidak berkomentar.Polisi tersebut kemudian melakukan interogasi.FLASH BACK ON “Sayang!” Geisha berseru sambil melambaikan tangan memanggil sang kekasih yang rela datang ke Bali atas permintaannya. Sudah dua minggu Geisha berada di Australia untuk syuting sebuah film terbaru dan sebelum kembali ke Jakarta, timnya merayakan kelancaran dan kesuksesan syuting dengan berkunjung ke Bali untuk sejenak melepas penat. Geisha sudah tidak bisa menahan rindu sehingga memaksa Biru menyusulnya ke Bali. Biru sampai harus membatalkan jadwal praktik di hari Sabtu demi dirinya dan Geisha senang sekali. Tubuh tinggi besar itu langsung memeluk Geisha yang duduk di stool meja bar. Geisha tenggelam di dada sang kekasih yang bidang. Dia selalu suka aroma Biru, lelah karena syuting dari pagi hingga pagi selama dua minggu terakhir seketika sirna seakan Biru adalah charger yang bisa mengisi dayanya kembali. “Aku kangen.” Geisha berujar manja. Dia mendapat kecupan di kepala dari Biru yang juga begitu merindukan Geisha sampai ti
“Gue lupa, Ra … gue lupa kamar kita itu 325 apa 352 … gue ketuk kamar 325 dan berakhir kaya gini, apa yang harus gue bilang sama Davian.” Jingga meracau di sela isak tangis, terus mengulang kalimat penyesalannya tersebut. Andaikan dia mendengarkan baik-baik nomor kamar yang diberitahu Kiara mungkin dia tidak akan salah kamar. Ketiga sahabatnya memeluk Jingga, mereka semua pun menangis ikut merasakan penderitaan Jingga. “Nanti kita bantu jelasin, ini musibah … kalau Davian cinta sama lo … dia pasti akan nerima lo.” Kiara mencoba menjelaskan. Terdengar suara langkah kaki mendekat, keempat gadis itu menoleh ke arah pintu. “Ibu Jingga sudah bisa dibawa kembali ke hotel agar bisa beristirahat.” Petugas berpakaian preman yang tidak lain adalah AKP Rizky yang menjabat sebagai Kapolsek di sana memberi ijin kepada Jingga untuk kembali ke hotel. “Lalu bagaimana kelanjutan kasusnya? Apa laki-laki itu sudah dit
“Menurut kronologis yang disampaikan ibu Jingga, dia memang ragu apakah kamar sahabatnya di nomor 325 atau 352 … tapi karena tidak bisa menghubungi ponsel ketiga sahabatnya yang mati kehabisan batre jadi ibu Jingga mencoba mencari tahu dengan mengetuk kamar bernomor 325 yang ternyata adalah kamar pak Biru yang tengah dalam pengaruh obat … begitu mendapat rekaman CCTV kami langsung mendatangi kamar ibu Geisha tapi dia dan timnya sudah keluar dari hotel … kami melakukan pencarian dan dari informasi yang kami terima secara langsung dari Managernya melalui sambungan telepon yang nomornya berhasil kami dapatkan dari data booking kamar—ternyata mereka sudah menyeberang pulau dengan alasan ibu Geisha harus segera berada di Jakarta untuk pekerjaan.” Geisha langsung pergi setelah mendengar berita ini dari Biru melalui sambungan telepon dini hari tadi. Ada perasaan lega menjalar di dada papi mendapati semua bukti tidak memberatkan putranya bahkan bisa dibilang kalau p
Liburan Jingga dan ketiga sahabatnya yang berakhir tragedi itu menyisakan kenangan pilu. Mereka berempat beserta papa Reza kembali ke Jakarta sore harinya. “Maafin gue ya Jingga … kalau aja gue enggak maksa lo datang ke Bali, mungkin lo enggak akan kaya gini.” Kiara yang paling menyesal karena dia yang paling bersikeras agar Jingga datang ke acara ulang tahunnya. “Bukan salah lo … gue yang salah karena lupa nomor kamar.” Jingga mengatakannya sambil menahan isakan. Mereka semua menangis, saling berpelukan di depan pintu kedatangan sebelum berpisah kembali ke rumah masing-masing. “Berkabar ya, hubungin kita kalau lo butuh sesuatu.” Sabila berujar sambil menatap sendu Jingga. “Sabar ya, gue tau lo pasti bisa ngelewatinya.” Ghea memeluk Jingga lagi kemudian dengan berat hati melepaskannya. “Maafin kami semua ya, Om.” Tidak lupa Kiara meminta maaf kepada papa Reza. “Sudah lah, ini
Di waktu yang sama ketika papa Reza dan ayah Roni bertemu untuk membicarakan pembatalan pernikahan anak-anak mereka—di tempat berbeda Jingga mengajak Davian untuk bertemu. Jingga memang harus segera memberitahu Davian mengenai musibah yang telah menimpanya. Dia juga ingin tahu bagaimana respon Davian. Jujur, hati kecil Jingga ingin Davian tetap mempertahankannya dan melanjutkan rencana pernikahan mereka. Jingga sampai lebih dulu ke restoran yang telah ditentukan. Gugup melanda, telapak tangannya sampai dingin dan basah. Beberapa saat kemudian sosok pria jangkung bertubuh atletis berjalan tegap melewati pintu utama dengan masih menggunakan seragam Abdi Negaranya. Begitu tampan dan gagah, memesona setiap kaum hawa yang melihat. Davian melemparkan senyum manis membuat hati Jingga berdebar. Pria itu adalah pria yang sangat Jingga cintai, pria yang selama dua tahun ini menemani Ji
Hebatnya Jingga, dia tidak mengambil cuti setelah akhir minggunya dirundung musibah. Hari Seninnya dia tetap bekerja seolah tidak ada apapun yang terjadi dengannya. Jingga bergerilya turun langsung ke lapangan untuk memenuhi target tim. Itu dilakukan Jingga untuk melupakan semua masalahnya. Jingga merasa waras jika tetap bekerja. Hari demi hari pun berlalu, papa Reza sudah memutuskan untuk menerima lamaran papi Yuna untuk Biru. Kegundahan Jingga semakin menjadi namun tidak berdampak pada kinerjanya di kantor. “Saya duluan Bu,” pamit seorang sales yang merupakan anggota tim Jingga. Jingga hanya memberikan senyum dan anggukan samar. Pria itu pun keluar dari ruangan. “Jingga, lo belum pulang?” tanya Melissa teman sekantor yang selevel dengannya. “Belum … rapihin aplikasi tim dulu.” Dia beralasan padahal jika sudah sampai rumah dia akan kesepian dan gundah
“Aah … Biru, eemmhh … yaah … yaah ….” Geisha memang selalu berisik setiap kali bercinta tapi itu justru membuat hasrat Biru memuncak. Biru terus menggerakan bokong menghentak dari belakang sementara Geisha membungkuk membelakanginya. Dengan satu gerakan mudah Biru menarik pinggang Geisha, mengubah posisi mereka. Biru duduk di sisi ranjang sedangkan Geisha naik ke atas pangkuannya. Geisha mulai bergerak naik turun, dia melempar senyum sebelum memagut bibir Biru. Cukup lama kemudian dia membusungkan dada membuat Biru mudah meraup puncak dadanya menggunakan bibir. Kepala Geisha menengadah, rambut panjang nan tebalnya terjuntai di punggung menambah kesan seksi. Sambil masih menghisap dada Geisha, kedua tangan Biru ikut membantu bokong Geisha agar gerakannya semakin cepat karena dia akan sampai. “Biruuuu.” Geisha merengek, dia hampir sampai. “Bersama sayang.” Biru meng
Biru dan Jingga tidak pernah bertemu lagi setelah tragedi di Bali. Selama tiga bulan mempersiapkan pernikahan, Jingga selalu menghindar setiap kali Wedding Organizer mengajak meeting bersama kedua calon mempelai pengantin untuk acara besar nanti. Tapi Biru selalu datang, dia menunjukkan kesungguhannya menikahi Jingga. Memang tidak banyak yang harus dilakukan lagi karena melanjutkan yang sudah dimulai hanya saja calon mempelai pengantin prianya bukan Davian melainkan Biru. Jingga sempat berulah dengan menolak fitting gaun pengantin karena gaun itu adalah pilihan Davian sementara yang akan dia nikahi adalah Biru. Tidak ada bridal shower padahal sudah masuk dalam paket pernikahan sebab lagi-lagi Jingga menolak. Mama dan papa juga ketiga sahabatnya khawatir dengan kondisi psikis Jingga namun Jingga memperlihatkan kalau dirinya baik-baik saja meski sedikit berulah. Sampai akhirnya hari yang semestinya ditunggu-t