“Pak, Abas Company sudah saya bereskan. Tentu saat ini dia sedang kelimpungan mencari dana.”
“Bagus. Segera tekan Abas Company untuk segera melunasinya, Ga.”
“Baik, Pak.”
Kenzo tersenyum penuh dengan kemenangan mendengar laporan asistennya.
“Dengan ini, pria bernama Abas situ tidak bisa memberikan uang kepada Mega. Dia akan menekan Nigroho mengenai utang. Di sana aku akan muncul dan seolah menjadi dewa penyelamat untuk sesaat,” gumam Kenzo.
Ya, semenjak bertemu kembali dengan Kinara, Kenzo telah mempersiapkan rencananya. Satu per satu untuk membalaskan dendam pada Kinara yang sudah memberikan rasa sakit begitu dalam. Dan … semua sudah berjalan sesuai keinginannya.
Tok tok tok!
Suara pintu mengalihkan fokus Kenzo. “Masuk!”
Pintu ruangan pun terbuka.
Ternyata, Kinara sudah mengenakan gaun selutut dengan warna merah terlihat dengan anggun. Kulitnya tampak sangat cerah dengan warna gaun tersebut.
Kenzo tampak membeku dengan penampilan Kinara. Bahkan make-upnya mampu menyamarkan luka lebam Kinara.
“Hmmm.” Kenzo berdeham untuk mengurangi kegugupannya. Lalu, dia melonggarkan sedikit dasinya yang seakan sesak. “Kamu sudah siap?”
Kinara mengangguk. “Sudah, Pak.”
“Kamu cukup panggil saya dengan sebutan Mas. Dan di depan keluargamu, kamu boleh memanggiku dengan sebutan Mas Keny,” perintah Kenzo.
“Mas?” beo Kinara. Jujur saja, hatinya berdesir mendengar sebutan itu. Meski Kenzo bukanlah Keny, tetapi wajah mereka sama bagi Kinara.
Kenzo tersenyum tipis dan hampir tidak terlihat. “Iya.”
“Baiklah, Pak. Eh, Mas.”
Kenzo mengulurkan tangannya, dengan senang hati Kinara menyambutnya. Keduanya pergi dan diikuti oleh dua bodyguard.
*****
“Kita mau ke mana, Mas?” tanya Kinara.
“Oh, ya. kamu cukup muncul di hadapan Mega dan Abas.” Kenzo dengan santai membuka tabnya dan mengecek laporan pekerjaan dari bawahannya.
“Mun-cul?” Wajah Kinara tampak memucat. Jujur saja, mengingat bagaimana dia hendak dilecehkan, membuat Kinara trauma. Bahkan, papanya sendiri tidak percaya dengan ucapannya.
Kinara seketika menggeleng. Bahkan, telapak tangannya kini sudah berkeringat.
“Tenang saja. Saya sudah mengatur semuanya. Di saat yang tepat, saya akan muncul sebagai pangeran berkuda putih. Kamu tidak perlu khawatir. Selama bersama dengan saya, kamu akan aman.”
“Ta-tapi Abas itu orang yang berkuasa.”
Seketika Kenzo menatap Kinara tajam.
“Abas, orang yang berkuasa?” ejek Kenzo seraya tersenyum, “saya pingin tahu, sebagaimana berkuasanya dia.”
Kinara bingung bagaimana menjawab pertanyaan Kenzo. Oleh sebab itu, Kinara hanya menatap jalanan dari kaca jendela mobil saja. Sungguh, dia tak mengerti dan berani dengan pria di sampingnya ini.
Terlebih, kali, ini dia sedang sangat gelisah. Bagaimana pertemuannya dengan papa dan mama tirinya nanti? Apakah dia akan kembali dipukul dan dihina seperti biasa?
“Saya harap, kamu bisa benar-benar menolak perjodohan itu.” Ucapan Kenzo menyadarkan lamunan Kinara.
Wanita berambut coklat itu mengangguk. Sudah cukup penderitaan yang dia dapatkan dari omong kosong Mega yang selalu mengadu-domba dirinya dan juga Baim, papanya.
Kinara lelah.
Memang sebelum memiliki Sifa–adik tirinya–Mega merawat Kinara dengan baik. Namun, setelahnya? Kinara selalu menjadi nomor dua. Dia juga harus mengalah dalam segala hal.
“Mas, apa aku boleh bertanya?” Kinara memberanikan diri menatap Kenzo.
Pria berlesung pipit itu mengangkat dagunya. Tatapannya yang dingin membuat siapapun menjadi segan.
“A-aku ta-takut.”
Kenzo mengernyitkan dahinya. Bahkan, kedua alisnya itu hampir menyatu. “Takut apa?”
“Ancaman Mega. Dia bisa saja melenyapkan seseorang.”
Kenzo tertawa lirih, lalu beberapa detik wajahnya kembali datar. “Saya tidak takut dengan apa pun dan siapa pun. Kamu tidak usah khawatir. Sudah saya bilang, kan? Di dekat saya, kamu akan aman.”
Entah bagaimana untuk meyakinkan Kenzo.
Mega mirip dengan wanita gila. Sudah beberapa kali, Kinara dipukul dan hampir dibunuh. Andai dia bisa menceritakan semuanya kepada Kenzo, tetapi sepertinya itu tidak akan ada gunanya. Kenzo bukanlah Keny.
“Pak Kenzo, jalanan macet di depan. Sepertinya, kita harus putar balik dan mencari jalan alternatif,” ucap sopir yang mengendarai.
Kenzo ikut menengok.
Benar. Sejauh 300-an meter dari tempatnya, banyak mobil tengah berderet.
“Putar balik! Sepertinya. ada kecelakaan di depan. Kita putar balik saja!”
“Baik, Pak.” Sang supir pada akhirnya memutar balik kendaraan–mencari jalan alternatif untuk lekas sampai di restoran yang sudah dipesan oleh keluarga Kinara.
******
Di sisi lain, mendengar Kinara akan menemuinya, Mega ternyata menyusun rencana untuk menjebak anak sambungnya supaya bisa tidur bersama dengan Abas.
Bahkan, untuk memuluskan rencananya, Mega telah berada dalam ruangan khusus “untuk membicarakan tentang pernikahan Abas dan juga Kinara”.
“Di mana Pak Baim, Mega?” tanya Abas yang kini menenggak wine.
Mega tersenyum tipis menatap pria yang seumuran dengan suaminya. Hanya saja, Baim lebih tinggi. Meski demikian, Abas memiliki tubuh yang kekar–tidak terlalu buruk.
“Tenang saja, dia tidak tahu tentang pertemuan ini. Kamu jangan khawatir, Baim. Malam ini Kinara milikmu. Aku sudah bawa ini.”
Abas mengangguk dan menyeringai.
Membayangkan gadis manis itu tunduk dan memohon di bawahnya, membuat pria tua itu semakin tidak sabar.
Pelayan yang baru saja meletakkan makanan di depan keduanya— terlihat menyimak perbincangan keduanya. Abas pun seketika geram.
“Menghidangkan makanan seperti itu saja sangat lama. Cepatlah dan lekas pergi!” bentak Abas membuat pelayan dengan name tag Agung itu mengangguk.
“Maaf, Tuan. Saya takut jika akan merusak tampilan dari makanan ini,” kilah Agung.
“Banyak alasan. Lekas pergi!”
“Ba-baik, Tuan.”
Pria muda berambut klimis itu keluar dari ruangan, lalu merogoh ponselnya. Sedikit berlari, dia menghubungi seseorang untuk menyampaikan sesuatu yang dia dengar dan lihat.
“Pak, dua target sudah ada dalam perangkap.”
Sinar mentari menerobos masuk, mengusik tidur nyenyak seorang Kenzo Wirawan. Mata lebar pria tampan itu mengerjab, sembari meraba sisi ranjang yang kosong.Menyadari itu, Kenzo lantas bangun dan mengedarkan pandangan. Mencari sosok Kinara.“Sayang!” panggilnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.Tak ada siapapun di toilet, Kenzo memutuskan untuk turun. Ia menebak, jika Kinara berada di dapur seperti biasa untuk menyiapkan sarapan.“Ana, di mana Kinara?” tanya Kenzo saat melihat ART-nya membawa gagang pel menuju ke ruang kerja.“Tadi ada di taman, Tuan. Menyiram tanaman. Tapi, tadi ada kurir yang nganter paket. Non—“ Ana menggangtung kalimatnya, karena Kenzo sudah berlari dengan menuruni anak tangga.Kenzo berlari menuju ke teras rumah, mencari keberadaan Kinara, lantas ke pos satpam, karena di depan tidak ada sosok istrinya itu.Rasa takut menghantui Kenzo. Mengingat Dirga kini sudah mulai berani.“Di mana Kinara?” tanya kenzo kepada satpam dengan napas ngos-ngosan.“Tadi ke s
“Ternyata Dirga tidak bisa dianggap remeh. Dia terus mengungkit itu. Padahal dia sudah gue kasih posisi yang baik menjadi asisten, tetapi masih melunjak.”Kenzo membuang paket berisikan foto-foto beberapa tahun yang diambil Dirga, saat Kenzo menjadi Keny.Kenzo melirik benda itu di tempat sampah. Ia takut Kinara akan menemukannya. Sehingga, ia memilih untuk membakarnya di halaman belakang, mumpung Kinara masih mandi.“Tuan, apa itu?” tanya Anna yang baru saja pulang dari supermarket.“Bukan apa-apa.Sampah yang tidak berguna.”Mendengar jawaban bosnya yang datar, Anna tahu, mood Kenzo sedang tidak baik-baik saja. Ia memilih pergi dari pada menjdi sasaran amukan dari bosnya itu.Merasa semua sudah melebur menjadi debu, Kenzo memilih untuk masuk, tetapi matanya melebar dengan perasaan was was saat melihat Kinara yang berdiri di ambang pintu.“Na-nara? Sejak kapan kamu di situ?”“Kamu kenapa tegang gitu, Mas? Paketnya isinya apaan?” Kinara mengerutkan dahi.Kini Kenzo yang kelabakan. Bahk
“Ada apa? Kenapa kamu nangis? Apa aku buat salah?”Kinara menggelengkan kepala. Tersenyum tipis untuk tidak membuat suaminya semakin panik. “Aku baik-baik saja.”Kinara memeluk Kenzo, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Kenzo. Seolah pria itu adalah Keny. Meski ini salah, setidaknya dengan ini ia bisa mengucapkan kata maaf. Begitu banyak penderitaan yang suah ia berikan kepada mantan kekasihnya itu. Meski itu tidak akan mudah bagi Keny bisa memberikan maaf kepadanya yang begitu jahat.Kinara berpikir, jika ia adalah wanita terjahat di dunia ini. Meski menahan air matanya untuk tidak luruh, bulir bening it uterus menetes.Hal ini membuat Kenzo semakin panik.“Nara, ada apa ini?”“Aku kangen banget sama kamu, Mas. Aku hanya ingin seperti ini.” Kinara mengeratkan pelukannya. Seakan takut ini akan berakhir.“I-iya, ta-taoi kenapa harus nangis? Aku jadi takut, Nara.”Kinara justru menggelengkan kepalanya. Mulutnya terkunci, namun hatinya bergemuruh. Entah mengapa ia hanya ingin menumpah
Kinara berencana untuk membuatkan kue untuk Kenzo. Selama ini, ia melihat suaminya begitu lahap memakan makanan yang ia buat.Cheese cake caramel menjadi pilihat Kinara saat ini. Ia tak tahu banyak mengenai makanan kesukaan Kenzo.Tidak, kue itu adalah kesukaan Keny. Kinara memejamkan mata, karena terlalu ceroboh.“Nona, daging ayam ini apa akan dimasak nanti?”“Tolong masukkan itu ke dalam freezer saja, Mbak Ana. Mbak Ana bisa langsung beli dagingnya di super market. Biar saya sendiri yang melanjutkan ini.” Kinara kembali mengaduk adonan kuenya.“Baik, Nona. Saya akan mencari iga sapinya sekarang juga.” Ana mengulas senyuman. Ia meraih tas belanjaannya, lantas pergi dari dapur.Hanya Kinara seorang yang di sana dengan bahan-bahan untuk membuat cheese cake untuk suaminya.Kinara berlonjak, saat ada yang memeluknya dari belakang. Ia lantas menoleh ke belakang, rasa takutnya menghilang saat melihat senyuman Kenzo.“Aku pikir siapa? Tiba-tiba meluk begitu. Kamu bikin aku horor.”Kenzo me
“Kamu adalah yang terbaik.” Kinara memeluk Kenzo dengan erat, sesekali wanita cantik itu menghidu wangi mawar pemberian suaminya. Bahkan wanginya saja mampu menggetarkan hati.“Kamu yang tersayang. Bahkan kamu lebih indahh dari mawar itu, Kinara.” Kenzo memejamkan mata, menikmati kesempatan seperti ini. Di mana ia bisa libur dan menghabiskan waktu bersama seharian bersama Kinara.“Bagus, Pak Keny!”Buru-buru Kinara melerai pelukannya. Ia menoleh pada Dirga yang baru saja datang dengan senyuman sinis dan tepuk tangannya.“Apa maksud Anda?” Kinara merasa bingung dengan sebutan itu.Dirga tengah menyeringai. “Suamimu itu penipu, Kinara! Harusnya kamu bersamaku. Dia adalah Keny. Mantan kekasihmu yang kamu buang dulu. Tujuannya menikahimu adalah demi untuk balas dendam. Setelah kamu menyerahkan semuanya, dia akan menyampakkanya seperti sampah. Kamu lihat ini.” Dirga menunjukkan selembar kertas.Sebuah gambar lukisan Kinara dan Keny. Gambar itu diambil setahun setelah mereka pacaran dulu. Sa
Kinara tidak habis pikir dengan Kenzo. Suaminya itu benar-benar diluar dugaannya. Ia hanya menitip beberapa benag wol dengan warna putih dan hitam. Namun, suaminya itu membeli satu kardus dengan berbagai warna.“Mas, kamu berlebihan gak sih?” Kinara sampai geleng-geleng kepala.“Ya dari pada salah, kan? Saya juga lupa kamu minta warna apa. Lagian, dengan berbagai warna ini, kamu bisa membuat kreasi yang berbeda-beda, bukan?”“Tapi ini pemborosan, Mas. Pasti kamu—““Ini enggak seberapa, Sayang.” Kenzo duduk di sebelah istrinya itu, lalu mengeluarkan isi dalam tas kartonnya. “Ini buat kamu. Sudah saya isi dengan nomor baru.”Kinara mengeryitkan dahi. “Untuk apa kamu beliin aku ponsel lagi, Mas?”Kenzo tengah memilih kalimat yang tepat, ia menggaruk pelipisnya, masih terlihat bingung, hal itu membuat Kinara semakin penasaran dan meletakkan rajutannya di atas meja.“Ini aku beli karena model terbaru. Banyak diskon juga. Aku dapat vocernya langsung soalnya. Sayang kan kalau enggak diambil.