Share

Bukan Pernikahan Palsu
Bukan Pernikahan Palsu
Penulis: Anindya Alfarizi

1. Betrayer

"Ris, maafkan aku."

Carissa tertegun.

"Aku terpaksa melakukan ini. Hanya aku harapan ayah satu-satunya. Aku nggak bisa menikah sama perempuan seperti kamu."

Semua kata-kata itu seperti tersendat di tenggorokan. Carissa hanya mampu menggeleng dengan shock. Gadis itu mundur selangkah, menutup mulut dengan telapak tangan, dan merasakan tetesan hangat meleleh di kedua pipinya.

"A-Abi, kamu ... "

"Dan lagi, aku sama Anes memang saling mencintai, kok."

Hancur sudah. Kedua bahu Carissa merosot turun. Isak tangis tanpa suara membuat dada gadis itu terlampau sesak. Ia menatap sepasang manusia di hadapannya dengan pandangan buram karena air mata.

Lelaki itu, Abian Danurendra, meraih telapak tangan gadis di sampingnya, lantas mengecupnya dengan lembut.

"T-tapi Bi ... pernikahan kita lima hari lagi–"

"Masih cukup lama, kan? Lima hari bukan waktu yang sangat mendadak, kok. Kamu harus bersyukur aku nggak batalin semuanya saat hari H."

Lagi-lagi Carissa hanya mampu menggeleng keras. Sama sekali tak ingin mempercayai penglihatan dan pendengarannya.

"Sorry ya, Kak. Tapi bayi dalam perut aku ini lebih butuh Mas Abi daripada kamu." Gadis di sebelah Abian itu mengelus perutnya dengan tangan yang lain. Sementara Carissa kembali seperti dihantam gelombang pasang.

Hatinya sudah remuk redam dengan menemukan kenyataan bahwa tunangannya tidur dengan keponakannya sendiri, kemudian membatalkan rencana pernikahan yang hanya tinggal lima hari lagi, dengan sepihak. Lalu sekarang ditambah dengan fakta busuk lain lagi.

"Iya. Aku lagi mengandung anaknya Mas Abi. Usianya masih sekitar tiga bulan."

Oh, Demi Tuhan!

"Kenapa kamu kaget begitu, Kak? Bukannya kamu udah cukup lama pacaran sama Mas Abi? Pasti kamu udah paham lah dia gimana."

"Apa maksudmu, Nes?"

"Kalian pasti juga udah sering ngelakuin itu, kan? Aku tau banget Mas Abi tuh nggak bisa kalau terlalu lama–"

"Anes!" Carissa menyentak murka, mendadak ia menemukan kembali suaranya yang tadi sempat menghilang, "jaga mulutmu, Nes! Kamu pikir aku perempuan seperti apa?"

Air mata berjatuhan kian deras, membasahi kedua pipi Carissa serta blus berwarna marun yang dikenakannya. Apakah serendah itu orang lain memandangnya?

"Ya intinya, sorry," lanjut Aneska. Tak ada sesal dalam nada suaranya sama sekali. "Mas Abi nggak bisa lagi lanjutin hubungan sama kamu. Aku harap kamu maklum lah."

Maklum? Rissa yakin perempuan di hadapannya itu sudah tidak waras.

"Pernikahan akan tetap dilaksanakan, Ris."

Carissa menoleh kala sebuah suara lain turut bergabung tiba-tiba. Seorang wanita setengah baya yang masih tampak rupawan mendekat dari arah luar. Arini, ibu Aneska sekaligus tantenya sendiri.

"T-Tante?"

"Pernikahan akan tetap dilaksanakan." Wanita itu tersenyum. Sesaat Carissa mengira bahwa segalanya akan teratasi dan kembali baik-baik saja, namun Arini ternyata melanjutkan. "Benar, lima hari lagi Abian akan tetap melangsungkan pernikahan. Hanya saja sama Aneska, bukan sama kamu."

Carissa merasa dunia dan seluruh isinya memusuhinya secara serentak mulai detik ini. Dengan dada yang kian sesak, ia mencoba menata tutur katanya untuk disampaikan kepada wanita yang telah ia anggap ibunya sendiri.

"Tante ... jangan bercanda."

"Sama sekali nggak."

"T-tapi Tante tahu sendiri ... aku mati-matian siapin pernikahan ini."

"Ah, Tante turut sedih, Ris." Walau nyatanya sama sekali tak ada raut sedih tergambar dalam wajah rupawan itu. "Mungkin Abian bukan jodohmu, begitu saja. Ah, dan satu lagi ... "

Apa lagi?

"Tante pikir, di usia yang sekarang, kamu sudah bisa mengurus dirimu sendiri."

Hati Carissa terasa mencelos ketika mendengar penuturan wanita itu. Belum dikatakan, tapi gadis itu seperti tahu kalimat tantenya akan mengarah ke mana. Tanpa bisa ia tahan, dua butir air mata kembali luruh berjatuhan dari netra cokelatnya yang sudah sangat sembab.

"Bukan Tante nggak sayang lagi sama kamu, tapi keberadaan kamu di sini nanti hanya akan membuat canggung keadaan. Walaupun Anes sama Abi nggak tinggal di sini pasca menikah, tapi mereka pasti sering datang, kan? Tante nggak mau terjadi hal-hal yang nggak diinginkan kalau kamu masih ada di sini, Ris."

Ya, benar. Persis seperti yang Carissa duga.

"Rissa harus tinggal di mana, Tan ... "

"Ah, itu terserah kamu. Kalau nggak salah, kamu masih punya saudara dari pihak ayahmu, kan? Mungkin kamu bisa datang menemuinya."

Carissa merasa pertahanan dirinya runtuh sudah. Sekuat tenaga ia berusaha tetap berdiri di atas kaki gemetar yang nyaris tidak mampu lagi menopang tubuhnya. Kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuh, berusaha ia tahan isak tangis yang rasanya sudah akan meledak.

"Sebaiknya kamu mulai berkemas dan memutuskan akan pergi ke mana sekarang, mengingat beberapa hari ke depan, rumah ini mungkin akan agak ramai."

"Un-undangannya ... " Gadis itu tersengal.

"Kamu bisa menghubungi siapa-siapa aja yang udah nerima undanganmu dan bilang kalau acaranya batal. Lagian pasti nggak banyak, kan? Tante pikir kamu pasti nggak kenal banyak orang."

"Masalah itu, biar Abi yang urus, Ma." Abian menimpali. "Abi ingat semua nama yang udah nerima undangan, nanti biar Abi aja yang konfirmasi."

Pandangan Carissa perlahan bergulir ke arahnya, dan demi apapun, lelaki itu justru membuang muka.

"Abi ... " sebut Carissa lirih, "kamu tega lakuin ini sama aku? Memangnya aku punya salah apa sama kamu? Kenapa kalian sejahat ini?"

Sejenak, rahang tegas itu terlihat menegang. Namun ternyata tak ada kata-kata pembelaan apapun. Lelaki itu tidak membantah apa yang Aneska katakan tadi. Benarkah Abian sudah mengkhianatinya sedalam itu? Abi yang selama ini begitu menjaga dan menghormati Carissa walaupun sudah menjalin hubungan tiga tahun lamanya. Benarkah ia justru melakukannya dengan perempuan lain? Atas dasar apa? Cinta?

Cinta yang seperti apa tepatnya?

"Aku salah apa sama kamu, Bi ... " Isak tangis yang sedari tadi Rissa tahan-tahan itu akhirnya tumpah sudah. Ia tergugu, pilu. Hati dan perasaannya berserakan dihantam kenyataan. "Lalu apa artinya semua perlakuan dan kata-kata cinta kamu selama tiga tahun ini? Kenapa kamu ngelamar aku tiga bulan yang lalu? Kenapa kamu baru batalin semuanya sekarang? Hari ini? Saat semua persiapan udah nyaris selesai? Kamu mau buat aku gila, Bi? Iya?"

Carissa menyerah mengendalikan dirinya. Ia berlari menerjang dan mencengkeram kemeja hitam yang dikenakan lelaki di hadapannya itu erat-erat.

"Kak! Kamu apa-apaan, sih? Lepasin Mas Abi! Kalau dia nggak mau nikah sama kamu, terus kamu mau apa, ha? Jangan nggak tau malu gitu, dong!"

"Diam kamu, jalang!"

PLAK!

Untuk ke sekian kalinya, Carissa kembali tertegun. Rasa panas perlahan menjalari pipi kirinya yang baru saja ditampar oleh Abian.

"A-Abi ... "

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Suherni 123
betul,, kebanyakan pemeran ceweknya cengeng,nangis terus
goodnovel comment avatar
Yanti
kalau manggilnya tante, berarti aneska sepupu bukan keponakan.
goodnovel comment avatar
Mayor Perangin-Angin
Lanjut kan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status