Roseline menatap datar ke arah tamu yang tak undang itu. Entah apa tujuannya mendatangi rumahnya. Hanya saja kehadirannya membuat Roseline merasakan aura yang tidak mengenakkan.
"Apa kau kaget dengan kedatanganku? Apa kau mengira kalau aku adalah Jovan?" Tutur orang itu dengan senyuman miringnya. Menatap Roseline dengan tatapan meremehkan."Apa tujuanmu kemari?" Tanya Roseline tanpa basa-basi.Orang tertawa sinis. "Sangat to the point. Baiklah, aku menyukai orang yang tidak basa-basi," ujarnya kemudian menatap Roseline dengan tajam. "Ceraikan Jovan."Roseline mendengus pelan. Seharusnya tanpa ia tanya pun ia sudah tahu apa tujuan wanita di depannya itu menyambangi rumahnya. Ya, Roseline jelas tahu hubungan antara Jovan dengan wanita masalalunya karena Jovan pernah membawanya ke kantor. Ia tahu kalau Deluna pasti tidak terima kala Jovan lebih memilih menikahinya daripada menikahi gadis itu."Mimpi saja," balas Roseline dengan lugas.Membuat Deluna menatapnya marah. Ia tidak menyangka kalau Roseline akan seberani ini membalas perkataannya. Padahal dari yang ia dengar, Jovan sering mengatakan kalau Roseline adalah wanita yang lemah tak berdaya. Tak memiliki kekuatan untuk melawan kejahatan. Tapi ternyata salah. Deluna tidak melihat sedikitpun sorot lemah dari netra coklat wanita itu. Yang ada hanya tatapan angkuh dan sinis."Kau! Kau sama sekali tidak pantas untuk Jovan. Apa kau lupa kalau Jovan adalah kekasihku? Dia sangat mencintaiku. Seharusnya kau malu karena sudah merebutnya dariku!" Amuk Deluna."Dia mencintaimu? Apa dia menikahimu? Kalau dia mencintaimu, sudah pasti dia akan menceraikanku dan menikahimu. Tapi kenyataannya?" Balas Roseline lagi.Wanita itu tampak tenang membalas amarah Deluna. Ia sama sekali tidak terpancing emosi. Baginya, Deluna hanyalah wanita sampah yang suka menggoda suami orang. Bukan tanpa alasan ia mengatakan itu, ia pernah melihat Deluna pergi bersama lelaki lain dan tampak sangat mesra."Lagipula untuk apa aku merasa malu? Bukankah seharusnya kau yang malu karena sudah menggoda suami orang? Jovan pernah bilang kalau kau adalah wanita yang cantik, mandiri, dan berkelas. Tapi setelah ku lihat bagaimana kau masih menempel dengan suami orang, ternyata kau tidak jauh berbeda dengan seonggok sampah di jalanan." Lagi, Roseline kembali melemparkan lontaran pedas kepada Deluna.Deluna yang merasa telah di hina oleh Roseline pun merasa marah. Bagaimana bisa wanita rendahan itu mengolok dirinya penggoda suami orang. Benar-benar membuat harga dirinya terluka."Dengar, Roseline. Jovan menikahimu hanya untuk menyiksamu. Tidakkah kau sadar itu? Dia hanya menjadikanmu pelampiasan dari amarahnya. Jadi jangan pernah berharap kalau dia akan mencintaimu," ujar Deluna.Roseline tersenyum tipis namun terlihat mengejek. Ia bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Deluna yang duduk di depannya. Ia membungkukkan badannya, mendekatkan wajahnya ke telinga wanita itu."Kami sudah tidur bersama. Apa itu belum cukup membuktikan kalau dia mencintaiku?" Bisiknya memanasi Deluna.Kedua mata Deluna membola begitu mendengar ucapan Roseline. Tidak. Tidak mungkin Jovan membohonginya. Tidak mungkin Jovan mengingkari janjinya. Itu tidak mungkin.Deluna mendorong tubuh Roseline dengan kasar. Membuat Roseline terhuyung ke belakang, hampir terjatuh. Satu tamparan keras mendarat di pipinya. Deluna menatap nyalang dengan amarah yang bergejolak."Kau jangan coba-coba untuk bermain-main denganku, Roseline. Ku pastikan Jovan akan segera menceraikanmu," ujar Deluna kemudian beranjak pergi dari rumah Jovan dengan hati yang bergemuruh marah.Roseline menatap kepergian Deluna dengan senyuman tipis. Apakah Deluna berfikir kalau dia adalah wanita yang lemah sehingga berani mendatanginya sendirian?***"Sudah hampir satu bulan kau tidak mengunjungiku," ujar seorang lelaki berusia senja dengan wajah kesalnya. Menatap anak semata wayangnya yang gila bekerja."Akhir-akhir ini aku sedang sibuk, Pa. Jadi tidak sempat ke rumah," balas Jovan.Ia bukannya tidak ingin mengunjungi papanya, hanya saja ada beberapa urusan kantor yang harus ia selesaikan ditambah lagi dengan kondisi Roseline yang tidak memungkinkan apalagi mereka baru menikah beberapa hari. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam pernikahannya dengan Roseline selain Regan dan Deluna."Kau ini selalu gila bekerja. Aku sangat merindukan menantu kesayanganku. Meskipun aku baru mengenalnya beberapa hari yang lalu, tapi aku sangat menyukainya. Dia gadis yang baik. Kau sungguh pintar memilih istri. Aku tidak mau tahu kau harus membawanya ke rumah besok pagi. Bukankah besok hari libur?" Ujar Abraham lagi."Tapi Pa—""Aku tidak butuh penolakan darimu," tukas Abraham membuat Jovan tidak berani membantah lagi.Sore ini, entah angin apa yang membuat Abraham datang menyambangi kantornya. Biasanya lelaki itu akan berdiam diri rumah, menghabiskan waktunya dengan bermain golf atau membaca koran.Kedatangan Abraham yang tiba-tiba juga cukup mengejutkannya. Karena tepat satu tahun yang lalu, Abraham dengan resmi menyerahkan urusan kantor kepada Jovan untuk di kelolanya. Jadi lelaki itu hampir tidak pernah datang ke kantor lagi. Untung saja Deluna sedang tidak ada di kantor. Kalau sampai Abraham tahu Deluna bekerja di kantornya, sudah pasti Abraham akan meminta Jovan untuk memecatnya.Bukan tanpa alasan Abraham membenci Deluna. Karena dulu Deluna meninggalkannya begitu saja, membuat kehidupan Jovan menjadi hancur. Ditambah lagi dengan kepergian Mamanya. Kehilangan dua orang yang sangat dicintainya, membuat Jovan hampir gila."Baiklah. Besok aku akan membawanya," ujar Jovan akhirnya mengalah."Ya sudah. Aku pulang dulu. Jangan sampai kau ingkari janjimu," kata Abraham kemudian beranjak keluar dari ruangan anaknya.Pukul 9 malam, Jovan pun sudah bersiap untuk pulang ke rumah. Ia berjalan melewati ruangan Deluna yang kosong. Tidak biasanya wanita itu pulang lebih dulu. Biasanya ia akan mengajak Jovan untuk pulang bersama. Ada apa dengan wanita itu? Apa sedang marah? Tapi Jovan tidak membuat kesalahan hari ini. Atau mungkin karena pertengkaran pagi tadi?Jovan mengusap wajahnya gusar. Kemudian kembali berjalan menuju parkiran. Hari ini rasanya melelahkan.Tak butuh waktu lama, Jovan akhirnya sampai di rumah. Seperti biasa, ia melihat Roseline yang berdiri di depan pintu menyambut kedatangannya. Jovan menatapnya sebentar dari dalam mobil, sebelum akhirnya keluar.Ia berjalan melewati Roseline yang memberikan senyum manis. Roseline tersenyum tipis, tak apa. Bukankah sudah biasa? Roseline berjalan mengikuti Jovan dari belakang. Mengambil tas kerja lelaki itu dan meletakkannya di meja kerjanya.Meksipun Jovan tidak pernah memperlakukannya dengan baik, tapi Roseline tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia pun menyiapkan pakaian santai untuk Jovan yang sedang mandi. Setelah itu ia pun beranjak keluar dari kamar Jovan.Saat Roseline hendak bersiap tidur, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Roseline beringsut saat melihat Jovan yang datang ke kamarnya. Untuk apa lelaki itu datang ke kamarnya malam-malam? Bahkan Jovan tidak pernah mendatangi kamarnya selain untuk menyiksa dirinya. Apa mungkin lelaki itu akan kembali melukainya? Tapi ia tidak berbuat salah hari ini. Apa mungkin Deluna mengadu kalau tadi ia sempat bersitegang dengan wanita itu?"Jo—jovan... Ada apa?" Tanya Roseline dengan terbata-bata.Bukannya menjawab, Jovan malah terus berjalan mendekati Roseline dan menatap netra wanita itu dengan lekat.Roseline dan Dylan berjalan beriringan menuju bandara. Roseline sudah memutuskan untuk pergi ke China. Di sana, Dylan memiliki kenalan dan ia akan bekerja di perusahaan temannya Dylan itu. Dan Dylan juga, ia berencana untuk mengantar Roseline saja. Agar tidak menimbulkan kecurigaan apalagi Jovan. Jika lelaki itu tahu kalau Dylan juga menghilang di waktu yang bersamaan dengan perginya Roseline, ia pasti akan mencurigai Dylan.Tidak ada kata yang terucap dari bibir keduanya. Roseline sibuk dengan pemikirannya dan Dylan yang memberikan waktu Roseline untuk sendiri. Melihat Roseline yang terpuruk seperti ini, membuat sudut hati Dylan berdenyut nyeri. Siapapun tidak akan rela melihat orang yang dicintainya itu tersakiti. Kalau saja Dylan tidak memikirkan Roseline, ia pasti sudah memberi perhitungan kepada Jovan.“Dylan.” Roseline memanggil lelaki yang duduk di sebelahnya. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Dylan yang namanya disebutkan itupun menoleh. “Terimakasih,” sambung R
Jovan yang baru saja mendapatkan pesan dari Roseline sontak membulatkan kedua matanya lebar. Lelaki itu bahkan sampai berkedip berulang kali siapa tau dia salah lihat. Tapi ternyata tidak. Pesan itu memang dari Roseline.Gugatan perceraian? Wanita itu berencana untuk bercerai dari Jovan? Kenapa? bukankah kemarin sudah saling sepakat kalau Jovan akan menikah lagi dan Roseline tidak keberatan? Lantas sekarang kenapa harus bercerai?Jovan tidak akan membiarkan ini terjadi. Roseline tidak boleh bercerai dengannya. Roseline harus tetap bersamanya. Apapun yang terjadi. Lelaki itupun memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia melihat Deluna yang masih sibuk mencoba beberapa gaun pengantin. "Del, aku harus mengurus sesuatu. Aku akan pesankan taksi untukmu nanti." Tanpa banyak bicara, Jovan langsung bergegas pergi meninggalkan Deluna yang belum sempat mengucapkan sepatah katapun. "Jovan!" pekik Deluna yang tak dihiraukan Jovan. Sebenarnya masalah seperti apa sampai membuat Jovan perg
“Sayang, lihat gaun ini. Apakah aku terlihat cantik?”Deluna sibuk berputar memperlihatkan gaun pengantin berwarna putih di depan Jovan. Wanita itu tersenyum lebar, karena akhirnya ia bisa menikah dengan Jovan. Ia tidak peduli dengan status istri kedua karena bagaimanapun ia adalah orang yang dicintai Jovan. Sudah tentu ia yang akan menjadi nyonya di rumah Jovan nanti. Hitung-hitung ia memiliki pembantu gratis nantinya.Sementara Jovan, lelaki itu sama sekali tidak bisa fokus. Setelah percakapannya dengan Regan malam itu, hatinya selalu merasa gelisah. Kalimat-kalimat Regan seakan berputar terus-menerus bagai kaset rusak di kepalanya.Roseline hanyalah anak yang dibesarkan di panti sejak ia masih bayi. Itu memang benar. Dan Jovan melampiaskan amarahnya pada orang yang tidak bersalah, apakah itu benar? Jovan tahu kalau itu tidak benar. Tapi entah mengapa, dendam dalam dirinya cukup sulit untuk ia hilangkan. Apalagi mengingat kalau Roseline adalah satu-satunya keturunan pembunuh itu.Jo
Sepersekian detik Roseline memejamkan mata, ia tidak merasakan ada benda apapun yang menyentuh tubuhnya. Bukankah tadi Jovan hendak melukainya? Kenapa Roseline tidak merasakan apapun? Atau mungkin sekarang Roseline tidak lagi ada di dunia? Makanya rasanya hampa. Apa Jovan langsung menghabisinya?Namun seluruh bayangan itu mendadak hilang ketika ia mendengar bunyi nyari dari benda yang terjatuh. Sontak alam bawah sadar Roseline kembali bekerja. Wanita itu membuka matanya perlahan. Tatapannya jatuh pada belati yang teronggok di lantai. Kemudian beralih menatap Jovan. Lelaki itu terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Tatapan kosong, hampa, dan tak bergairah. Entahlah, Roseline sendiri tidak tahu dengan apa yang terjadi pada Jovan. Lelaki itu seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang bersikap lembut, kadang bersikap kasar. Membuat Roseline merasa bimbang.“Kenapa kau mencintaiku?”Pertanyaan lirih itu hampir tak terdengar oleh Roseline jika saja ia tidak menajamkan pendengarannya. Ro
Jantung Roseline semakin berdetak tak karuan saat ia menyadari bahwa Jovan tidak membawanya pulang ke rumah Abraham. Melainkan pulang ke rumah mereka. Roseline bahkan tak berani menatap Jovan sedikitpun. Ia selalu mengalihkan pandangannya ke arah lain asal tidak bertatapan dengan Jovan. Jovan pun tampak fokus dengan jalanan yang ada di depannya. Namun bisa Roseline rasakan kalau lelaki itu sebenarnya tengah menahan amarah. Ia hanya takut kalau Jovan akan melampiaskan amarahnya nanti di rumah.Telepon Jovan yang berada di kotak dekat kursinya sejak tadi berdering tanpa henti. Roseline meliriknya sedikit kemudian mendapati nama Deluna di sana. Ah, iya. Bukankah tadi Jovan pergi bersama Deluna? Apa mungkin dia meninggalkan Deluna begitu saja hanya demi membawanya pulang? Apa mungkin amarah Jovan kali ini karena ia cemburu dengan Dylan?Roseline memejamkan matanya kemudian merutuki dirinya dalam hati. Bodoh! Mana mungkin Jovan cemburu karenanya? Pasti ada alasan lain kenapa Jovan sangat m
Dylan dan Roseline berjalan beriringan dengan dua kantong plastik di tangan mengitari pusat perbelanjaan. Setelah membeli barang yang diminta Abraham, kini Roseline menemani Dylan menuju toko jam tangan branded untuk membeli hadiah untuk Abraham. Roseline tentu saja tidak tahu tentang hal itu karena meskipun dulu saat ia masih bekerja ia juga suka memberi barang seperti tas dan sepatu.Roseline hanya melihat Dylan yang tengah sibuk memilih. Sesekali lelaki itu menanyakan pendapatnya tentang mana yang lebih bagus di antara dua pilihan. Roseline pun memilih yang menurutnya elegan dan cocok untuk Abraham.“Sepertinya yang ini lebih cocok untuk Papa,” ujar Roseline sembari menunjuk sebuah jam berantai silver dengan paduan warna hitam di dalamnya. Terlihat elegan dan berwibawa. Sangat cocok dengan karakter Abraham.Dylan tersenyum senang kala Roseline membantunya memilih. Tanpa banyak kata, ia langsung membawa jam itu menuju kasir untuk dibungkus. Setelah selesai, mereka pun keluar dari to