Share

59. Kompas Rusak

Penulis: SayaNi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-04 20:52:06

Elara menoleh perlahan, matanya masih terlihat ketakutan.

"Wanita tadi, apa mereka baru saja membunuhnya?" suaranya bergetar, patah-patah. Kedua lututnya lemas, dan terduduk di lantai.

Tangannya gemetar saat mencoba berdiri, tapi gagal—lututnya menyerah, tubuhnya terhempas lagi ke lantai.

Rowena tetap menjaga ketenangannya, wajahnya tanpa ekspresi. Tapi dalam hati, ia tahu—ia telah melakukan kesalahan.

Seharusnya ia membeli semua kebutuhan Nyonya Muda itu tanpa melibatkan orangnya.

Hanya saja, Nyonya Muda itu tampak begitu senang ketika diajak pergi bersama.

Siapa sangka, wanita semuda dan sesederhana itu pun punya musuh? pikir Rowena.

Dan pengawal itu... mengapa harus secepat itu bertindak? Hanya untuk pertengkaran kecil antar wanita? keluhnya dalam hati.

"Jika Nyonya sudah selesai, kita bisa pulang sekarang," ucap Rowena datar.

Ia membungkuk sedikit, mengulurkan tangan untuk membantu Elara berdiri.

Namun Elara menepis tangan Rowena.

"Saya bisa sendiri," desisnya.

Elara berdiri, tub
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   61. Spill Kerjaan Sikit

    "Jadi kamu mafia atau koruptor?" Elara kembali mencecar Ryota dengan pertanyaan yang sama. "Apapun itu, keduanya sama-sama tidak benar." Ryota menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap Elara lama. "Lalu?" “Itu dosa besar,” ucap Elara mantap. "Lalu?" Ryota mengulang, dingin. Istrinya itu, dengan polosnya, hampir menebaknya dengan benar. “Jika benar, saya tidak bisa menerima apapun lagi dari kamu,” tegas Elara. “Saya mau mencari pekerjaan di tempat lain saja.” Ryota diam sesaat sebelum bertanya, “Maksudmu, kau ingin bercerai?” “Tidak, tapi saya harus menghidupi diri saya sendiri,” balas Elara. Ryota mendekati Elara, tatapam tajamnya mengunci tatapan Elara. “Kau yakin bisa mendapatkan pekerjaan di luar sana?” Mata Elara berkaca-kaca, namun tidak goyah. “Saya yakin, di mana ada keyakinan di situ ada jalan.” Ryota tertawa kecil, "Kau pikir akan bertemu orang baik yang menawarkanmu pekerjaan sebelum kau benar-benar jadi gelandangan?" “Gelandangan?” Elara mengerutkan alis, he

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   60. Mafia atau koruptor?

    Ryota kembali ke rumahnya lebih cepat dari biasanya. Rowena sudah berdiri di sisi pintu, menunduk hormat saat pria itu melintas."Di mana wanita itu?" tanya Ryota, suaranya datar, tanpa emosi — hanya perintah yang harus segera dijawab.Rowena membungkuk sedikit, menjaga agar suaranya tetap stabil."Di kolam, bersama Nona Anya, Tuan."Ryota melangkah melewatinya. Saat ia sejajar dengan Rowena, bahunya hanya berjarak satu langkah dari wanita paruh baya itu, dia berhenti sesaat. "Kau seharusnya belajar dari bagaimana wanita sebelumnya berakhir," katanya.Rowena menunduk lebih dalam. "Maafkan saya, Tuan," bisiknya.Namun dalam hatinya, ia berharap bukan dirinya yang harusnya belajar, tapi pria keras yang berdiri di depannya—yang harusnya mengambil pelajaran dari tragedi yang merenggut ibunya Anya.***Ryota mendekat ke kolam.Anya yang melihatnya langsung berseru kecil, berlari menghampiri. Tangannya yang basah terjulur, berharap dipeluk.Namun Ryota hanya menunduk sedikit, menatapnya s

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   59. Kompas Rusak

    Elara menoleh perlahan, matanya masih terlihat ketakutan."Wanita tadi, apa mereka baru saja membunuhnya?" suaranya bergetar, patah-patah. Kedua lututnya lemas, dan terduduk di lantai.Tangannya gemetar saat mencoba berdiri, tapi gagal—lututnya menyerah, tubuhnya terhempas lagi ke lantai.Rowena tetap menjaga ketenangannya, wajahnya tanpa ekspresi. Tapi dalam hati, ia tahu—ia telah melakukan kesalahan.Seharusnya ia membeli semua kebutuhan Nyonya Muda itu tanpa melibatkan orangnya.Hanya saja, Nyonya Muda itu tampak begitu senang ketika diajak pergi bersama.Siapa sangka, wanita semuda dan sesederhana itu pun punya musuh? pikir Rowena.Dan pengawal itu... mengapa harus secepat itu bertindak? Hanya untuk pertengkaran kecil antar wanita? keluhnya dalam hati."Jika Nyonya sudah selesai, kita bisa pulang sekarang," ucap Rowena datar.Ia membungkuk sedikit, mengulurkan tangan untuk membantu Elara berdiri.Namun Elara menepis tangan Rowena."Saya bisa sendiri," desisnya.Elara berdiri, tub

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   58. Close Protection

    Setelah dua jam belajar mengemudi yang melelahkan, Rowena mengajak Elara ke sebuah mal. Belanja.Mal itu besar. Megah. Terlalu megah untuk standar Elara. Rowena berjalan di sampingnya, sesekali melirik tablet tipis di tangannya yang menampilkan daftar belanjaan. Bukan daftar barang-barang mewah—tidak ada perhiasan, tas kulit, atau sepatu hak tinggi. Yang dibutuhkan Elara hanyalah pakaian baru. Kostum untuk menjadi mahasiswa biasa bulan depan. Sederhana, biasa saja, tidak menarik perhatian.Mereka berhenti di depan sebuah departemen store yang diklaim sebagai lini "casual", meski harga-harganya tetap saja tidak masuk akal. Elara berhenti di depan rak kemeja wanita. Tangannya meraih satu potong, model longgar, lengan panjang, polos, warnanya kalem. Persis seperti yang dia pikir cocok untuk kuliah.Ia membalik label harganya. Tujuh ratus ribu.Elara mengernyit, memastikan lagi apakah yang dipegangnya benar-benar kain katun tipis yang dijahit sederhana.Ia meletakkannya kembali ke rak g

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   57. Tradisi

    Pagi itu, di kantor pusat perusahaan Ryota. Bianca sudah berdiri di depan ruang kerja Ryota saat pria itu tiba. Wanita itu membungkuk sopan, memegang tablet yang penuh dengan jadwal dan memo. "Selamat pagi, Pak Ryota." Ryota hanya mengangguk kecil, memasuki ruangannya tanpa sepatah kata. Bianca mengikuti di belakang, melangkah cepat tanpa suara. Setelah pintu tertutup rapat, Bianca berdiri tegak, wajahnya tenang—terlatih untuk tidak menunjukkan emosi sekecil apa pun. "Ada rapat board jam sepuluh, kemudian makan siang dengan Direktur Utama Kyojin Corp. Dokumen kontraknya sudah saya siapkan di meja Anda." Bianca berhenti berbicara, menunggu perintah berikutnya. Ryota hanya duduk di sana, di balik meja besar kokoh berwarna hitam itu, tangannya membuka satu map. Hening beberapa saat. Lalu tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya, Ryota bersuara, "Bianca." Wanita itu menegakkan punggung lebih lurus, refleks. "Ya, Pak?" "Kau punya suami?" Pertanyaannya

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   56. Aneh

    Dengan gerakan canggung dan ragu, Elara melepaskan bathrobe yang masih membalut tubuhnya, menggantinya dengan piyama. Ia bisa merasakan tatapan Ryota—dingin, mengintimidasi, membuat setiap gerakannya terasa dinilai. Bahkan pakaian dalamnya pun terasa terlalu tipis di bawah tatapan itu. Begitu selesai berpakaian, Elara hendak melangkah sendiri, tapi Ryota sudah bergerak untuk mengangkatnya kembali. "Saya bisa jalan sendiri," tolak Elara. Ryota mengabaikan keberatan istrinya itu. Tangannya tetap meraih tubuh Elara, mengangkatnya tanpa sepatah kata pun, ia membawa Elara keluar dari kamar, kembali ke lantai tiga dengan lift. Ruang kerja pribadi Ryota. Sebuah ruangan yang tak pernah berniat untuk ramah pada siapa pun. Begitu Ryota membuka pintu, lampu temaram menyala otomatis, memantulkan cahaya tipis ke dinding-dinding ruangan yang didominasi warna gelap. Dingin. Memaksa siapa pun yang masuk untuk diam. Sebuah sofa malas besar berdiri di sudut ruangan, lebih lebar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status