Share

Bab 4

Author: SayaNi
last update Huling Na-update: 2025-04-01 20:04:37

Elara hanya diam, terlalu terkejut karena tiba-tiba dicecar.

“Ibu, kenapa tante itu marah-marah?” tanya Arka ketakutan.

Bu Rina mencoba menenangkan, "Bu Amanda, tolong tenang dulu—"

"Tidak, Bu Rina! Wanita miskin ini berani-beraninya menyentuh Anya!" Amanda—wali Anya itu—kembali menyerang Elara dengan kasar. "Aku tahu maksudmu! Kau mau menjilat keluarga kaya biar dapat imbalan, kan?"

Alih-alih membalas, Elara memilih menenangkan mental putranya dari orang dewasa yang berteriak kepada ibunya.

Ia menatap Arka dengan lembut. "Arka, tante itu menjadi seperti itu karena sakit dan tidak mau minum obatnya. Ssst, ayo kita pergi," bisiknya pada Arka.

Arka menatapnya dengan tatapan penuh mengerti. Jika dia sakit, maka dia harus minum obat. Kalau tidak, akan menjadi orang dewasa yang gila seperti tantenya Anya.

Di sisi lain, meski hanya sekilas, Elara sempat melihat Anya tertawa karena ucapannya barusan.

Ketika Elara berbalik untuk pergi, langkahnya mendadak berhenti dan mundur beberapa langkah.

Sosok pria bertubuh tegap berdiri di hadapannya.

Tinggi pria asing itu sekitar lebih dari 180 cm. Bahunya bidang, tubuhnya proporsional dengan garis rahang yang tegas. Pakaian formal yang ia kenakan tampak mahal, menambah aura dingin dan tak tersentuh.

Namun yang paling mencolok adalah tatapannya yang tajam, ketenangan yang misterius.

Matanya yang tidak menunjukkan sedikit pun emosi saat mengamati Elara dan Arka.

Elara menelan ludah, tubuhnya merinding. Meski pria itu tampan, tapi di mata Elara terlihat menakutkan.

"Papa!"

Anya tiba-tiba berseru girang, lalu berlari ke arah pria itu. Ia mengulurkan kedua tangannya, berharap akan digendong.

Namun, pria yang dipanggilnya papa itu hanya menatapnya sebentar sebelum meraih tangannya dengan satu genggaman kuat.

"Ayo, Anya. Kita pulang." Suaranya dalam dan berat, tetapi tidak terdengar hangat.

Amanda, yang masih kesal dengan Elara, langsung menghampiri pria itu dan berkata dengan nada tidak suka.

"Kak Ryo! Wanita miskin itu membawa Anya dan memberinya makanan sembarangan. Dia pasti bermaksud jahat!"

Ryota Kenneth, pria yang dipanggil papa oleh Anya itu langsung menghentikan langkahnya, lalu perlahan menoleh.

Tatapannya kembali jatuh pada Elara dan Arka, mengamati mereka seolah sedang memikirkan sesuatu.

Jantung Elara berdegup lebih kencang. Apa pria ini berencana melaporkannya? Menuduhnya menculik dan memberi Anya makanan yang tidak layak?

Elara refleks menarik Arka lebih dekat ke tubuhnya, menyembunyikan bocah itu di belakangnya. Darahnya terasa membeku, dan keringat dingin mulai muncul di punggungnya meskipun udara tidak panas.

Ryota memperhatikan gerak-geriknya dengan sorot mata tajam. Lalu, samar-samar, ia tersenyum miring.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia kembali berbalik, lalu membawa Anya masuk ke dalam mobil mewah yang menunggunya.

Di sudut lain, Amanda masih tampak tidak senang berjalan meninggalkan Elara. Wajahnya memerah karena tidak terima melihat Ryota yang memilih diam dan tidak melakukan apa pun terhadap Elara.

"Ibu Arka nggak apa-apa?" Suara Bu Rina terdengar khawatir. Tatapannya masih tertuju ke jalan, ke arah mobil mewah yang baru saja menghilang.

Seperti Elara, ia juga merasakan hawa dingin yang tertinggal setelah kehadiran papanya Anya, sosok misterius yang selama ini tak pernah muncul di sekolah.

Elara menghela napas pelan, mencoba menenangkan diri. Ia bisa melihat kegelisahan di wajah Bu Rina.

"Saya baik-baik saja. Bu Rina sendiri?" tanyanya.

Bu Rina menoleh dan tersenyum kecil, meski masih terlihat canggung. "Saya juga baik... cuma agak kaget."

"Ibu... Ibu nggak apa-apa?" rengek Arka tiba-tiba menyela, matanya penuh kecemasan setelah mendengar Bu Rina mengkhawatirkan ibunya.

Elara tersenyum, mengusap rambut putranya dengan lembut. "Ibu baik-baik aja, Sayang.”

Arka menatap ibunya ragu, tapi akhirnya mengangguk pelan.

"Kami pamit dulu, Bu Rina. Assalamu'alaikum. Terima kasih." Elara menggamit tangan Arka, lalu menoleh ke putranya. "Ayo, Sayang, salam dulu ke Bu Rina."

Sementara itu, di dalam mobil hitam mewah yang melaju tenang di jalanan kota, Ryota Kenneth membiarkan Anya mencoret-coret telapak tangannya dengan spidol warna-warni.

Meski tampak tak peduli, pikirannya masih dipenuhi kekesalan.

Tadinya, dia tengah mengikuti rapat yang sangat penting. Semua berjalan sesuai rencana sampai tiba-tiba ponselnya bergetar, nama Amanda muncul di layar ponselnya.

Ia hampir mengabaikannya. Amanda bukan tipe orang yang menghubunginya tanpa alasan mendesak.

Begitu mendengar kabar dari Amanda, ia langsung meninggalkan rapat tanpa pikir panjang.

Sekarang, di dalam mobil yang tengah melaju, pikirannya masih berputar. Matanya beralih dari layar tablet ke Erol, pria tegap bak algojo yang setia menjadi asistennya selama bertahun-tahun.

"Pastikan guru itu diam," perintahnya pada Erol. Identitas Anya sebagai putrinya harus tetap tersembunyi.

"Baik,"

"Dan, cari tahu tentang perempuan yang membawa Anya," lanjutnya.

Erol, yang sama dinginnya dengan tuannya, mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut.

"Tante itu ibunya Arka," sela suara kecil terdengar dari sampingnya. Anya masih sibuk dengan coretan-coretannya.

Ryota mengangkat sebelah alisnya. Nama yang tidak asing di telinganya. Teman sekelas yang sering dijadikan bahan cerita oleh putrinya.

"Arka?"

"Iya, Pa, bocah cengeng di sekolah," jawab Anya datar. Gadis kecil yang tidak mengakui jika dirinya juga seorang bocah.

"Anya, jika Anya menghilang lagi, Papa tidak akan datang. Jadi jangan lakukan itu di sekolah yang baru."

Tangan kecil Anya langsung berhenti menggambar. Gadis itu menunduk, bibirnya mengerucut.

Dalam diam, dia perlahan berpindah posisi, menjauh dari Ryota, menunjukkan penolakannya.

Ia hanya ingin Papanya memperhatikannya. Setiap hari, ia melihat teman-temannya dijemput oleh ayah dan ibu mereka, tertawa bersama, pulang bersama.

Anya juga punya Papa, tapi pria itu selalu jauh, selalu sibuk, dan jarang bermain bersamanya.

Ryota melirik sekilas ke arah putrinya, namun tak mengatakan apa-apa.

Dia membiarkan gadis kecil itu dengan kekecewaannya sendiri. Baginya, kedisiplinan lebih penting. Ia tidak ingin Anya tumbuh menjadi anak yang manja.

***

Malam itu, saat Elara sedang menemani Arka membaca sebuah buku cerita sebelum tidur, suara mobil Daris terdengar memasuki halaman rumah.

Seperti biasa, suaminya pulang larut malam. Sudah dua tahun belakangan, Daris sering tak pulang dengan alasan pekerjaan di luar kota.

Dulu, Elara pernah menanyakan pekerjaan macam apa yang selalu membuat suaminya harus bepergian jauh begitu sering.

Tapi jawaban Daris selalu saja ketus.

“Untuk apa kau tahu? Diberitahu pun kau tidak akan paham!”

Sejak itu, Elara berhenti bertanya. Mungkin memang benar, dia tak akan paham.

Langkah tenang Daris melangkah masuk, melewati dirinya dan Arka tanpa menyapa. Namun, tiba-tiba dia berhenti.

"Ada sesuatu untukmu di mobil, aku lupa membawanya turun," katanya singkat.

Elara menoleh. "Sebentar ya, Sayang," bisiknya kepada Arka.

Elara beranjak pergi mengambil barang yang dimaksudkan oleh Daris. Mungkin sesuatu untuk rumah, seperti bahan makanan atau kebutuhan dapur.

Namun, saat membuka pintu mobil, sesuatu yang tak terduga menyambutnya.

Sebuah paper bag yang berisikan baju terusan berwarna pastel, lengkap dengan hijab yang senada, ada di kursi penumpang.

Elara terdiam. Tangannya menyentuh kain lembut itu, dan tanpa sadar, senyumnya mengembang.

Sejak kapan Daris mulai memikirkan sesuatu untuknya? Apakah mungkin suaminya sudah mulai menyimpan sedikit perhatian untuk dirinya?

Namun, sebelum perasaan senang itu benar-benar mengakar, sesuatu yang berkilauan di bawah cahaya lampu mobil menarik perhatiannya.

Wanita yang tidak pernah berias pun tahu jika itu adalah sebuah lipstik.

Tangan Elara terulur, mengambil benda kecil itu. Jarinya yang terbiasa kasar oleh pekerjaan rumah tangga menyentuh permukaannya yang halus.

Elara menatap botol lipstik itu dalam diam. Cairan merah masih tersisa di ujung aplikatornya.

Benda itu jelas bukan miliknya.

“Lipstik siapa ini?” pikir Elara bingung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 5

    Pagi harinya, Ryota Kenneth duduk di belakang meja besar berbahan kayu mahal, ruang kerjanya luas dan minimalis, didominasi warna monokrom. Tangannya yang kokoh membolak-balik beberapa dokumen, matanya tajam membaca angka-angka di layar laptopnya. Bagi Ryota Kenneth yang memiliki Ryota Energy Corp., sebuah perusahaan energi terbarukan dan distribusi listrik, efisiensi adalah segalanya. Ketukan di pintu besar yang menghubungkan ruangannya dengan ruang sekretaris sedikit mengusik konsentrasinya. Erol, asistennya, masuk dengan langkah mantap. Di tangannya, sebuah tablet menyala, menampilkan informasi yang telah ia kumpulkan. "Ini informasi yang Anda minta," kata Erol sambil menekan layar, memperbesar foto yang muncul. "Elara Maheswari, istri dari Daris Hamit. Mereka memiliki seorang anak dari pernikahan Daris sebelumnya,” terangnya kemudian. Sebelah alis Ryota terangkat ketika meneliti wajah Daris di layar. Ada sesuatu yang mengusik ingatannya. "Dia adalah Daris Hamit dari Asterra

    Huling Na-update : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 6

    Daris pulang ke rumahnya, setelah menghabiskan dua malam bersama Vanessa. Ia langsung melepas jasnya dan melemparkannya ke sofa dengan asal. Elara, yang masih duduk di lantai menemani Arka membaca ensiklopedia anak, mendongak sesaat. Bau parfum asing samar tercium saat Daris melewati mereka. Tapi Elara tidak bertanya. Seperti biasa, ia memilih diam. Daris membuka kancing atas kemejanya, lalu menoleh ke arah Elara dengan ekspresi datar. “Ambil tas pakaian kotorku di mobil.” Elara meletakkan buku di pangkuannya, bersiap bangkit. Tapi sebelum ia sempat bergerak, Arka sudah lebih dulu berbicara. “Kenapa Ibu yang ambil?” protes bocah kecil itu dengan wajah cemberut. Elara terkejut. Biasanya Arka tidak pernah berkata seperti itu. Anak itu hanya berusia empat tahun, tapi kini matanya menatap ayahnya dengan ketidaksetujuan. Daris menghentikan langkahnya, lalu menoleh tajam ke arah putranya. “Apa?” desisnya.“Ibu capek...” lanjutnya lirih, tangannya menggenggam ujung bajunya sendiri.

    Huling Na-update : 2025-04-25
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 7

    Amanda segera bangkit dari sofa dan menghampiri Ryota dengan senyum manis, sementara kedua pengasuh Anya langsung pergi keluar. "Kak Ryo, Anya masih tidak mau tidur. Aku sudah mencoba berbagai cara membujuknya," ucap Amanda dengan suara rendah, seperti desahan halus yang disengaja. Ryota tidak menanggapi. Matanya menyapu seluruh ruangan, memperhatikan kekacauan yang dibuat putrinya. “Sudah malam,” katanya pada Amanda akhirnya “Kau sebaiknya pulang.” Amanda tersenyum menggoda. Matanya tak lepas dari wajah Ryota. Ia menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya menggulung rambutnya ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya yang putih. “Aku bisa menginap,” Gadis itu terlalu sering mencari-cari alasan untuk berlama-lama di rumah Ryota. Meski samar, ia berusaha menggoda—lewat gerak tubuhnya, intonasi suaranya, cara ia menatap dan berbicara. Namun semua itu tak membangkitkan apa pun dalam diri Ryota. Tak sedikit pun "Kau tak perlu repot lebih jauh," ucap Ryota, nadanya sedikit menur

    Huling Na-update : 2025-04-25
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Penghianatan

    Tiga hari kemudian. Ryota muncul di halaman TK tempat putrinya bersekolah, menjelang pulang. Di antara deretan mobil mewah dan anak-anak berseragam rapi, para ibu muda berpenampilan glamor berbincang santai—dengan tas bermerek, sepatu hak tinggi, dan senyum yang lebih sering dibuat-buat. Namun, suasana itu sedikit berubah saat Ryota melangkah keluar dari mobil hitamnya. Pria itu langsung menyedot perhatian. Beberapa ibu muda menoleh, sebagian melirik dari balik kacamata hitam mereka, saling berbisik pelan di antara rasa penasaran dan kekaguman. Beberapa guru perempuan pun tak bisa menahan pandang, meski kemudian pura-pura sibuk mengatur anak-anak. Tapi Ryota tak memperhatikan siapa pun. Tatapannya tajam, langsung tertuju pada satu sosok yang baru saja memarkirkan motornya. ElaraWanita itu turun dari motornya dengan gerakan cepat dan tenang. Helm masih menutupi kepalanya, tapi Ryota sudah mengenal siluet itu. Langkahnya mantap saat mendekat.Baru saja Elara hendak melepas helm, s

    Huling Na-update : 2025-05-02
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   BAB 1

    “Elara! Kenapa lantai ruang makan masih kotor?!”Suara itu memecah pagi seperti sirene. Elara Maheswari tersentak, tangannya yang tengah mengaduk sayur hampir menjatuhkan sendok. Jantungnya berdegup kencang. Bukan karena takut, tapi karena sudah terlalu sering dibentak seperti itu, dan tetap saja tubuhnya belum kebal.Rahayu berdiri di ambang pintu dapur. Wajah wanita paruh baya itu masam, matanya menyapu ruangan seolah mencari celah kesalahan.“Baru saja Elara pel, Ma,” sahut Elara pelan.“Jangan banyak alasan!” potong Rahayu tajam. “Ini juga, kenapa masaknya lama? Kau mau bikin suamimu dan adik-adiknya telat ke kantor dan kampus, hah?”Elara menunduk. “S-sebentar lagi, Ma…”Tanpa diminta, tangannya langsung bergerak lebih cepat. Menyendok nasi, mengaduk tumisan, memeriksa ayam di penggorengan. Semuanya dilakukan dengan napas yang tersengal. Sejak dini hari ia belum berhenti. Menyapu, mencuci, menyiapkan sarapan. Dan sekarang, dimarahi seolah ia belum melakukan apa-apa. Usianya bar

    Huling Na-update : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   BAB 2

    “Tidak mungkin…” gumam Elara, nyaris tak terdengar.Ia mencondongkan tubuh, mencoba melihat lebih jelas ke arah mobil hitam di seberangnya. Kaca film yang gelap memang menyamarkan.Siapa wanita itu? Kenapa ada di sana?Jantung Elara berdegup kencang. Ia belum bisa mengalihkan pandangannya saat lampu hijau menyala di sisi mobil itu. Mobil Daris perlahan bergerak maju.Elara hanya bisa menatap saat kendaraan itu menjauh. Haruskah ia mengejar? Haruskah ia tahu lebih jauh?Belum sempat ia mengambil keputusan, ponselnya bergetar di saku jaket. Getaran itu terasa seperti cengkeraman yang menariknya kembali ke kenyataan. Ia tak perlu melihat layar. Sudah tahu siapa yang menelepon.Ibu mertuanya.“Elara! Ke mana saja?! Belanja kok lama? Jangan-jangan kau malah keluyuran dulu?!” Suara itu menghantam seperti tamparan. Kasar. Langsung. Tanpa jeda. Tanpa peduli.“Elara… udah di jalan, Bu,” jawabnya pelan.Tapi Rahayu tidak berhenti mengomel. Suaranya terus mengalir di telinga seperti pisau tumpu

    Huling Na-update : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 3

    Elara seketika mematung mendengarnya. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab. Ia tidak sengaja melirik ke arah ibu mertuanya yang sekarang berwajah masam dan mendelik ke arahnya. “Bukannya dia Elara? Menantu Bu Rahayu?” kata salah satu tamu yang lain. Wanita yang tadi menyapanya itu tampak salah tingkah. “Oh! Maaf ya, aku salah mengira,” katanya. “Aku nggak tahu kalau kamu Elara.” Elara memaksakan seulas senyum tipis. “Nggak apa-apa, Bu.” Untuk sejenak, suasana terasa sangat canggung. “Kamu nggak kerja?” Kemudian, pertanyaan itu meluncur dengan nada ringan, sekadar berbasa-basi. Elara hampir membuka mulutnya untuk menjawab, tapi ibu Rahayu sudah lebih dulu menimpali. “Elara ini memang di rumah saja. Tanggung jawab Daris yang cari uang sebagai kepala keluarga.” Tamu itu terkekeh. “Wah, iya juga. Apalagi kalau suaminya sukses, buat apa repot-repot kerja?” Obrolan berlanjut dengan canda tawa, sementara Elara hanya bisa diam, menyelesaikan tugasnya sebelum kembali ke dapur. Ta

    Huling Na-update : 2025-04-01

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Penghianatan

    Tiga hari kemudian. Ryota muncul di halaman TK tempat putrinya bersekolah, menjelang pulang. Di antara deretan mobil mewah dan anak-anak berseragam rapi, para ibu muda berpenampilan glamor berbincang santai—dengan tas bermerek, sepatu hak tinggi, dan senyum yang lebih sering dibuat-buat. Namun, suasana itu sedikit berubah saat Ryota melangkah keluar dari mobil hitamnya. Pria itu langsung menyedot perhatian. Beberapa ibu muda menoleh, sebagian melirik dari balik kacamata hitam mereka, saling berbisik pelan di antara rasa penasaran dan kekaguman. Beberapa guru perempuan pun tak bisa menahan pandang, meski kemudian pura-pura sibuk mengatur anak-anak. Tapi Ryota tak memperhatikan siapa pun. Tatapannya tajam, langsung tertuju pada satu sosok yang baru saja memarkirkan motornya. ElaraWanita itu turun dari motornya dengan gerakan cepat dan tenang. Helm masih menutupi kepalanya, tapi Ryota sudah mengenal siluet itu. Langkahnya mantap saat mendekat.Baru saja Elara hendak melepas helm, s

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 7

    Amanda segera bangkit dari sofa dan menghampiri Ryota dengan senyum manis, sementara kedua pengasuh Anya langsung pergi keluar. "Kak Ryo, Anya masih tidak mau tidur. Aku sudah mencoba berbagai cara membujuknya," ucap Amanda dengan suara rendah, seperti desahan halus yang disengaja. Ryota tidak menanggapi. Matanya menyapu seluruh ruangan, memperhatikan kekacauan yang dibuat putrinya. “Sudah malam,” katanya pada Amanda akhirnya “Kau sebaiknya pulang.” Amanda tersenyum menggoda. Matanya tak lepas dari wajah Ryota. Ia menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya menggulung rambutnya ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya yang putih. “Aku bisa menginap,” Gadis itu terlalu sering mencari-cari alasan untuk berlama-lama di rumah Ryota. Meski samar, ia berusaha menggoda—lewat gerak tubuhnya, intonasi suaranya, cara ia menatap dan berbicara. Namun semua itu tak membangkitkan apa pun dalam diri Ryota. Tak sedikit pun "Kau tak perlu repot lebih jauh," ucap Ryota, nadanya sedikit menur

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 6

    Daris pulang ke rumahnya, setelah menghabiskan dua malam bersama Vanessa. Ia langsung melepas jasnya dan melemparkannya ke sofa dengan asal. Elara, yang masih duduk di lantai menemani Arka membaca ensiklopedia anak, mendongak sesaat. Bau parfum asing samar tercium saat Daris melewati mereka. Tapi Elara tidak bertanya. Seperti biasa, ia memilih diam. Daris membuka kancing atas kemejanya, lalu menoleh ke arah Elara dengan ekspresi datar. “Ambil tas pakaian kotorku di mobil.” Elara meletakkan buku di pangkuannya, bersiap bangkit. Tapi sebelum ia sempat bergerak, Arka sudah lebih dulu berbicara. “Kenapa Ibu yang ambil?” protes bocah kecil itu dengan wajah cemberut. Elara terkejut. Biasanya Arka tidak pernah berkata seperti itu. Anak itu hanya berusia empat tahun, tapi kini matanya menatap ayahnya dengan ketidaksetujuan. Daris menghentikan langkahnya, lalu menoleh tajam ke arah putranya. “Apa?” desisnya.“Ibu capek...” lanjutnya lirih, tangannya menggenggam ujung bajunya sendiri.

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 5

    Pagi harinya, Ryota Kenneth duduk di belakang meja besar berbahan kayu mahal, ruang kerjanya luas dan minimalis, didominasi warna monokrom. Tangannya yang kokoh membolak-balik beberapa dokumen, matanya tajam membaca angka-angka di layar laptopnya. Bagi Ryota Kenneth yang memiliki Ryota Energy Corp., sebuah perusahaan energi terbarukan dan distribusi listrik, efisiensi adalah segalanya. Ketukan di pintu besar yang menghubungkan ruangannya dengan ruang sekretaris sedikit mengusik konsentrasinya. Erol, asistennya, masuk dengan langkah mantap. Di tangannya, sebuah tablet menyala, menampilkan informasi yang telah ia kumpulkan. "Ini informasi yang Anda minta," kata Erol sambil menekan layar, memperbesar foto yang muncul. "Elara Maheswari, istri dari Daris Hamit. Mereka memiliki seorang anak dari pernikahan Daris sebelumnya,” terangnya kemudian. Sebelah alis Ryota terangkat ketika meneliti wajah Daris di layar. Ada sesuatu yang mengusik ingatannya. "Dia adalah Daris Hamit dari Asterra

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 4

    Elara hanya diam, terlalu terkejut karena tiba-tiba dicecar. “Ibu, kenapa tante itu marah-marah?” tanya Arka ketakutan. Bu Rina mencoba menenangkan, "Bu Amanda, tolong tenang dulu—" "Tidak, Bu Rina! Wanita miskin ini berani-beraninya menyentuh Anya!" Amanda—wali Anya itu—kembali menyerang Elara dengan kasar. "Aku tahu maksudmu! Kau mau menjilat keluarga kaya biar dapat imbalan, kan?" Alih-alih membalas, Elara memilih menenangkan mental putranya dari orang dewasa yang berteriak kepada ibunya. Ia menatap Arka dengan lembut. "Arka, tante itu menjadi seperti itu karena sakit dan tidak mau minum obatnya. Ssst, ayo kita pergi," bisiknya pada Arka. Arka menatapnya dengan tatapan penuh mengerti. Jika dia sakit, maka dia harus minum obat. Kalau tidak, akan menjadi orang dewasa yang gila seperti tantenya Anya. Di sisi lain, meski hanya sekilas, Elara sempat melihat Anya tertawa karena ucapannya barusan. Ketika Elara berbalik untuk pergi, langkahnya mendadak berhenti dan mundur

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   Bab 3

    Elara seketika mematung mendengarnya. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab. Ia tidak sengaja melirik ke arah ibu mertuanya yang sekarang berwajah masam dan mendelik ke arahnya. “Bukannya dia Elara? Menantu Bu Rahayu?” kata salah satu tamu yang lain. Wanita yang tadi menyapanya itu tampak salah tingkah. “Oh! Maaf ya, aku salah mengira,” katanya. “Aku nggak tahu kalau kamu Elara.” Elara memaksakan seulas senyum tipis. “Nggak apa-apa, Bu.” Untuk sejenak, suasana terasa sangat canggung. “Kamu nggak kerja?” Kemudian, pertanyaan itu meluncur dengan nada ringan, sekadar berbasa-basi. Elara hampir membuka mulutnya untuk menjawab, tapi ibu Rahayu sudah lebih dulu menimpali. “Elara ini memang di rumah saja. Tanggung jawab Daris yang cari uang sebagai kepala keluarga.” Tamu itu terkekeh. “Wah, iya juga. Apalagi kalau suaminya sukses, buat apa repot-repot kerja?” Obrolan berlanjut dengan canda tawa, sementara Elara hanya bisa diam, menyelesaikan tugasnya sebelum kembali ke dapur. Ta

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   BAB 2

    “Tidak mungkin…” gumam Elara, nyaris tak terdengar.Ia mencondongkan tubuh, mencoba melihat lebih jelas ke arah mobil hitam di seberangnya. Kaca film yang gelap memang menyamarkan.Siapa wanita itu? Kenapa ada di sana?Jantung Elara berdegup kencang. Ia belum bisa mengalihkan pandangannya saat lampu hijau menyala di sisi mobil itu. Mobil Daris perlahan bergerak maju.Elara hanya bisa menatap saat kendaraan itu menjauh. Haruskah ia mengejar? Haruskah ia tahu lebih jauh?Belum sempat ia mengambil keputusan, ponselnya bergetar di saku jaket. Getaran itu terasa seperti cengkeraman yang menariknya kembali ke kenyataan. Ia tak perlu melihat layar. Sudah tahu siapa yang menelepon.Ibu mertuanya.“Elara! Ke mana saja?! Belanja kok lama? Jangan-jangan kau malah keluyuran dulu?!” Suara itu menghantam seperti tamparan. Kasar. Langsung. Tanpa jeda. Tanpa peduli.“Elara… udah di jalan, Bu,” jawabnya pelan.Tapi Rahayu tidak berhenti mengomel. Suaranya terus mengalir di telinga seperti pisau tumpu

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   BAB 1

    “Elara! Kenapa lantai ruang makan masih kotor?!”Suara itu memecah pagi seperti sirene. Elara Maheswari tersentak, tangannya yang tengah mengaduk sayur hampir menjatuhkan sendok. Jantungnya berdegup kencang. Bukan karena takut, tapi karena sudah terlalu sering dibentak seperti itu, dan tetap saja tubuhnya belum kebal.Rahayu berdiri di ambang pintu dapur. Wajah wanita paruh baya itu masam, matanya menyapu ruangan seolah mencari celah kesalahan.“Baru saja Elara pel, Ma,” sahut Elara pelan.“Jangan banyak alasan!” potong Rahayu tajam. “Ini juga, kenapa masaknya lama? Kau mau bikin suamimu dan adik-adiknya telat ke kantor dan kampus, hah?”Elara menunduk. “S-sebentar lagi, Ma…”Tanpa diminta, tangannya langsung bergerak lebih cepat. Menyendok nasi, mengaduk tumisan, memeriksa ayam di penggorengan. Semuanya dilakukan dengan napas yang tersengal. Sejak dini hari ia belum berhenti. Menyapu, mencuci, menyiapkan sarapan. Dan sekarang, dimarahi seolah ia belum melakukan apa-apa. Usianya bar

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status