Ada yang bilang masa putih abu-abu adalah masa yang begitu berkesan. Hal yang sama juga dialami oleh Fina. Di masa putih abu-abu ini, Fina merasakan sekali apa itu yang namanya cinta pertama sekaligus cinta dalam diam. Meski rasanya menyesakkan, Fina berusaha tegar dan tak menampakkan rasa cintanya pada Kahfi. Bahkan hingga Kahfi lulus, Fina berusaha abai dan tidak bermaksud memberikan ucapan selamat atau hadiah. Harga diri Fina dan rasa malu yang Fina punya masih terlalu besar soalnya.
Hidup Fina masih seperti biasa. Sekolah, rumah, ekstra, les, jalan-jalan bahkan dia masih harus satu kelas lagi dengan Zionathan. Dan itu tak masalah bagi Fina. Feyza sendiri sudah tidak terlalu membenci Fina karena dia akhirnya sadar, percuma mencemburui Fina yang hanya sekedar sahabatnya Zio. Toh, Feyza kini juga sudah punya pacar. Meski tak seganteng Zio, tapi pacar Feyza begitu menyayangi Feyza, membuat Feyza dengan mudah melupakan Zio.
Hampir tiga tahun, Fina lalui masa-masa
Minggu pagi adalah waktu yang tepat untuk bermalas-malasan atau olahraga pagi. Begitu pun dengan Fina. Seperti biasa dia berolahraga di area GOR bersama keluarga atau pun para sahabat. Kali ini, Fina hanya ditemani oleh Zio."Bu Zaza gimana keadaannya?""Baik.""Tumben gak jalan-jalan ke GOR?""Gak dibolehin sama Mas Rei, katanya muter-muter kompleks aja.""Hahaha. Protektif sekali.""Dan posesif.""Hahaha, iya. Asik ya Fin jadi kamu. Keluarga kamu banyak dan saling menyayangi." Ada nada kegetiran dalam suara Zio."Ya nanti kamu bikin dong keluarga yang bahagia, anak yang banyak biar gak kesepian kamunya.""Bisa-bisa. Ntar kamu jadi emaknya yak? Lima!""Maksud kamu?!""Aku bapaknya kamu emaknya, ntar kita punya anak lima.""Wegah!""Ayok taruhan!""Emoh!""Yakin?""Ish! Zioooo ...."Fina memukuli bahu Zio sedangkan Zio membalas dengan mencubit pipi gembil Fina
"Assalamu'alaikum Fina?""Wa'alaikumsalam."Fina kaget mendapati Kahfi yang menyapanya. Dia tambah kaget ketika melihat Kahfi datang bersama dengan Azizah dan ... uminya Kahfi.Fina mengangguk kemudian menyalami uminya Kahfi. Seperti biasa keberadaan Fina hanya dianggap angin lalu. Fina pun memilih cuek dan setelah berbasa basi sebentar dengan Azizah, Fina segera menghampiri Nasha."Ada lagi yang harus dibeli, Mah?""Gak ada. Kamu?""Udah semua kok Mah.""Ya sudah ayok."Nasha mengajak Fina menuju ke kasir. Sambil berjalan, Nasha menanyakan siapa Kahfi."Kakak kelas Fina, Mah. Udah kuliah semester dua sekarang.""Ganteng. Tapi gantengan Zio sih. Zio kayak papahmu. Ganteng, tinggi terus macho.""Macho dari mananya Mamah. Orang kurus kerempeng gitu.""Eits, ayok nanti kita buktikan.""Ya ya ya. Terserah Mamah deh."Nasha dan Fina berpapasan lagi dengan rombongan Kahfi. Fina dan Nasha meng
Fina sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Purwokerto. Dia pergi dengan para wanita di keluarga Nara. Hampir satu jam dia muter-muter, kini dia memutuskan ikut duduk bersama Zaza yang sedang menikmati puding mangga. Sedangkan Fiqa, Nasha dan Ayana masih asik belanja."Gak muter-muter lagi, Fin?""Gak Mbak capek."Fina mengambil es cokelatnya. Dia melirik ke arah Rael dan Royya yang masih asik bermain di arena Timezone. Suara ringisan Zaza terdengar di telinga Fina."Kenapa Mbak?""Biasa, pinggang pegel.""Nikmat banget ya Mbak?""Iya nih.""Apa mau lahiran Mbak?""Belum, Fin. Kan baru tiga puluh dua minggu.""Oh."Keduanya asik berbincang sambil mengawasi tingkah Royya dan Rael. Sebuah panggilan mengalihkan atensi keduanya."Assalamu'alaikum, Bu Zaza. Fina.""Wa'alaikumsalam." Kompak Fina dan Zaza.Kahfi tersenyum manis ke arah keduanya. Fina sedikit deg-degan. Lagi
Fina melempar ponselnya ke arah kasur. Dia bosan. Sudah lima hari Fina tidak masuk sekolah gara-gara terkena cacar air.Lima hari yang lalu setelah pulang dari mall, Fina merasakan ada yang aneh pada kulitnya. Kulitnya tiba-tiba terasa gatal. Malamnya dia demam dan pagi harinya, tubuhnya penuh dengan ruam, bentol-bentol dan ada yang berair. Fina tentu menangis dan merengek. Seluruh keluarga jadi kalang kabut. Bahkan Zaza dan dua keponakanya yang sedang menginap tidak diperbolehkan mendekati Fina karena takut tertular.Fina beruntung ruam di wajahnya hanya ada beberapa biji dan tidak terlalu besar. Fina sudah membayangkan bagaimana penampilannya jika sampai cacar air yang dia derita sampai menjalari wajah. Pasti Fina bakalan jadi jelek."Mbak Fina." Panggil Mbok Imas, ART yang bekerja menggantikan Mbok Ijah, dari luar kamar. Mbok Ijah sudah pensiun dan sudah tua. Meski sudah tidak bekerja di keluarga Nara, hubungan keluarga Nara dan Mbok Ijah sangat baik. M
Fina tersenyum ceria, akhirnya setelah dinyatakan sembuh dia bisa bersekolah lagi. Akhirnya ada pemandangan lain selain, kamar, ponsel dan bantal. Meski Papah Rayyan dan Mas Reihan ganteng, tetapi Fina lebih bahagia melihat muka teman-teman cowok di kelasnya meski tak seganteng pada pria di keluarga Nara. Khususon Zio, gantengnya selevel sama papah dan kedua kakak kembarnya, sih."Finaaaa!" Emi berteriak dan langsung memeluk sahabat sebangkunya."Hai, Em. Gimana kabarmu?""Baik. Wuih! Udah kinclong aja tuh muka, bentol-betol cacarnya ngilang kemana tuh?""Ke planet Mars. Hahaha. Yuk, ke kelas. Aku udah kangen tahu sama temen-temen.""Hahaha. Ada beberapa yang ijin, kena cacar juga kayak kamu.""Duh, jadi merasa bersalah, akunya.""Lah, gak ketularan kamu bisa ketularan dari kelas lain kok.""Banyak yang kena ya, Em?""Hooh, minimal satu kelas lima orang.""Wah."Keduanya lalu berjalan menuju ke ruang kelas.
Fina menghampiri sang sahabat yang sedang duduk terpekur seorang diri di dekat arena basket. Zio kaget lalu tersenyum kepada Fina."Galau, Mas?""Iya ini, Mbak. Lagi naksir cewek tapi ceweknya udah naksir yang lain. Ya udah aku gaet yang lain. Ternyata gak gampang, bapaknya galak Mbak.""Hahaha. Salah Masnya sendiri Mbaknya dicuekin ya udah deh, nyari yang lain. Yang lebih dewasa bukan sosok pria manja.""Gitu ya. Jadi aku manja nih ceritanya?""Menurutmu?""Ehm, gak ah. Aku cuma memanfaatkan ajah.""Ish, emang kamu nyebelin Zi.""Tapi ngangenin, 'kan?""Hooh. Kangen pengen njitak tuh kepala.""Hahaha. Ampun dah, Fin. Masih juga galak.""Emang aku galak dari lahir.""Hehehe. Untung cantik ya Fin. Gemesin lagi." Zio menoel dagu Fina membuat baik Zio dan Fina tiba-tiba terdiam. Keduanya saling memalingkan muka. Salah tingkah. Bukan hal yang baru mereka berdua saling menggoda maupun toal-toel meski masi
Fina berjalan menuju keluar masjid sekolah, dia tertegun mendapati Azizah yang terlihat sedang menunggunya."Azizah.""Bisa kita bicara, Fina."Fina mengangguk. Dia segera menggunakan sepatunya lalu setelahnya berjalan mengikuti Azizah. Azizah membawanya ke salah satu gazebo yang sepi."Kamu gak ada ektra hari ini kan, Zah? Tumben belum pulang?" Fina berusaha mengatasi kecanggungan di antara keduanya.Meski Fina dan Zio berteman akrab, tetapi Fina tidak terlalu akrab dengan Azizah. Apalagi, kalau Azizah dan Zio sedang ketemuan, Fina memilih menghindar. Alasannya, dia tidak mau mengganggu privasi dua sejoli. Alasan lainnya, Fina masih memiliki perasaan sedikit tak rela jika perhatian Zio padanya kini sudah teralihkan pada Azizah. Ingat ya 'sedikit' gak banyak-banyak."Belum." Azizah tampak resah. Beberapa kali dia meremas roknya. Fina yang mengamati gerak gerik Azizah hanya tersenyum."Katanya mau ngomong? Ada hal penting apa?"
Rayyan dan Reihan hanya menatap pasrah tiga wanita dalam keluarga Nara yang kini sedang menangis tersedu-sedan. Timbunan tissue sudah memenuhi keranjang sampah sejak dua jam yang lalu."Sedih banget, kenapa harus sad ending sih?!" omel Nasha begitu melihat adegan terakhir drama saeguk yang sedang dia tonton."Iya, Mah. Gak mau tak tonton tapi penasaran. Padahal Zaza udah tahu endingnya dari cerita Yaya. Tapi ... Zaza penasaran. Hiks ... hiks.""Nyesek ya Za. Hiks hiks hiks."I-iya, Mah.""Huwaaa." Ibu dan anak menantu saling berpelukan lalu kembali menangis.Baik Rayyan dan Reihan hanya bisa menghela napas pasrah. Mungkin bagi logika pria, kenapa juga harus nonton padahal hanya membuat nangis Bombay. Mending kan nonton yang bikin happy bukan makan hati apalagi nangis-nangis gak berhenti. Tapi dasarnya wanita kan begitu.Kedua bapak dan anak itu memilih diam. Karena berkomentar hanya akan membuat kedua wanitanya melirik sadis, me