Riswan menatap bingung sepupunya yang kini dengan mudahnya tertidur pulas. Seolah masalah besar yang dihadapinya tidak berarti sama sekali. Sementara dirinya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sahabatnya Rian, baru saja mengirimkan pesan. Arum berada di sebuah klinik swasta tak jauh dari rumah orang tua Akram. Kabar itu akurat karena Rian menjemput ibu mertuanya di klinik itu.Awalnya cukup sulit melacak keberadaan Arum karena ponsel wanita itu tidak aktif. Walau nomor ponselnya sudah berganti, tapi tidak dengan akun email yang masih digunakan Arum untuk penelusuran internet. Dari situlah ahli IT itu tahu jika keberadaan Arum terakhir kali aktif adalah di sebuah pasar tradisional.Setelah tanpa sengaja bertemu dengan Arum. Rian menjelaskan jika adiknya, Tania sedang menemani mertuanya, Nyonya Delia menjenguk tetangganya yang dirawat di Kliknik Mariska. Keduanya bertemu Aluna, Mariska dan kedua anak kembarnya di parkiran klinik. Mereka berteriak pada paramedis untuk segera membantu memin
Suara lantunan ayat suci Al Quran dari pengeras suara di menara mesjid sudah mulai terdengar subuh ini. Sebentar lagi azan akan berkumandang. Riswan mengerjap dan akhirnya membuka lebar pasang matanya. Betapa terkejutnya ia melihat Akram sudah siap dengan pakaian rapi dan sibuk dengan ponselnya. Riswan beranjak dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Serajin itu memang mereka berdua jika berada di rumah ini. Tentu mereka berdua tidak lupa bagaimana dulu Haslanuddin membanting tubuh mereka berdua karena tidak sholat. Meski Riswan dan Akram terkadang masih meninggalkan sholat lima waktunya, tapi lain cerita jika berada di rumah ini. Mereka berdua seakan punya alarm khusus yang sudah terprogram. Terutama Akram yang tahu jika dirinya brengsek dan penimbun dosa. Pernah sekali ia membuat Hastuti tertawa lepas. Kala itu mereka menikmati sarapan pagi dan Akram mengatakan bahwa jika dirinya memasuki pagar rumah ini, ia akan seketika dapat hidayah. Itu bukan kalimat candaan, melainkan p
Riswan memarkir mobilnya di dekat gerbang sekolah Alyana. Gadis itu mendadak mengatakan jika perutnya kram. Minta tolong diantar ke sekolah karena tidak sanggup membawa sepeda motornya sendiri. Ingin izin tidak ke sekolah tapi hari ini ada ulangan harian. Sayangnya itu hanya trik adik sepupunya yang duduk termenung di bangku penumpang tanpa berniat melepas sabuk pengamannya.Riswan yang sejak tadi sibuk membalas pesan di ponselnya belum menyadari. Tapi ketika ia menoleh dan mendapati adik sepupunya sudah duduk miring menatapnya penuh curiga, ia tahu jika dirinya harus punya jawaban untuk pertanyaannya. Jangan lupakan senyum licik mirip senyum tantenya jika mengetahui kesalahannya. Riswan akhirnya sadar jika drama perut kram sebelum berangkat tadi berhasil menjebaknya."Soal hati cewek atau penyakitnya?" tanya Alyana."Maksud kamu?" tanya Riswan kebingungan."Aduh... Kak Riswan jangan pura-pura deh! Alya itu tahu kalau Kak Riswan pasti sudah tahu masalahnya Kak Akram. Kemarin malam itu
"Bukan!!!"Riswan menjawab dengan suara lantang dan ikut membelalak. Tentu saja ia ikut terkejut dengan pertanyaan Safwan barusan. Untung saja ruangan ini kedap suara. Setelah melihat Safwan kembali duduk sambil mengusap dadanya mencoba menenangkan diri, Riswan kembali berujar, "Sembarangan saja kamu ngomong!""Maaf, habisnya Kak Riswan kenapa bisa tahu dia hamil? Kalau bukan Kak Riswan, itu artinya Kak Riswan tahu siapa orang yang sudah tidak bertanggung jawab itu," timpal Safwan. Riswan menghembuskan napas dari mulutnya sampai kedua pipinya menggembungnya. Tebakan adik ipar sahabatnya itu benar adanya."Dia tidak tahu kalau Arum hamil. Dia baru tahu saat bertemu Arum dua hari lalu. Awalnya dia ingin bicara dengan Arum, tapi Arum pergi begitu saja. Mungkin terlalu terkejut atau takut dengan pertemuan mereka. Sampai akhirnya ia sadar jika sepertinya Arum hamil. Setelah dia menemukan kotak susu khusus ibu hamil di kantong belanjaan yang ditinggalkan Arum begitu saja di depan minimarket
Suasana kafe sore ini terlihat terasa lebih ramai dari sebelumnya. Akram sering datang ke tempat ini dulu. Dulu saat adiknya Firman masih hidup. Keduanya akan sering menghabiskan waktu di kafe ini dan membicarakan keseharian adiknya itu di tempat kursus memasak, begitu juga dengan tulisan-tulisannya sendiri. Terbayang olehnya ketika almarhum adiknya itu mengatakan punya resep baru dan akan membuatnya di restoran milik tante mereka, restoran milik orang tua Riswan. Kenangan itu kembali hadir merambah getir. Semalam ia datang ke rumah orang tuanya dan membicarakan masalah perjodohan pilihan mereka. Adiknya Adina tidak memberikan komentar apapun. Sebelum pulang ia sempat membuka pintu kamar kedua adiknya. Adina sudah tidur saat ia akan pulang. Sedangkan di kamar Firrman, hanya kehampaan yang menyambut. Tidak ada yang berubah di dalamnya seolah penghuninya akan kembali. Setelah menyanggupi keinginan papa dan mamanya untuk bertemu gadis yang mereka pilihkan, di sinilah Akram duduk menungg
Fatur:AssalamualaikumPak Akram di mana?Ada investor ingin bertemu.Katanya tertarik program baruTidak mau menyebut namanyaMe:Apa rambutnya putih semua?Pakai cincin giok hijau?Fatur:Benar PakMe:Siapkan kopi tanpa gulaBodyguardnya kasih jus alpukatSebentar lagi saya sampaiNanti saya hubungi dia langsungSantai saja, dia cuma mampirFatur:Baik PakAkram tersenyum lebar mengetahui pria paruh baya yang kaya raya itu tertarik dengan program yang dirintisnya. Walau pria itu sombong, tapi tidak akan segan-segan mengeluarkan banyak uang demi popularitasnya. Jika pria itu sampai disebut sebagai investor pertama dalam program itu, namanya tentu saja akan melejit. Saran dari sahabatnya memang tidak pernah mengecewakannya.Setelah masalah ini selesai diurus, ia akan segera menemui gadis pilihan papanya. Walau sebenarnya ia merasa malas, tapi ia sendiri sadar tidak bisa melakukan hal ini setengah-setengah. Riswan juga sudah berkali-kali mengingatkan dirinya agar tidak memancing kemar
Adina merasa tubuhnya diguyur air dingin sampai seluruh tubuhnya membeku. Akram menjeda kalimatnya dan mencoba mengumpulkan keberaniannya lagi. Keberanian untuk jujur pada sosok yang paling ia percaya untuk menyimpan rahasianya selain Riswan. "Kakak, kakak tidak sadar sudah memaksa dia. Kakak mabuk. Kakak minta maaf sudah mengecewakan kamu. Kakak benar-benar minta maaf," ungkapnya lagi penuh penyesalan. "Aku kecewa sama Kakak...." balasnya. Suara lirih itu rasanya menusuk Akram seperti belati. Ia tahu ini kesalahannya. Tapi mendengar adiknya sendiri mengatakan kecewa kepadanya membuatnya ingin menenggelamkan dirinya ke kolam renang dengan melompat di balkon kamar adiknya. Adina melepas pelukannya dan memilih menatap karpet bulu yang di pijaknya. Kata 'memaksa' yang baru saja dikatakan oleh kakaknya membuat darahnya mendidih. Tidak menyangka jika kakaknya bisa berbuat setega itu. Dari pantulan cermin, Adina melihat Akram yang terdiam menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Sua
"Kakak mau tanggung jawab Dek, itu anaknya kakak! Tidak mungkin kakak biarkan mereka hidup menderita! Apalagi kalau sampai jadi anak orang lain. Tidak akan! Kakak lagi cara supaya dia mau ketemu sama kakak dan kasih kesempatan buat memperbaiki segalanya!" ujar Akram menggebu. "Jadi Kakak sudah yakin mau tanggung jawab?" tanya Adina dan Akram balas dengan jawaban yakin penuh kesungguhan. "Kenapa tidak bilang dari tadi? Aku sudah capek-capek rangkai kalimat panjang karena mengira Kak Akram mau kabur lagi karena tidak mau pusing?" Adina melepas pelukannya sambil mencebik lalu beranjak menarik tissu di atas meja riasnya.Akram hanya melongo melihat reaksi adik perempuannya. Tidak pernah menduga akan dikejutkan untuk kedua kalinya. Sesantai itukah adiknya menanggapi masalah besar yang dihadapinya? Adina mengulurkan beberapa lembar tissu pada Akram yang bergeming. Tanpa tahu sebenarnya Adina hanya berusaha untuk membuat kakaknya lega karena telah mau membagi beban dengannya. Adina tidak in