"Sayang. Maafin aku ya sayang, aku enggak tahu. Aku kira kamu---"
"Minta maaf sekarang juga! Sama Kiki!" tandas Dylan."Karena kamu Kiki jadi yang kena imbasnya, karena kamu juga media berkata buruk tentang kepribadian saya! CEPAT!" tandasnya lagi.Klarissa memalingkan wajah, ia menyesal. Tapi dirinya jaim, gimana dong?"CEPAT!""K-kiki gue minta maaf." ucap Klarissa terpaksa.Kiki setengah tertawa melihatnya. Entahlah ia merasa dibela saja oleh lelaki ini. Tapi kok sesenang ini ya?"Akh Kiki! Gak boleh mikir aneh! Kamu itu bukan seleranya, udah hush hush hushh... Hidup itu bukan selalu tentang cinta Ki!" batin Kiki.Di waktu istirahat kerja.Kiki tiba-tiba ditarik tangannya oleh Putra. "Kerja mulu, ke kantin lah. Udah istirahat nih." ucap Putra yang mendadak muncul didepannya.Tepatnya saat ini Kiki sedang berjaga didepan ruang kerja Dylan."Udah duluan aja. Tuan Dylan masih didalam. Enggak enak aku." ucap Kiki seraya menunjuk ke dalam ruang kerja Dylan, dimana sang tuan muda sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya."Yaelah, tinggal ijin. Daripada lo kelabakan nanti jam istirahatnya habis." ucap Putra sesegera mungkin mengetuk pintu ruang kerja Dylan."Permisi tuan, Kiki mau ijin makan siang. Boleh enggak sekarang---"Belum selesai, Dylan segera menjawab. "Kiki bareng saya." ucapnya yang langsung membuat Putra menelan ludah."Setdah, kayaknya habis ini lu bakal dijadiin bini Ki." ucap Putra.Kiki tertawa mendengarnya. Tapi ia mendadak kepikiran dengan kemungkinan yang akan terjadi kalau dirinya terus-terusan berduaan dengan Dylan.Ia pun memutuskan untuk..."Put, temenin aku ya makan sama tuan." ucap Kiki. Putra langsung semringah."Serius Ki? Boleh-boleh. Lumayan makan-makanan mehong." ucap Putra diselingi tawa."Saya enggak ngajakin kamu, tapi saya ajakin Kiki." ucap Dylan yang tiba-tiba muncul didepan mereka. Seketika Putra langsung makjleb dan loyo."Ayo Ki, kita pergi." ucap Dylan yang langsung menarik tangan Kiki, tentu saja Kiki merasa enggan ditinggal seorang diri, maka dari itu ia langsung tarik tangan Putra saat itu juga hingga membuatnya tertarik."Lah, lah Ki..."Di restoran.Dylan tampak marah. "Saya hanya mengajak Kiki." tegasnya pada Putra yang langsung menciut dan bersembunyi dibalik tubuh Kiki. Bosnya itu memang menyeramkan kalau sedang marah.Kiki segera mengalihkan pembicaraan. "Wah tuan. Itu makanan apa? Kayaknya enak." ucap Kiki.Dan betul, Dylan langsung teralihkan perhatiannya. "Masa kamu enggak tahu sih makanan ini? Baru keluar dari goa kamu?" tanya Dylan yang langsung mengambil makanannya dan santap.Kiki dan Putra saling berdiri menonton sang tuan muda, makan dengan lahapnya sendirian di atas kursi. Dylan cepat menyadari mereka dan berkata."Kenapa diam aja? Ayo duduk." suruh Dylan. Mereka agak kaget. Respon mereka pun berbeda."Udah tuan makan aj--" belum selesai bicara Putra sudah menginjak sepatu Kiki, otomatis wanita itu pun merintih sakit."Iya tuan, kita duduk. Makasih banyak tuan." ucap Putra segera duduk diatas kursinya, memelet lidah pada Kiki. Tentu saja Kiki kesal dengannya. Memang dirinya ikan apa?!Kiki pada akhirnya ikut duduk disebelahnya. Dylan memberikan masing-masing satu piring makanan pada Kiki maupun Putra."Kiki kurus nih, makan yang banyak. Ini daging sapinya saya tambahin." ucap Dylan seraya memberikan daging sapi pada Kiki, tentu Kiki merasa tidak enak."T-tuan, nanti tuan enggak kenyang." ucap Kiki. Sembari itu ia membatin. "Sekurus itukah saya tuan? Tega bener dah dikata kurus." "Kamu pikir saya mau nagih kamu uang setelah makan disini gitu hmm?" tanya Dylan. Kiki nyengir.Setelah saling makan dan hening beberapa saat, Dylan pun segera memulai pembicaraan kembali."Saya mau minta maaf ya sama kalian, karena ternyata yang nyebar berita palsu itu adalah Klarissa." ucap Dylan. Putra kaget."Klarissa?! Jadi dia pelakunya.Bener-bener tuh orang, tapi untung juga sih tuan udah putus sama dia. Orangnya begitu." ucap Putra seraya mengunyah."Hahaha bahkan saya hampir mau cukur burung kamu." tawa Dylan."Nah itu. Untung saya keburu ngumpet di kamar mandi. Kalo enggak bisa habis entar." ucap Putra. Mereka saling tertawa ketika itu.Sesuai yang dititah Dylan kemarin, ia meminta kepada Kiki maupun Putra untuk kerja sama mencari kandidat yang akan dijadikannya pacar.Untuk Kiki memegang biro jodoh A, sedangkan Putra mengiklankan diri di internet. Tentu saja yang paling ramai dari internet.Keesokan paginya bahkan banyak kandidat calon pacar Dylan sudah mengantri layaknya antri minyak goreng di kantor Rolland group.Kiki dan Putra terbukti yang paling sibuk mengurus dan mencatat data kehadiran mereka.Masing-masing mereka disuruh untuk mengisi biodata diri dan macam-macam terkait kepribadian mereka sendiri.Urutan pertama kandidat mulai masuk ke dalam ruangan. Ia tampak sangat senang ketika melihat Dylan pertama kali. Tapi baru tiga langkah masuk dan berniat mendekatinya.Dylan langsung berkata. "Maaf, anda tidak lulus. Berikutnya." ucap Dylan. Kandidat pertama tidak percaya dan sempat tercengang karena ini."Eh? Saya enggak lulus Pak? Saya kan belum ngapa-ngapain?" tanya wanita itu."Kamu enggak denger? Saya minta kamu keluar dan biarkan masuk kandidat kedua!" tandas Dylan.Kandidat pertama pun dengan terpaksa langsung keluar dengan kesal.Kandidat kedua segera masuk, bedanya sudah lima langkah masuk ke dalam ruangan itu Dylan langsung berkata."Anda tidak lulus, kandidat selanjutnya masuk!" ucap Dylan. Kandidat kedua hanya tercengang mendengarnya. Baru akan bertanya, Dylan langsung memberi isyarat "keluar" padanya.Hal itu berlaku seterusnya untuk kandidat ketiga hingga kandidat 60an. Bedanya ada yang tidak lolos di pakaian, cara jalan, cara bergerak, cara berbicara, kepribadian hingga hal terkecil lainnya."Kacau! Dari 60 orang enggak ada satupun yang lolos kualifikasi?!" tanya Putra agak sedikit mengecilkan suaranya.Kiki yang saat itu disebelahnya mengurus data hanya memberi isyarat untuk tidak terlalu berisik."Gimana enggak kesel gua. Kita capek-capek kayak gini, dia mah enak duduk-duduk didalem kena AC. Kita mondar-mandir ngurus anak orok eh orang, tiap detik yang jumlahnya kagak habis-habis terus dia sia-siain gitu aja." keluh Putra.Kiki tidak merespon apapun meski dirinya juga merasa cukup lelah saat itu."Udah deh, gue nyerah. Elu aja Ki yang ngurusin ginian." ucap Putra. "Coba kamu ngomong sama tuan sekarang, berani emang?" tanya Kiki, Putra nyengir."Enggak sih hehe." ucapnya, Kiki menghela nafas. "Dasar.""Nyari pacar udah kayak seleksi cpns aja hahaha. Ki, lo kalo nyari pacar begini gak?" tanya Putra."Gak. Males nyari pacar." ucap Kiki langsung nyelonong masuk ke dalam ruang kerja Dylan seusai mengetuk pintu terlebih dahulu."Permisi." ucapnya.Dylan tertawa."Saya kira kamu yang jadi kandidatnya, baru mau bilang enggak lulus." ucap Dylan, Kiki melihatnya datar."Karena saya enggak sesuai selera tuan kan ya? Udah tahu dari awal sih." ucap Kiki sedikit murung. Dylan tertawa."Hahaha, kamu kan laki Ki, masa saya suka sama kamu sih." ucap Dylan."Tuan kenapa menolak hampir semua kandidat calon peserta?" tanya Kiki heran.Dylan langsung berlari keluar dari dalam mobilnya, menuju pintu yang tertutup dihadapannya. Ia segera gedor-gedor pintu itu. "Kiki! Kiki! Kiki kamu ada disini kan?!" tanya Dylan berkali-kali dalam keadaan seperti itu, coba memanggilnya. Akan tetapi pintu itu yang tertutup itu masih terbungkam, bahkan bisa terlihat dengan tanda gorden yang tertutup. Kemungkinan besar kalau sedang tidak ada orang didalam sana. "Sepertinya memang tidak ada orang tuan, dirumah non Kiara." ujar Rizal berdiri disebelahnya. Akan tetapi tiba-tiba pintu itu terbuka dan memunculkan seseorang dihadapan mereka berdua. Tentu Dylan sangat kaget saat melihat Kiki ada dihadapannya dalam wujudnya menjadi seorang laki-laki, memakai rambut pendek. "Kiki!" pekik Dylan yang sesegera mungkin mendekatinya dan mengguncang-guncang bahunya. "Ini bener kamu Ki?" tanya Dylan tidak percaya. Kiki hanya tersenyum tipis saat itu. "I-iya tuan." jawabnya."Kamu kemana aja sih? Saya ratusan kali menelepon kamu, email kamu, sms
Setelah Putra menelepon, Dylan tiba-tiba menelepon video. Kiki pun kaget, ia tidak terbiasa dengan telepon video. Ia bahkan terlihat berantakan saat itu, belum sempat mandi juga tadi sore. Ia bingung, tapi coba sedikit rapikan rambutnya atau sisiri dengan tangan agar tidak terlalu berantakan. Ia ekspresikan wajahnya dengan senyum menghadap kamera, kemudian ia pun terima telepon videonya. Terlihat disana Dylan sedang duduk bersandar pada dipan kasurnya, dipangkuannya juga ada sebuah laptop yang sering dipakainya. "Hai Ra ... Lagi apa?" tanya Dylan tersenyum. "E-eh hehe, a-aku habis makan barusan." ucap Kiki sedikit menutupi kalau dirinya habis teleponan dengan Putra. "Kamu gak tanya saya udah makan?" tanya Dylan, Kiki terkekeh. "Kamu sudah makan?" tanyanya. "Belum, nunggu ngeliat kamu dulu. Baru saya mau makan." ucap Dylan. Kiki makin terkekeh. "Kok gitu pak? Memangnya belum lapar? Ini udah jam 9 loh, nanti telat makan sakit perutnya. Bapak kan besok pagi kerja lagi." tanya Ki
"Tepat, yah meski masih agak nyerempet sedikit dengan bisnis perusahaan kita haha." ujar Richard. Putra tersentak sepanjang mendengar percakapan mereka, seakan dirantai seluruh tubuhnya hingga membuatnya terus mematung didepan sana dengan keadaan raut wajah tidak percaya. Seingat Putra yang terjadi tepat tiga belas tahun lalu adalah peristiwa yang sering dijabarkan oleh Kiki, dimana dirinya menjadi korban dari tragedi kebakaran di rumahnya. Yang turut menghanguskan kedua orang tuanya, tersisa hanya dirinya saja yang masih selamat dalam kejadian itu.Ia membatin. "Ini pasti ada hubungannya sama Kiki, gue yakin banget orang yang ngomong barusan itu direktur dari perusahaan Dean Kyle. Yakin banget gua kalo dia itu pelakunya, gue bener-bener enggak nyangka, kok bisa. Bahkan bapaknya Non Klarissa juga ngomongnya seakan-akan dia emang kongkalikong merencanakan tragedi belasan tahun lalu itu." batin Putra. Tiba-tiba seseorang menepuk punggungnya dari belakang, sontak saja Putra kaget bu
Sekitar pukul sebelas malam, Kiki dan Dylan segera pulang. Mereka saling jalan berdampingan sepanjang perjalanan pulang itu, menyusuri gelapnya jalan yang dikelilingi oleh beberapa pepohonan.Malam yang dingin dan sejuk, seakan suasana saat itu sudah benar-benar pagi, padahal masih belum berganti hari. Dylan merasa kedinginan, dirinya tidak terbiasa dengan suhu sedingin ini. Apakah mungkin ini pengaruh dari dekatnya mereka dengan wilayah pegunungan?"Kamu tahu? Sepanjang saya jalan sama kamu, saya selalu teringat sama Kiki. Kenapa ya kalian terlihat begitu mirip?" tanya Dylan heran. Kiki hanya tersenyum mendengarnya, menganggapnya hal biasa. "Semua orang yang kenal dekat sama saya dan Kiki juga bilangnya begitu pak. Kita terlihat sangat mirip.Bahkan saya pun sampai heran apakah Kiki sebenarnya saudara kandung saya atau bukan." ujar Kiki coba menimpalinya dengan kebohongan lain. Dan mirisnya Dylan benar-benar tidak menyadari hal itu. "Entahlah, mungkin juga karena saya terlalu ba
"Oh iya! Itu kan ada pasar malam di lapangan!" ucap Kiki antusias. "Pasar malam?" Dylan terheran. Kiki langsung bangkit dari duduknya dengan perasaan senang. "Saya mau kesana, katanya ada hadiah yang dapat jam tangan seharga lima ratus ribu! Saya mau kesana!" ucap Kiki. "Kamu tunggu sini aja." ucapnya langsung kabur, tentu saja Dylan tidak mau ditinggal sendirian. "Hei! Saya ikut!" Dylan mengikutinya. Rizal baru akan mengikutinya namun Dylan sudah berteriak. "Jangan ikut!" Mereka berdua akhirnya sampai didepan sebuah pasar malam yang dikelilingi oleh cahaya lampu disetiap wahananya atau di berbagai sisi kios-kios yang bertebaran. Kiki begitu antusias ketika melihatnya, entah kenapa dirinya jadi merasa nostalgia saat seluruh pandangannya terfokus pada suasana pasar malam itu. Seperti halnya di masa lalu, saat dirinya pergi ke pasar malam bersama kedua orang tuanya. Mendadak sebuah senyum terukir manis di sudut bibirnya. Terkesan lirih, tanpa disadari Dylan melihatnya. Entah ke
"Ya terus gimana? Mau ngapain kalau sudah tahu saya ada disini? Saya enggak bisa nikah sama kamu, saya enggak cinta sama kamu." ujar Kiki."Yakin gak cinta sama saya? Kalau gitu yang namanya Kiara juga enggak cinta sama saya ya? Janji belasan tahun lalu akan kamu lupakan sebegitu mudah?" tanya Dylan. Kiki tersentak, ia memalingkan wajahnya merasa tidak nyaman."Maaf saya harus pergi." ucap Kiki yang coba meraih kunci motornya lagi. "Enggak mungkin semudah itu." Dylan masih tetap menghalaunya dan menyembunyikan kuncinya. Dylan beralih memegang tangan Kiki dan membawanya pergi dari sana. Mereka jalan berdampingan di tepian tempat pemancingan, kemudian saling berdiri dan berhadapan. Angin berhembus sejuk dan Dylan pun berkata. "Saya tidak berniat untuk memaksa kamu, saya akan menunggu kamu sampai kapanpun kamu siap. Tapi yang jelas ada satu hal penting yang ingin saya tanyakan ke kamu. Dimana sebenarnya keberadaan Kiki sekarang?" tanya Dylan, Kiki tersentak. Ia hanya memalingkan w