Share

6

"Ya karena enggak sesuai kriteria saya." ucap Dylan enteng.

"Tapi tuan, mohon maaf sebelumnya. Kita udah menghabiskan waktu, biaya dan tenaga banyak untuk ini. Masa sih diantara 60 orang enggak ada satu pun yang sesuai sama kriteria tuan? Minimal yang nyerempet-nyerempet dikit aja tuan." ucap Kiki.

"Enggak ada satupun yang sesuai kriteria saya. Dan saya enggak mau maksa diri saya buat nerima orang yang menurutmu nyerempet-nyerempet dikit itu." ucap Dylan tersenyum.

Kiki menghela nafas. "Terserah tuan deh. Sekarang juga udah sore, kantor ini mau tutup. Kita lanjut besok ya tuan." ucap Kiki.

"Oke." ucap Dylan seraya pergi dari sana akan tetapi baru beberapa langkah, Dylan langsung terjatuh. Kiki pun kaget dan langsung mendekatinya.

"Tuan, tuan kenapa?" tanyanya panik.

Dylan terus memegang kakinya.

"Saya enggak bisa berdiri Ki. Aw. Kaki saya kesemutan." Dylan merintih.

"Kesemutan? Yaudah saya bantu luruskan kakinya ya tuan." ucap Kiki segera meluruskan kedua kakinya diatas lantai dan buka sepatu termasuk kaus kakinya.

Bahkan sepanjang digerak-gerakkan seperti itu Dylan merasakan ngilu yang luar biasa.

"Yang pelan Ki." ucap Dylan. "Iya tuan. Oh iya tuan, saya baru inget kalau obat kesemutan itu bisa pakai cara ini." ucap Kiki segera mengambil gelas berisi air, lalu ia cipratkan airnya ke atas kaki Dylan berkali-kali.

Entah kenapa sepanjang itu Dylan hanya terus memandang Kiki sangat lama.

Tepatnya saat ini... Dirinya sedang merasa nostalgia, ia teringat dengan kejadian puluhan tahun silam yang begitu membekas di hatinya.

Dimana anak gadis yang menjadi teman masa kecilnya, sosok yang begitu ia rindukan sejak lama yang juga cinta pertamanya melakukan hal serupa ketika mendapati dirinya sedang kesemutan seperti ini.

Bahkan wajah Kiki dan anak gadis itu jika diperhatikan dengan jelas sangatlah mirip. Mungkinkah Kiki itu...

"Ki... Apa kamu punya saudara?" tanya Dylan tiba-tiba, Kiki tersentak. Kenapa mendadak Dylan menanyakan tentang keluarganya?

"E-enggak tuan. Saya enggak punya saudara." balas Kiki.

"Lalu dari mana kamu tahu cara semacam ini?" tanya Dylan terkait caranya mengepret air ke anggota tubuh yang kesemutan.

"I-itu karena... Diajarin Om Roni tuan." ucap Kiki.

"Oh, hehe.. Kirain sama siapa. Jujur ya, kamu itu mirip sama teman masa kecil saya. Yang melakukan cara barusan.

Tapi bedanya, dia rambutnya panjang, kulitnya putih, sukanya pakai rok, tinggi dan senyumannya... Manis.

Tapi udahlah, orangnya juga udah enggak ada." ucap Dylan, Kiki tersentak.

"Apa mungkin orang yang kriterianya tuan cari itu mengambil inspirasi dari teman tuan yang udah enggak ada?" tanya Kiki.

Dylan tersenyum.

"Iya, benar. Cepat tanggap ya kamu hahaha." ucapnya. Ia coba mengangkat-angkat kakinya dan mulai berdiri.

"Kayaknya memang manjur cara seperti itu. Persis yang dia lakukan sama saya dulu. Makasih ya Ki." ucap Dylan.

"Sama-sama tuan."

Malam harinya sekitar pukul 8. Kiki baru saja mau pergi ke bangunan sebelah, tiba-tiba dirinya dipegang tangannya oleh Dylan.

"Tunggu Ki." ucap Dylan.

"Ikut saya." ia langsung mengajaknya pergi dari sana. Menaiki satu per satu anak tangga, berjalan menuju kamarnya. Hingga membuatnya terduduk di atas kasur sana.

Dylan ikut duduk lalu menaruh tangan Kiki ke atas pundaknya. "Pijitin."

Kiki menatapnya datar.

"Siapa suruh. Milih-milih enggak jelas kayak tadi. Nyampe 2 hari milih pacar enggak kelar-kelar, duduk seharian buat nolakin orang-orang yang enggak sesuai seleranya. Heuh capek deh." keluh Kiki dalam hati.

Dylan berkata. "Pasti kamu lagi dumel-dumel enggak jelas ya dalam hati? Ngaku kamu." ucap Dylan. Kiki sedikit terkekeh.

"Kok dia bisa tahu sih yang aku pikirin, sumpah deh dia dukun bukan sih?" batin Kiki heran.

"Sebelah sini Ki. Nah iya itu." unjuk Dylan ke arah pundak sebelah kanannya, ia begitu menikmati pijatan Kiki yang terasa begitu nyaman. Hingga ia mengambil kesempatan untuk membuka bajunya dan rebahan diatas kasur. Kiki kaget bukan kepalang.

"T-tuan mau ngapain?" tanya Kiki mengira kalau Dylan ingin memperkosa dirinya.

"Apa? Mikir apa kamu? Saya mau dipijitin sambil tiduran. Emang saya salah?" tanya Dylan, Kiki pun merasa sedikit malu ketika itu, meski masih agak tidak etis buatnya.

"Ah sudahlah... Dia kan menganggapku sebagai laki-laki juga. Lagian dia enggak bakalan ada niat suka atau memperkosa aku kok. Pede banget sih." batin Kiki.

Mau tak mau dirinya pun segera duduk ditengah kasur, mendekati Dylan yang sudah tiduran tengkurap disana.

Melihat betapa bening dan kokoh belakang tubuhnya jadi membuat Kiki sedikit malu.

Meski begitu Kiki terus memijatinya mulai dari ujung bahu kanan dan kirinya lalu area punggung serta belakang tubuhnya yang lain.

Dylan merasa begitu menikmati pijatannya itu hingga tidak sadar dirinya hampir akan tertidur kala itu.

"Tuan?" tanya Kiki sedang memastikan kalau tuannya itu tidur atau tidak.

"Hm?" tanyanya kecil.

"Tuan tidur ya?" tanya Kiki.

"Enggak, cuma merem." jawabnya masih kecil.

"Tuan, saya mau tanya." ucap Kiki.

"Apa?"

"Kenapa tuan putus sama Nona Klarissa padahal Non Klarissa bilang, dia udah kenal sama tuan sejak kecil bahkan juga udah dijodohin dari saat itu." tanya Kiki penasaran.

Dengan lemas dan setengah sadar, Dylan berkata. "Itu karena dia nyebelin, dia cuma mau harta saya aja selama ini." ucap Dylan.

"Kenapa kok tuan bisa seyakin itu dia mau hartanya tuan aja?" tanya Kiki.

"Putra yang bilang, dia gak sengaja dengar percakapan Klarissa yang lagi ngomong sama temannya, pamer-pamerin diri didepan temannya kalau dia mau nikah sama saya, nikah yang mewah diluar negeri dan harta kekayaan serta perusahaan Rolland yang akan jatuh ke tangannya suatu saat nanti. Menurut saya itu agak... Berlebihan. Dan itu cuma satu dari sekian banyak kekurangannya yang pernah saya hitung selama ini, selama saya menjadi pacarnya maupun teman masa kecilnya." ucap Dylan.

"Tapi tuan, tiap orang... Pasti memiliki kekurangan. Buktinya tuan sampai sekarang susah kan memilih wanita yang sesuai selera tuan? Dari keenam puluh orang yang jadi peserta aja enggak ada yang lulus. Menurut saya ya tuan... Tapi maaf nih bukannya saya lancang. Menurut saya tuan mesti membuka hati dan menerima kekurangan masing-masing orang. Ya minimal ada gitu sedikit kekurangan mereka yang mampu tuan tolerir." ucap Kiki.

Dylan hanya terdiam.

"Maaf ya tuan, sebenarnya saya enggak enak ngomong ini. Tuan marah ya? Diem aja gitu hehe." tanya Kiki, akan tetapi Dylan masih terus terdiam.

Kiki yang penasaran pun segera melihat ke depan wajahnya dan ternyata benar.... Dylan tertidur!

"Haish, tuan malah molor ih. Udah ngomong panjang lebar sampai jadi satu novel malah tidur. Udah ah kabur." ucap Kiki segera bangkit dari kasur.

Tapi sebelum itu dirinya selimuti terlebih dahulu seluruh tubuh Dylan.

"Enggak pake baju lagi. Kalo aku pakein nanti dia bangun lagi. Mending selimutin aja." batin Kiki, ia pun keluar dan tutup pintunya.  

Saat keluar dari kamar, ia tiba-tiba langsung berhenti dalam keadaan kaget setengah mati, ketika disadari didepannya ada Rudi. Kiki langsung kaget setengah mati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status