Share

Bukan Semata Fisik
Bukan Semata Fisik
Author: Zhia

Prolog

Bisakah kita meminta terlahir sempurna? Menjadi primadona dunia fana ini, apakah layak? Seorang manusia berlumur dosa namun berkeinginan sempurna, kurang ajar kah?

Bunga mulai bermekaran, menyerbak harum wangi khas. Bersamaan dengan matahari yang menunjukan dirinya secara malu-malu, warna hangat menyebar perlahan menembus celah jendela para penduduk bumi. Sedikit demi sedikit terdengar aktifitas para mahluk bumi untuk memulai hari.

Aroma kopi sangat kental dipagi hari terutama disalah satu kedai Kopi, ya Kedai Kopi yang cukup tersohor di kota tersebut, meskipun hanya sebuah Kedai sederhana. Namun, cita rasa yang disajikan begitu kuat dan kental, apalagi dengan bangunannya yang masih terlihat klasik. Sungguh sempurna rasanya memulai aktifitas dengan secangkir kopi dan sehelai roti gandum menurut beberapa pikiran manusia dewasa yang beranjak paksa.

Pintu kedai terbuka dengan otomatis suara dentingan lonceng terdengar, seseorang masuk perlahan dengan membuka Aviator Sunglasses hitam yang dia kenakan. Duduk tepat pojok jendela menghadap pemandangan lalu lalang para manusia yang sibuk dengan aktifitas. Hanya beberapa saat dia terduduk, Waiters menghampiri dengan Note dan pena yang dia bawa guna untuk mencatat beberapa pesanan Pria tersebut.

“Selamat pagi, mau pesan apa?” Tutur Waiters tersebut dengan ramah dengan senyum hangat menyambut pelanggan pertamanya. Sayangnya, Pria tersebut tidak memandang senyum hangat Waiters. Dia fokus dengan pemandangan yang disuguhkan dibalik jendela. 

“Corn rye bread satu dan Americano satu.” Balasnya santai dengan  tatapan yang masih tak berpaling, Waiters tersebut segera mencatat. Langkahnya berbalik segera menyiapkan pesanan pelanggan pertamanya itu. 

Sebetulnya pelanggan pertama itu adalah pelanggan setia, setiap pagi hari dia selalu orang pertama yang muncul di Kedai dengan pesanan yang sama. Hingga pemilik kedai selalu memberi potongan harga baginya. Ya terkadang dia tak menerima dan selalu berlalu dengan meninggalkan uang kembalian. Sungguh jenis pelanggan yang langka, bukan?

Pelanggan yang lainnya pun mulai bermunculan satu persatu menampakan wajah butuh energi untuk memulai hari. Kedai sedikit ramai, tak lama Pria tersebut berjalan ke arah kasir dan untuk membayar pesanan. Ya kasir tersebut adalah Waiters yang baru saja melayani dia. Ya bisa dibilang karyawan kedai hanya sedikit dua orang waiters yang sekaligus menjadi kasir dan juga satu peracik kopi sekaligus pengolah roti. 

“Meja nomor tiga?” pria tersebut berbicara menanyakan Bill pesanan dia kepada seorang yang berhadap dengan mesin kasir. Wanita tersebut menoleh dan sedikit gugup seolah anak magang yang baru mengenal dunia kerja. Lalu dia menarik kertas yang disebelah mulai berbicara nominal pesanan meja nomor Tiga tersebut.

Tak perlu waktu lama Pria tersebut menyodorkan satu lembar uang seratus ribu. “Karyawan baru ya?” tanyanya sambil menatap kejap pada wanita itu.

“Iya,” balasnya sembari membetulkan kacamata yang sedikit turun dari permukaan hidung. Pria tersebeut hanya mengangguk kecil sedikit menaikan halisnya.

“Avraam!” deru seorang Pria Tua yang sesaat keluar dari bar kopi, Pria yang hendak keluar kedai pun membatalkan langkahnya, mulai membalik tubuh dan melihat jelas kepada pemanggil dengan suara yang tidak asing baginya.

“Paman Aathif,” lontarnya dengan senyum kecil yang cukup manis.

“Bagaimana kabarmu? Kau sangat terlihat sehat dan bugar dari sebelumnya,” tangannya mulai berjabat sedikit bergurau, wajah yang sedari tadi terlihat tegas berubah menjadi hangat setelah melihat sosok paman berjumpa dengan Avraam.

“Baik, Paman sendiri bagaimana? Sepertinya Avraam lihat semakin awet muda saja,” gurau balik Avraam semakin menambah tawa Paman Aathif terpancar hingga sedikit terbatuk kecil.

“kamu bisa saja, Americano nya mau tambah lagi tidak nih?” Paman Aathif menawarkan kembali dengan sedikit menepuk kecil punggung Avraam, seakan mereka teman yang tidak sungkan untuk bergurau. 

“Tidak Paman, Terima kasih! Mungkin lain waktu, bisa kan?”

Paman Aathif kembali tertawa. “Pasti bisa untuk mu Avraam. Oh ya, kenalkan ini cucu saya, dia tinggal bersamaku dan membantuku dikedai juga, namanya Linara. Cucu gadis ku yang sangat ku sayang, Linara kenalkan ini Avraam salah satu teman Kakek,” ungkapnya memperkenalkan.

“Hallo, saya Linara!” Gadis yang berada dihadapan kasir itu mulai menjulurkan tangannya untuk berjabat perkenalan, Avraam membalas dengan singkat.

“Avraam, senang bertemu denganmu, Nona.” 

Hanya sesaat Avraam dan Linara berjumpa, Avraam yang langsung bergegas pergi meninggalkan kedai, mungkin sudah saatnya dia mulai bekerja. Seperti biasa dia meninggalkan uang kembaliannya, membuat Paman Aathif bergeleng kecil dengan sikap Avraam yang tidak berubah dan ya bisa dibilang sangat menguntungkan bagi bisnisnya.

“Oh ya, Linara. Tadi itu teman Kakek dia adalah pelanggan setia hingga akrab sampai sekarang. Jadi kamu jangan aneh dengan kedatangannya setiap hari dengan pesanan yang sama setiap kali dia kesini,” jelas Kakek, Linara hanya mengangguk paham.

“Besok kamu sudah mulai Kuliah ya. Jaga kesehatanmu, jangan terlalu lelah,” nasehat Kakek kepada cucu kesayangannya. Setelah sedikit berpetuah pada sang Cucu dia langsung kembali kepada Bar kopi andalannya. Meski bisa dibilang kategori manula, akan tetapi Aathif masih handal dalam meracik kopi dan menguleni Roti hingga sekarang membuat Kedai sederhananya itu selalu dikunjungi para pemburu Kuliner.

Sedikit berkenalan dengan Kedai yang sudah lama berdiri semenjak Linara berusia sepuluh tahun, Kedai kopi sederhana yang dibangun langsung oleh Aathif selaku pemilik Kedai. Hanya ada dua Waiters yang membantu selama Kedai berlangsung, akan tetapi sayangnya ada salah seorang waiters yang sudah resign karena alasan melanjutkan pendidikannya. Bagi Aathif itu sudah menjadi hal biasa, dan beruntungnya ada sosok Linara yang menjadi peran pengganti Waiters tersebut. Bagi Linara hal itu tidak berat baginya hanya membantu melayani pelanggan. Ya, selama dia merakit pendidikannya disana, hitung-hitung balas budi Linara selama tinggal bersama Kakek.

Linara Putri Atmaja itulah nama lengkapnya, seorang gadis berumur dua puluh tahun dengan rambut coklat tua dan bermata empat yang selalu memakai frame silver. Baru bisa merakit kembali pendidikannya di usia sekarang, ya mungkin ada suatu alasan tersendiri baginya. 

Hari esok adalah hari pertama dia masuk kuliah, segala persiapan mungkin sudah ditata rapi oleh Linara. Bisa dibilang Linara adalah seorang gadis yang sangat rapih serta sedikit perfeksionis dalam segala hal, apalagi pakaian yang dia kenakan.  

***

“Linara bukankah hari ini kamu kuliah?” Aathif sedikit terkejut melihat cucunya yang sibuk menyiapkan Kedai yang akan siap dibuka. Linara menoleh sahutan kakeknya tersebut dan membetulkan kacamatanya yang lagi-lagi terperosot dari batang hidung mungilnya.

“Linara masuk jam sepuluh pagi, Kek. Ada waktu untuk Linara membantu Kakek dulu.” Jawab Linara lembut. Sosok hangat Linara menambah hangat kehidupan Kedai Kopi Tua itu, Kakek hanya bisa berucap terima kasih pada sang cucu yang sangat pengertian itu.

“Oh ya, Kek. Bukankah ada satu karyawan lagi, perasaan kemarin Linara hanya seorang saja yang membantumu, dimana Waiters itu?” 

Secuil pertanyaan terlontar, tak selang lama karyawan yang Linara tanya itu hadir melihatkan jati dirinya. Seorang Pria dengan tinggi badan berkisar 173cm dan bisa dilihat dari paras yang dimiliki dia seperti berumur 25 tahun, dengan potongan rambut undercut menambah aura yang dia miliki.

“Nah, ini dia orangnya,” Aathif menyambutnya, Pria tersebut mendekat.

“Maaf Paman Aathif, Rayhan sedikit terlambat. Jalanan ibu kota macet parah,” 

“Tidak masalah bagi saya, yang penting kamu datang dengan selamat.” Sungguh ucapan yang menakjubkan dari bibir seorang atasan, bukan? Jarang sekali seorang pemimpin yang sekaligus pemilik bisnis bisa memiliki empati cukup tinggi, ya beruntunglah.

“Oh ya, Linara kenalkan ini Rayhan. Dia sudah cukup lama kerja bersama Kakek, kemarin Rahyan cuti karena adanya sidang skripsi makanya dia tidak terlihat kemarin. Beruntungnya kamu ada bersama Kakek, membantu berjalannya kedai tua ini.” Sedikit penjelasan yang terlontar langsung dari bibir Pria tua itu, Linara hanya membalas dengan senyum sehangat mentari pagi. 

Rayhan yang sedari tadi diam terbekuk melihat Linara tersenyum hangat kala itu seakan tersihir melihat pesona yang alami terpancar. Aathif menepuk pelan punggung karyawannya itu, sedikit memberi kesadaran padanya. Sontak saja Rayhan kembali pada dirinya, meski agak sedikit kikuk.

“Ah I-iya, maaf saya sedikit melamun tadi. Kenalkan nama saya Rayhan,”Akhirnya Rayhan berhasil memperkenalkan dirinya kepada Linara, meskipun bisa dikatakan sedikit canggung. Tak masalah yang terpenting dia sudah berani.

“Linara, senang berkenalan dengan anda.” Linara sedikit membungkukan badannya sebagai salam perkenalan awal, tak lama kemudian arah pandangan Linara tertuju kepada Watches putih yang dia kenakan menunjukan pukul setengah sepuluh, membuat Linara sesegera mungkin untuk berangkat kuliah, tak lupa juga dia berpamitan pada sang Kakek dan partner barunya di Kedai.

“Semoga hari mu menyenangkan! Hati-hati..,” secuil perhatian kecil Aathif pada cucunya yang mulai membuka pintu hendak pergi itu. Linara mengangguk penuh yakin dan menutup kembali pintu yang meninggalkan suara denting lonceng.

“Mau sampai kapan kamu melongo seperti itu, Rahyan.” Pergok Aathif pada karyawannya yang sedari tadi masih menatap jejak akhir Linara.

“Ah i-Iya maaf..,” Rayhan menggaruk kepalanya meskipun tak terasa gatal, seakan semua terasa otomatis saja. Rayhan mulai berlalu langkah mendekati meja terisi pelanggan itu.

“Sehangat Mentari!” Batin Rayhan terketuk hingga memancar senyum semangatnya. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ahoyana
permulaan yang mantap...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status