Home / Rumah Tangga / Bukan Surga Impian / 1 : Perempuan Opacraphile

Share

1 : Perempuan Opacraphile

Author: Authorfii
last update Huling Na-update: 2024-11-04 17:30:15

Satu bulan yang lalu, hidup Jenna masih seperti biasa. Memang tidak sebahagia dulu, tapi Jenna masih bisa tertawa bersama teman-teman sesama penulisnya saat nonton drama komedi, ataupun menonton video tiktok yang menampilkan review makanan India dari kalangan sudra.

Tapi hari ini, tawa itu seperti hilang dari Jenna. Ucapan dokter Cahaya yang memintanya untuk menjadi 'madu' wanita itu—terus terngiang-ngiang di pikiran Jenna. Padahal itu sudah berlalu 3 hari dari sekarang. Sudah 3 hari pula dirinya tidak bertemu dengan wanita yang ingin memintanya menjadi madu itu.

"Aku nggak ngerti lagi sama arah pikiran dokter Cahaya," ucapnya sambil menahan kesal di dada. Tapi tangannya tak serta merta diam di atas paha, melainkan melemparkan baru kerikil ke arah danau yang membentang luas di depannya.

"Bisa-bisanya dia memintaku menjadi madunya? Memang aku perempuan seperti apa? Aku sama sekali nggak mau dan bahkan benci status itu." Bayangan demi bayangan masa lalu yang membuatnya trauma, hingga didiagnosis mengalami gangguan mental anxiety disorder—seketika terbersit dalam pikiran Jenna. Saat di mana hari kehancurannya dimulai dari sana.

Siang itu, Jenna remaja pulang dari sekolah dengan senyum terulas lebar. Di kedua tangannya yang tersembunyi di balik punggung, Jenna remaja menyembunyikan dua lembar kertas hasil ujian tengah semester (UTS) yang akan dia pamerkan pada sang ayah dan ibunda. Di kedua kertas hasil ujian itu, terpampang nyata nilai dengan angka 98 dan 96. Yang mana, dua mata pelajaran yang Jenna akui sulit untuk ditaklukan.

Dengan mempercepat langkahnya, Jenna tidak sabar untuk menunjukkan hasil ujiannya itu. Dia sudah menebak, akan sebahagia apa kedua orang tuanya saat Jenna berhasil menaklukan pelajaran Matematika dan Fisika tersebut.

Begitu memasuki ruang tamu rumahnya, Jenna merasa ada keheningan di rumahnya tersebut. Padahal biasanya, sang bunda berada di ruang tamu untuk menyambut kepulangannya.

“Bunda,” panggil Jenna remaja saat itu. Yang ada di pikirannya saat itu, sang bunda mungkin sedang berada di dapur—menyiapkan olahan makan siang untuk disantap bersama.

Begitu kedua kakinya semakin masuk ke dalam rumah, lebih tepatnya di ruang keluarga. Jenna tertegun saat mendengar suara isakan tangis memilukan dari kamar sang ibunda. Khawatir, dia pun segera berlari untuk memastikan jika sang bunda baik-baik saja.

“Bunda!” Jenna remaja membuka pintu dengan cepat. Di sana, ternyata ada sang ayah yang sedang berlutut di depan sang ibunda.

Jenna yang tak mengerti dengan situasi yang terjadi, hanya mematung melihat dua orang yang dia sayangi sama-sama menjatuhkan air mata.

“Ayah, Bunda. Ada apa ini?” Saat itu, Jenna mengambil langkah untuk mendekati kedua orang tuanya. Dia juga ikut berjongkok seperti sang ayah untuk menatap sang ibunda.

Sang ibunda belum menjawab pertanyaannya, yang pada saat itu Jenna terka sebagai tangis yang paling memilukan dari sang ibunda. Jenna tidak pernah melihat sang ibunda menangis seperti ini sebelumnya.

Kedua matanya sembab dan memerah, menandakan jika sang ibunda sudah menangis cukup lama. Belum lagi punggungnya yang bergetar menahan air mata yang terus merebak. Dan isakan memilukan itu, Jenna tidak bisa untuk tidak lupa bagaimana menyakitkannya suara isakan sang ibunda.

“Ayah, Bunda kenapa nangis?” Jenna memandang sang ayah. Dari sudut mata sang ayah, pria yang menjadi cinta pertamanya itu juga kembali meneteskan air mata.

“Maafkan Ayah, Jenna.” Tiga kata yang keluar dari mulut sang ayah, membuat dahi Jenna berkerut dalam.

“Maaf? Maaf untuk apa, Ayah?” Jenna bertanya.

“Maaf karena sudah menghadirkan luka di hati Bunda, dan mungkin juga kamu.” Jenna menggeleng tak mengerti dengan maksud sang ayah. Gadis itu lalu berdiri, dan merangkul sang ibunda. Memberikannya dekapan hangat yang mungkin saja dibutuhkan oleh sang ibunda.

“Jenna nggak ngerti maksud Ayah apa. Tapi, Jenna bisa lihat luka yang Ayah maksud dari mata Bunda.” Pada saat itu, ayah Jenna merasa tertampar dengan perkataan puterinya sendiri.

“Maafkan Ayah Jenna, Ayah sudah menduakan Bundamu. Tapi, tapi Ayah tidak melakukan itu dengan sengaja. Rasa cinta itu hadir dengan tiba-tiba di hati Ayah, Jenna.” Untuk beberapa saat, Jenna terdiam mencerna perkataan sang ayah. Ada sudut hatinya yang terasa sakit saat mendengar pengakuan itu.

“Ayah lagi bercanda, ya? Ck, nggak lucu." Jenna melepas rengkuhannya dengan sang ibunda, dia sekarang menatap sang ayah untuk memastikan perkataannya.

“Maaf, tapi itu kenyataan, Sayang. Ayah minta maaf atas kesalahan Ayah, tapi Ayah janji nggak bakal ninggalin Bunda kamu.” Jenna menggeleng tak percaya. Tapi pelupuk matanya sudah berair dan siap jatuh beberapa saat lagi.

“Bilang kalau Ayah bercanda! Ayah yang Jenna banggakan nggak mungkin melakukan hal berdosa kayak gitu, kan?” Mendengar perkataan itu saja, hatinya sudah sakit. Apalagi jika benar kenyataannya. Bahkan dua lembar hasil ujian yang tadi akan Jenna pamerkan, entah raib di mana. Dia tidak lagi mempedulikan kertas ujian itu setelah mendengar suara isakan tangis sang ibunda.

“Ayah kamu bilang kebenarannya, Jenna. Dia sudah melakukan kesalahan besar di hidup kita berdua." Lalu, sahutan dari sang ibunda—meruntuhkan segala kepercayaan Jenna terhadap sang ayah.

"Sampai saat ini, 8 tahun berlalu. Aku sama sekali nggak bisa lupain masa itu." Air muka Jenna berubah seketika. Tangannya kembali melempar batu-batu kerikil yang ada di dekatnya ke dalam danau.

"Dokter Cahaya kan tau masa lalu itu, dan hal itu juga yang bikin aku sekarang kayak gini. Bagaimana bisa aku melakukan sesuatu hal yang sangat kubenci di dunia ini?" Seperti ucapannya tiga hari lalu, saat bertemu dengan dokter Cahaya. Jika ada dua hal yang Jenna benci di dunia ini. Perselingkuhan dan istri kedua. Lalu bagaimana bisa, dokter Cahaya memintanya untuk menjadi seorang 'istri kedua' atau 'madu' dari wanita itu? Sedangkan dokter Cahaya sendiri, yang paling tau apa yang Jenna benci.

"Ah, mungkin dokter Cahaya cuma lagi stress aja ngomong begitu. Kayaknya nggak mungkin dia minta aku jadi madunya." Memilih mengangkat bahu acuh, sekarang kedua pasang mata monoloid milik Jenna—terpaku pada semburat oranye di ujung sana.

Melihat semburat oranye yang mulai nampak, lengkungan tipis terbentuk di bibir gadis itu. Suasana ini, selalu saja membuat Jenna merasakan kedamaian luar biasa.

Ditemani dengan desauan angin yang berhembus lembut, Jenna semakin terlena untuk tetap di posisinya. Sampai kedua telinganya tiba-tiba mendengar suara ringisan seseorang yang entah dari mana asalnya.

"Awshh, sakit sekali." Jenna masih dalam posisinya saat mendengar ringisan itu. Masih dengan tatapan lurus ke depan, dan duduk dengan kaki selonjoran. Hanya dua telinganya saja yang bekerja—mencari di mana suara itu berasal.

"Awshh." Kali ini, suara ringisan itu terdengar lebih dekat.

Dan ketika Jenna menolehkan kepala ke sisi kiri, dan sedikit melongokkan kepalanya—dia menemukan seorang pria berpakaian rapi tengah menunduk dengan mata tertuju pada sepatunya.

Entah apa yang dilakukannya, Jenna tadinya memilih untuk acuh. Sampai sebuah perintah terdengar dari lelaki itu.

"Hei, kamu! Perempuan opacraphile yang berambut seperti jagung, tolong saya!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Surga Impian    52 : Akhir Semua Luka

    Sempat diinfokan jika Jenna mengalami kritis, pasca melahirkan secara Caesar. Reyhan beserta keluarga besarnya dan keluarga Jenna, mengalami kegundahan hati luar biasa. Mereka tak henti merapal do'a untuk Jenna, pun mengikuti semua perkembangan yang dijelaskan oleh dokter. Syukurnya, masa kritis yang sempat membuat mereka khawatir sepenuh hati itu pada akhirnya usai. Jenna kembali sadar setelah dia tertidur selama hampir seharian. Bahkan bayinya, belum sempat mendapatkan asi pertama setelah dilahirkan ke dunia. Perihal masalah yang membuat Jenna kritis. Selain adanya traumatis yang cukup mendalam, ada juga pendarahan yang membuatnya kekurangan darah. Alhasil, Reyhan mengerahkan semua orang yang bisa dia mintai tolong untuk mencarikan beberapa kantung darah. Syukurnya, semua sudah teratasi dalam tepat waktu. "Kita patut bersyukur, Pak. Bu Jenna mau berjuang untuk tetap bertahan," kata dokter yang menangani Jenna. Reyhan bahkan tak mampu lagi menyembunyikan air matanya. Dia sudah me

  • Bukan Surga Impian    51 : Bertemu Sang Madu

    32 minggu kemudianMenjalankan hidup sebagai calon ibu, bagi Jenna bisa dibilang ada senangnya, ada juga tidak senangnya. Tapi jujur, senangnya lebih banyak dibandingkan tidak senangnya. Semasa hamil, Jenna justru merasa dirinya bak seorang ratu dalam rumah. Semua keinginan dan kebutuhannya dipenuhi dengan baik oleh sang suami dan keluarga. Bahkan perihal pekerjaan saja, Jenna tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan yang berat. Untuk hal yang tidak senang, Jenna cukup merasakan hormonnya turun naik. Dia tau, hal itu disebabkan oleh keadaannya yang sedang mengandung. Pernah satu waktu, Jenna ingin sekali seharian penuh bersama dengan Reyhan. Entah itu karena hormonal, atau ngidam yang katanya keinginan si cabang bayi. Jenna sebenarnya tak mempermasalahkan, jika sang suami menyanggupi. Hanya saja, dia merasa tidak enak—jika Reyhan harus mengabaikan pekerjaannya demi keinginan Jenna. Alhasil, Jenna yang menahan keinginan—sempat merasakan emosinya naik turun dan mood-nya hancur s

  • Bukan Surga Impian    50 : "Selamat tidur, Ya Zawjati."

    Setiap insan, memanglah tidak ada yang sempurna. Pasti ada cela di balik kesempurnaannya. Sama halnya dengan Reyhan, semasa pernikahan—dirinya merasa sudah cukup baik memperlakukan Cahaya. Meski mengaku tak cinta, tapi Reyhan begitu menyayangi Cahaya. Semua itu berjalan seperti pasangan suami istri pada umumnya. Namun Reyhan tak tau, jika pernyataan 'tak cinta' darinya—ternyata menyakiti hati sang istri, Cahaya. Sampai-sampai dia menahan rasa sakit itu bertahun-tahun lamanya. Terdengar tidak adil memang, saat Cahaya merasa sakit hati dengan tidak adanya pernyataan cinta itu. Dia justru menghadirkan sosok perempuan yang Reyhan cintai sejak dulu hingga kini. Membuatnya bersatu dengan perempuan yang ia kira, hadir hanya sebagai ibu pengganti untuk Anala. Setelah semua fakta itu terungkap, rasanya Reyhan merasa malu jika mengatakan dirinya suami yang baik untuk Cahaya. Nyatanya, dia tidak lebih dari seorang pria yang memupuk luka di hati perempuan baik hati seperti Cahaya. Reyhan tau,

  • Bukan Surga Impian    49 : Bukan Surga Impian

    Dalam hidup, hakikatnya terdapat dua hal yang dialami setiap insan. Sebuah kebahagiaan dan kesedihan. Tapi ada beberapa orang, yang mungkin saja diberikan kesedihan lebih lama untuk mendapatkan kebahagiaan yang kekal abadi. Salah satunya kebahagiaan yang kekal abadi adalah diberikannya surga dari Sang Maha Kuasa. Menilik kembali kehidupannya di masa lalu, bagi Jenna hidupnya pasang surut. Ada sedih dan ada juga bahagia. Kebahagiaan yang paling dirasakan, adalah saat keluarga kecilnya utuh dan saling menyayangi. Sementara kesedihan yang paling menyayat hati dirasakan, adalah ketika keluarga kecilnya hancur karena kesalahan sang ayah. Melempar dirinya ke masa lalu, bukan berarti Jenna ingin menyimpan perasaan dendam atas kesalahan sang ayah. Ataupun dirinya yang kembali membuka luka lama yang sulit untuk sembuh itu. Tapi dari kesedihan itu dirinya banyak belajar. Belajar bagaimana menjadi perempuan yang tidak goyah dengan seorang lelaki yang bermodalkan 'cinta', belajar menjadi perem

  • Bukan Surga Impian    48 : Sindrom Couvade

    Sudah ada beberapa hari ini, Jenna bolak-balik ke rumah ayahnya untuk merawat sang ayah serta Dania—ibu tirinya yang sekarang sudah mulai bisa berjalan lagi. Tentu saja, apa yang Jenna lakukan atas izin dari suaminya sendiri—Reyhan Dirgantara. Pria itu, bahkan setiap hari menjelang sore—datang menjemput Jenna bersama Anala. Ayah dan anak perempuannya itu selalu kompak memakai baju dengan warna sama akhir-akhir ini setiap kali datang menjemput Jenna. Seperti sore ini, Reyhan dan Anala kompakan memakai baju berwarna maroon untuk menjemput Jenna. Kedatangan mereka, disambut tawa kecil dari Jenna yang merasa lucu dengan tingkah keduanya. "Jadi, hari ini temanya maroon?" tanya Jenna dengan senyum kecil di wajah. "Iya, Bunda. Malahan ya, tadi Papa maunya pake baju pink. Terus aku bilangin, emangnya Papa mau diledekin Bunda pake baju yang warnanya cewek banget. Eh, nggak jadi deh." Anala menyahuti pertanyaan Jenna sebelumnya. Anak gadis itu, menceritakan apa yang terjadi di rumah sebelum

  • Bukan Surga Impian    47 : Hakikat Ikhlas

    Setelah hijrah, Jenna banyak sekali belajar lebih memperdalam lagi ilmu agama. Untuk yang kali ini, dia tidak ingin lagi salah melangkah di saat ujian datang. Tentu saja, apa yang dia lakukan di masa lalu—marah karena Allah memberikannya ujian lewat keluarga kecil yang hancur, Jenna malah melampiaskan kemarahan dalam bentuk kemaksiatan. Dia membuka kembali auratnya, dia tidak lagi rajin setiap hari membaca Alquran, dia tidak lagi melakukan sunnah-sunnah yang sangat dianjurkan, bahkan untuk shalat—dia sering sengaja telat, meskipun tidak sampai meninggalkan. Lewat hidayah yang dia jemput, dan dia dapatkan secara tak terduga. Usai almarhumah dokter Cahaya memintanya menjadi madu, Jenna merasakan jika dirinya sudah terlanjur jauh dari Allah. Maka sekarang yang dilakukan oleh Jenna, selain dia bergaul dengan orang-orang sholih. Dia juga belajar memperdalam ilmu agama seorang diri. Sebelum resmi menikah dengan Reyhan, dia juga sudah sering datang ke majelis ilmu. Apalagi setelah menika

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status