Beranda / Rumah Tangga / Bukan Surga Impian / 2 : Cahaya dan Hidupnya

Share

2 : Cahaya dan Hidupnya

Penulis: Authorfii
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 17:30:50

"Hei, kamu! Perempuan opacraphile yang berambut seperti jagung, tolong saya!" Mulut Jenna terbuka lebar ketika seorang lelaki yang tadi terdengar meringis itu, menyebut rambut coklat mahoninya ini seperti jagung. Memangnya dia siapa, berhak mengatai rambut favoritnya seperti rambut jagung?

"Hei! Kenapa diam saja?!" Lagi, lelaki tak tahu malu itu berkata pada Jenna.

Merasa kesal, Jenna memilih untuk membuang muka ke arah yang lain. Memasang wajah super jutek, meski kesan pertama lelaki itu padanya akan kurang baik—tapi tak apa. Jenna juga tidak berniat untuk kenal lebih jauh lagi dengan lelaki itu.

"Mau minta tolong saja pakai acara ngatain rambut saya kayak jagung segala," cibir Jenna mengulang perkataan lelaki tadi.

"Lho, kamu marah? Pada kenyataannya memang begitu kok. Rambut kamu itu mirip seperti rambut jagung," balasnya malah semakin meledek.

Sial sekali Jenna sore ini. Niat hati ingin menenangkan hati dan pikirannya karena dokter Cahaya, malah harus terganggu dengan lelaki asing yang terus-terusan meledek rambutnya itu.

Memilih membuang egonya, Jenna pun berdiri. Karena dia masih mempunyai hati yang baik dan tidak sombong, Jenna akan menolong lelaki asing itu.

Kaki Jenna hanya melangkah 1 meter dari tempatnya tadi berdiri untuk sampai ke tempat lelaki itu berada. Dia menatap lelaki asing yang terduduk di semak-semak dengan satu alis terangkat.

"Tolong bantu cabutkan paku yang ada di sepatuku ini! Tanganku kebetulan sedang sakit," ucap lelaki itu sambil menunjukkan ibu jari tangan kanannya yang dibalut dengan perban.

Melihat itu, Jenna menghela nafas panjang sebelum dia berjongkok. Dengan segera, satu tangannya memegang ujung sepatu lelaki itu, dan satu tangannya lagi bergerak mencabut paku yang menancap di alas sepatu lelaki itu. Ada sedikit ringisan dari lelaki itu, tapi tak cukup membuat rasa kesal Jenna padanya menguap.

"Saya tidak sengaja menginjak sebuah papan tadi. Saya kira papan itu tidak ada pakunya." Jenna diam tanpa membalas perkataan lelaki itu. Merasa jika penjelasan lelaki itu tak cukup penting juga untuk Jenna sendiri.

"Sudah. Saran saya, kamu segera ke rumah sakit terdekat. Khawatir jika bakteri yang menempel di paku itu menyebabkan tetanus." Jenna berucap sambil melemparkan paku yang barusan dia cabut ke dalam danau.

"Terimakasih atas saranmu, tapi tunggu dulu!" Lelaki asing itu menahan Jenna yang akan melangkah pergi. Ada tatapan tak bisa Jenna terka dari lelaki itu.

"Apa lagi?" tanya Jenna.

"Siapa namamu?" Untuk kedua kalinya, mulut Jenna terbuka lebar karena terkejut. Apa mungkin, lelaki ini adalah salah satu lelaki yang harus Jenna jauhi? Ya, tipe lelaki playboy yang suka menggoda seorang perempuan muda sepertinya.

"Jenna. Tapi saya tidak berminat pada anda yang suka mengoleksi perempuan." Setelah mengatakan itu dengan ekspresi wajah yang jutek, Jenna melangkah pergi dengan perasaan dongkol di dadanya. Hah, bisa-bisanya dia menolong lelaki playboy seperti itu? Jangan-jangan, perihal sepatunya yang tertancap paku hanyalah rekayasa agar mereka bisa berinteraksi.

Jika Jenna pergi dengan perasaan dongkol di dada, maka lelaki yang barusan ditolong oleh Jenna—memandang punggungnya yang perlahan menjauh dengan tatapan sulit diartikan.

"Ternyata kamu ... Aira Jenna Izzaty yang dibicarakan oleh istriku."

***

"Assalamu'alaikum." Sebuah salam, mengiringi langkah berat seorang pria dengan pakaian rapi saat memasuki rumah megahnya. Satu kakinya yang sempat terkena paku, masih dirasa ngilu ketika melangkah.

Dua hari ini, semangatnya saat memasuki rumah—raib sejak istrinya mengutarakan sesuatu hal yang sampai kapan pun tidak bisa dia penuhi.

Tepat dua malam sebelum hari ini, sang istri memintanya untuk menikah lagi. Beliau mengatakan, jika dia sudah mempunyai calon perempuan yang pantas untuk dijadikan madunya.

Begitu melewati ruang tamu yang cukup banyak memajang foto keluarga kecilnya, langkah kaki pria itu terhenti saat melihat sang istri yang terduduk lemah di atas sofa. Di dekapan wanita itu, ada sebuah mushaf dengan sampul berwarna ungu yang menemani tidur singkatnya.

Melihat pemandangan itu, sepasang mata milik pria tadi berembun tanpa diduga. Bagaimana bisa, penyakit mematikan itu bersarang di tubuh wanita yang paling dia cintai tersebut? Seorang wanita pemilik wajah bersahaja, yang setiap harinya membuat dia jatuh cinta.

Melangkah dengan pelan, karena khawatir membangunkan tidur lelap bidadarinya. Pria itu lantas mengambil duduk di sebelah wanita yang menjadi ratu di mahligai cinta mereka selama 5 tahun terakhir ini.

"Aku sudah memenuhi janjiku untuk melihat dia, Cahaya. Tapi hatiku sama sekali tidak bisa memenuhi permintaan kamu. Tolong, kali ini jangan memaksaku lebih jauh lagi. Sampai kapan pun, aku nggak akan bisa menduakan kamu." Tepat ketika pria itu berhenti berkata, sepasang mata indah milik istrinya tersebut terbuka. Kedua insan yang disatukan dalam ikatan pernikahan itu saling bertatapan dalam jangka waktu beberapa detik.

"Mas Reyhan," panggil lirih wanita itu setelahnya.

"Kamu bangun? Maaf ya, aku jadi bikin kamu bangun." Lalu sebuah usapan, mendarat di puncak kepala perempuan yang dipanggil Cahaya tadi.

"Kamu sudah melihat Jenna, Mas? Bagaimana pandangan kamu terhadapnya? Kamu pasti menyukainya, 'kan? Nggak mungkin kalau kamu nggak suka, Jenna itu cantik." Deretan pertanyaan, dilemparkan Cahaya pada suaminya itu—Muhammad Reyhan Dirgantara. Cahaya akui, Jenna cantik. Lelaki mana yang tidak akan menyukainya? Meski membicarakan hal ini adalah hal yang menyakitkan baginya, tapi sebisa mungkin Cahaya akan membuat—nama Jenna indah di pandangan suaminya tersebut.

"Tidak ada wanita cantik menurutku selain kamu, Cahaya." Reyhan menggelengkan kepala. Dia tau jika Cahaya tengah menahan sesak di dalam dadanya perihal pertanyaan ini. Semua terlihat dari kedua sorot matanya yang menatapnya dengan sendu.

"Cahaya, tolong jangan paksa aku untuk melakukan hal yang nggak aku pengen. Aku sudah melihat dia, dan aku sama sekali nggak mau ada hubungan yang lebih jauh lagi setelah hari tadi." Reyhan tatap wanitanya tersebut dengan dalam, ia limpahkan segala perasaan dalam dadanya melalui tatapan mata.

"Mas," panggil Cahaya seraya menyimpan mushaf, lalu meraih tangan sang suami. Dikecupnya dengan lembut punggung tangan pria itu, menandakan bakti seorang istri terhadap suami. "tolong kabulkan keinginan dari orang sekarat ini, Mas."

Reyhan menggelengkan kepala, dia tidak setuju dengan kepesimisan Cahaya. "Kata siapa kamu sekarat? Kamu akan sembuh, Cahaya! Kalau perlu, ayo kita berobat ke luar negeri. Aku sama sekali nggak mau ditinggalin kamu. Aku dan Anala, masih butuh kamu di sini."

Bibir pucat Cahaya nampak tertarik ke atas, dia suka sekali melihat cinta di mata suaminya itu.

"Mas, kamu lupa dengan hakikat kita hidup di dunia ini?" Cahaya menyentuh pipi Reyhan dengan kedua tangannya. "sejatinya, kita hidup di sini hanyalah sementara. Baik aku ataupun kamu, kita akan pergi meninggalkan dunia ini. Mungkin bedanya, waktuku sebentar lagi. Maka dari itu, aku hanya ingin kamu mendapatkan penggantiku sebelum waktuku usai."

"Tidak, Sayang. Aku akan berusaha semaksimal mungkin menyembuhkan kamu, kamu harus sehat. Dan untuk pengganti yang kamu bicarakan, nggak akan ada pengganti yang bisa gantiin kamu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Surga Impian    52 : Akhir Semua Luka

    Sempat diinfokan jika Jenna mengalami kritis, pasca melahirkan secara Caesar. Reyhan beserta keluarga besarnya dan keluarga Jenna, mengalami kegundahan hati luar biasa. Mereka tak henti merapal do'a untuk Jenna, pun mengikuti semua perkembangan yang dijelaskan oleh dokter. Syukurnya, masa kritis yang sempat membuat mereka khawatir sepenuh hati itu pada akhirnya usai. Jenna kembali sadar setelah dia tertidur selama hampir seharian. Bahkan bayinya, belum sempat mendapatkan asi pertama setelah dilahirkan ke dunia. Perihal masalah yang membuat Jenna kritis. Selain adanya traumatis yang cukup mendalam, ada juga pendarahan yang membuatnya kekurangan darah. Alhasil, Reyhan mengerahkan semua orang yang bisa dia mintai tolong untuk mencarikan beberapa kantung darah. Syukurnya, semua sudah teratasi dalam tepat waktu. "Kita patut bersyukur, Pak. Bu Jenna mau berjuang untuk tetap bertahan," kata dokter yang menangani Jenna. Reyhan bahkan tak mampu lagi menyembunyikan air matanya. Dia sudah me

  • Bukan Surga Impian    51 : Bertemu Sang Madu

    32 minggu kemudianMenjalankan hidup sebagai calon ibu, bagi Jenna bisa dibilang ada senangnya, ada juga tidak senangnya. Tapi jujur, senangnya lebih banyak dibandingkan tidak senangnya. Semasa hamil, Jenna justru merasa dirinya bak seorang ratu dalam rumah. Semua keinginan dan kebutuhannya dipenuhi dengan baik oleh sang suami dan keluarga. Bahkan perihal pekerjaan saja, Jenna tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan yang berat. Untuk hal yang tidak senang, Jenna cukup merasakan hormonnya turun naik. Dia tau, hal itu disebabkan oleh keadaannya yang sedang mengandung. Pernah satu waktu, Jenna ingin sekali seharian penuh bersama dengan Reyhan. Entah itu karena hormonal, atau ngidam yang katanya keinginan si cabang bayi. Jenna sebenarnya tak mempermasalahkan, jika sang suami menyanggupi. Hanya saja, dia merasa tidak enak—jika Reyhan harus mengabaikan pekerjaannya demi keinginan Jenna. Alhasil, Jenna yang menahan keinginan—sempat merasakan emosinya naik turun dan mood-nya hancur s

  • Bukan Surga Impian    50 : "Selamat tidur, Ya Zawjati."

    Setiap insan, memanglah tidak ada yang sempurna. Pasti ada cela di balik kesempurnaannya. Sama halnya dengan Reyhan, semasa pernikahan—dirinya merasa sudah cukup baik memperlakukan Cahaya. Meski mengaku tak cinta, tapi Reyhan begitu menyayangi Cahaya. Semua itu berjalan seperti pasangan suami istri pada umumnya. Namun Reyhan tak tau, jika pernyataan 'tak cinta' darinya—ternyata menyakiti hati sang istri, Cahaya. Sampai-sampai dia menahan rasa sakit itu bertahun-tahun lamanya. Terdengar tidak adil memang, saat Cahaya merasa sakit hati dengan tidak adanya pernyataan cinta itu. Dia justru menghadirkan sosok perempuan yang Reyhan cintai sejak dulu hingga kini. Membuatnya bersatu dengan perempuan yang ia kira, hadir hanya sebagai ibu pengganti untuk Anala. Setelah semua fakta itu terungkap, rasanya Reyhan merasa malu jika mengatakan dirinya suami yang baik untuk Cahaya. Nyatanya, dia tidak lebih dari seorang pria yang memupuk luka di hati perempuan baik hati seperti Cahaya. Reyhan tau,

  • Bukan Surga Impian    49 : Bukan Surga Impian

    Dalam hidup, hakikatnya terdapat dua hal yang dialami setiap insan. Sebuah kebahagiaan dan kesedihan. Tapi ada beberapa orang, yang mungkin saja diberikan kesedihan lebih lama untuk mendapatkan kebahagiaan yang kekal abadi. Salah satunya kebahagiaan yang kekal abadi adalah diberikannya surga dari Sang Maha Kuasa. Menilik kembali kehidupannya di masa lalu, bagi Jenna hidupnya pasang surut. Ada sedih dan ada juga bahagia. Kebahagiaan yang paling dirasakan, adalah saat keluarga kecilnya utuh dan saling menyayangi. Sementara kesedihan yang paling menyayat hati dirasakan, adalah ketika keluarga kecilnya hancur karena kesalahan sang ayah. Melempar dirinya ke masa lalu, bukan berarti Jenna ingin menyimpan perasaan dendam atas kesalahan sang ayah. Ataupun dirinya yang kembali membuka luka lama yang sulit untuk sembuh itu. Tapi dari kesedihan itu dirinya banyak belajar. Belajar bagaimana menjadi perempuan yang tidak goyah dengan seorang lelaki yang bermodalkan 'cinta', belajar menjadi perem

  • Bukan Surga Impian    48 : Sindrom Couvade

    Sudah ada beberapa hari ini, Jenna bolak-balik ke rumah ayahnya untuk merawat sang ayah serta Dania—ibu tirinya yang sekarang sudah mulai bisa berjalan lagi. Tentu saja, apa yang Jenna lakukan atas izin dari suaminya sendiri—Reyhan Dirgantara. Pria itu, bahkan setiap hari menjelang sore—datang menjemput Jenna bersama Anala. Ayah dan anak perempuannya itu selalu kompak memakai baju dengan warna sama akhir-akhir ini setiap kali datang menjemput Jenna. Seperti sore ini, Reyhan dan Anala kompakan memakai baju berwarna maroon untuk menjemput Jenna. Kedatangan mereka, disambut tawa kecil dari Jenna yang merasa lucu dengan tingkah keduanya. "Jadi, hari ini temanya maroon?" tanya Jenna dengan senyum kecil di wajah. "Iya, Bunda. Malahan ya, tadi Papa maunya pake baju pink. Terus aku bilangin, emangnya Papa mau diledekin Bunda pake baju yang warnanya cewek banget. Eh, nggak jadi deh." Anala menyahuti pertanyaan Jenna sebelumnya. Anak gadis itu, menceritakan apa yang terjadi di rumah sebelum

  • Bukan Surga Impian    47 : Hakikat Ikhlas

    Setelah hijrah, Jenna banyak sekali belajar lebih memperdalam lagi ilmu agama. Untuk yang kali ini, dia tidak ingin lagi salah melangkah di saat ujian datang. Tentu saja, apa yang dia lakukan di masa lalu—marah karena Allah memberikannya ujian lewat keluarga kecil yang hancur, Jenna malah melampiaskan kemarahan dalam bentuk kemaksiatan. Dia membuka kembali auratnya, dia tidak lagi rajin setiap hari membaca Alquran, dia tidak lagi melakukan sunnah-sunnah yang sangat dianjurkan, bahkan untuk shalat—dia sering sengaja telat, meskipun tidak sampai meninggalkan. Lewat hidayah yang dia jemput, dan dia dapatkan secara tak terduga. Usai almarhumah dokter Cahaya memintanya menjadi madu, Jenna merasakan jika dirinya sudah terlanjur jauh dari Allah. Maka sekarang yang dilakukan oleh Jenna, selain dia bergaul dengan orang-orang sholih. Dia juga belajar memperdalam ilmu agama seorang diri. Sebelum resmi menikah dengan Reyhan, dia juga sudah sering datang ke majelis ilmu. Apalagi setelah menika

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status