Share

BAB 8 KABAR PULANG

Upacara pagi akan dimulai, hal yang menjadi rutinitas sebelum memulai kegiatan, beberapa peserta masih berlarian untuk masuk dalam barisan. Alif memberikan aba-aba untuk balik kanan, lalu memberikan waktu untuk teman-temannya merapikan seragam sebelum upacara dimulai.

Saat barisan sudah rapi, seorang panitia maju ke depan barisan dan mengambil mikrofon.  Raut wajahnya nampak tidak bersahabat, bu Nida tampak kesal.

“Bapak/ibu sebelum upacara dimulai, yang merasa tidak salat subuh berjamaah di masjid silakan memisahkan diri dan baris di depan. Saya heran dengan bapak/ibu, sudah berhari-hari disini tapi untuk salat saja masih belum tertib, saya cek banyak presensi yang kosong,” suaranya memasuki barisan peserta upacara.

Suasana seketika hening, sangat sepi. Ada beberapa peserta yang saling lempar pertanyaan dan saling berpandangan.

“Bang loe mau maju nggak?” Sandi yang berada dibarisan depan bertanya kepada Alif.

“Ini mau maju,” jawab Alif.

“Tapi kita kan tadi subuh berjamaah bang di kamar,” Sandi menimpali.

“Iya tapi bukan di masjid.”

Alif kemudian memisahkan diri dan baris di depan, diikuti Sandi dan Bagus. Peserta dari kelas B dan kelas lainnya pun mulai maju satu per satu.

“Saya kecewa dengan bapak/ibu, ternyata bisa sebanyak ini yang tidak salat berjamaah di masjid,” bu Nida menutup pembicaraan dan upacara pagi pun dimulai.

Dalam amanat upacara pagi, berkali-kali disampaikan oleh pembina upacara agar peserta diklat dapat serius menjalankan aturan yang telah dibuat. Sandi beberapa kali menyenggol Alif, Alif mengerti isyarat tersebut. Saat upacara selesai, Sandi menyampaikan unek-uneknya kepada Alif, bahwa alasannya tidak ke masjid bukan karena malas atau lalai semata. Sandi tahu betul Alif baru tidur jam tiga pagi, saat dibangunkan salat subuh Alif dilanda kantuk yang amat sangat. Alif cuma menanggapi santai.

“Nggak apa-apa deh bang, tiap tindakan pasti ada konsekuensinya.”

Meski kesal, Sandi menerima kata-kata Alif dengan kembali membuat guyonan. Baginya kesal adalah hal manusiawi tapi pertemanan tetap harus dirawat dengan baik.

“Jadi udah sampe mana loe pdkt-an bro?” telisik Sandi.

“Ya kali bang orang lagi pada sibuk sempet-sempetnya gitu pdkt-an.”

Berita mengenai Riana yang sakit tersebar ke kelas lain, beberapa perwakilan kelas dan ketua kelas menghampiri Alif, menyampaikan empati dan motivasi. Masing-masing peserta mulai ke kelasnya. Alif kembali ke barisan belakang bersebelahan dengan Bagus. Ia menyandarkan dagunya di meja, matanya sedikit pedih.

“Mas gimana kondisinya Riana?” suara lembut dari wanita dengan kerundung panjang hitam menyapa Alif.

“Eh itu apa semalam iya, udah baikan kok ya,” jawab Alif terbata.

“Kan aku yang nanya mas, malah seperti nyari jawaban. Mana aku tahu mas,” sanggah Sabila.

“Iya maksudnya udah baikan bu,” Alif kembali menjawab.

“Bu, bu, dikira udah ibu-ibu”, protes Sabila.

“Aduuuh maaf, lagi nggak konsen banget nih ngantuk,” Alif menjelaskan.

Sekilas sebelum Alif bangun dan menjawab pertanyaan Sabila, ia menangkap sosok Nurul di belakang Sabila. Ia ngantuk dan tidak konsentrasi.

“Hemmm, yaudah nih laporan dan rekap presensi yang mesti dikumpulkan, hari ini kan mau penutupan acara.” Sabila menyerahkan berkas yang ia pegang.

“Masyaallah, iya ya hari ini terakhir. Aduuuuh tengkiyuh berat banget udah dibantuin,” jawab Alif.

Kelas pagi di hari terakhir diklat masih ada beberapa materi yang harus dituntaskan sampai dengan jam dua belas siang, dilanjutkan istirahat dan pengarahan panitia lalu dilanjut dengan seremonial penutupan.

“Bapak/ibu peserta diklat mohon maaf jika selama menjadi instruktur atau pun saat mengisi materi ada perkataan atau tindakan saya yang menyakiti bapak/ibu,” bu Ayu yang sedari awal membersamai kelas B menutup kelasnya dengan permohonan maaf.

Disambut Alif mewakili teman-teman sekelasnya mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf juga karena selama diklat sering lalai dalam tugas. Pak Zulkifli lalu mengarahkan kelas B untuk saling bermaafan, Sandi perlahan melipir ke bagian audio dan beraksi dengan menautkan koneksi gawainya ke pengeras suara.

Lagu-lagu perpisahan dan instrumen musik sedih diputar oleh sandi, menambah haru suasana kelas. Dari berbagai macam orang dengan pola pikir dan karakternya masing-masing siang hari itu meski tanpa ada kondektur yang mengarahkan, ada air mata yang perlahan merembas melewati pipi, terasa hangat.

Untuk menutup kegiatan kelas entah atas usul dari siapa, acara inti pun dibuat untuk melarutkan suasana haru, yaitu sesi foto-foto. Akan ada status W* dan instastori yang bertebaran saat istirahat siang jadi perlu adanya foto terbaru. Ada falsafah yang mulai disetujui meski tak tertulis yaitu, “apa pun kegiatannya atau acaranya 99% foto untuk status media sosial, 1% nya kegiatan asli”.

Alif meletakan map berkasnya di meja makan yang kosong, lebih tepatnya ia menandai meja tersebut agar tidak ditempati orang lain. Alif tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitar, ia bahkan tidak mencari keberadaan Sandi dan Bagus, Alif sudah hafal biasanya Sandi kembali ke kamar dan Bagus mengerjakan tugas atau apa pun yang belum selesai. Selesai makan, Alif membuka gawainya dan mengirimkan pesan W* ke pak Fahri mengenai kepulangan.

Saat kembali ke kamar untuk istirahat, beberapa jarak sebelum lift ada dua orang menghadap ke lift. Saat Alif mendekat, ia mengenali bahwa itu Nurul dan satunya lagi adalah si gadis yang tak sengaja tertabrak tempo hari saat menggotong karung training dengan Ibnu.

“Yudah yak gue balik ke kamar mau packing, gue udah cek kok orangnya. Lanjut aja beb, semangat ya,” ucap pamitnya ke Nurul.

“Ah loe apaan sih, btw thanks yak beb,” balas Nurul.

Alif hanya diam saja, ia bahkan saat itu menjadi makmum, hanya mengikuti saat angka pada lift ditekan Nurul. Suasana di dalam lift menjadi canggung. Tidak ada pembicaraan diantara Alif dan Nurul selepas pembicaraan Alif dengan Sabila.

Saat angkat 9 menyala dan pintu lift terbuka Alif dengan sekejap membuka kamera di gawainya dan memfoto Nurul. Ia memberanikan diri mengirim W* ke Nurul.

----

/Hati-hati

----

Tak lama berselang, gawainya bergetar satu notifikasi nampak di wallpaper.

----

//Kamu tuh ya, tadi diam aja eh malah foto

Iya maacih

----

Alif, Sandi, dan Bagus disibukan dengan packing masing-masing. Ada jemuran yang harus diangkat, ada pakaian yang dilipat meski belum digosok, ada sampah yang dikumpulkan, ada juga pakaian kotor yang dibawa pulang.

“Bang bro tengkiyuh berat nih selama diklat udah banyak direpotin, sori banget kalau gue ada salah yak,” Alif membuka pembicaraan.

“Sama-sama brother gue juga yak, sering becandain loe nih tapi mudah-mudahan aja berlanjut yak,” balas Sandi dengan guyonan seperti biasa.

“Iya mas sama-sama ya, maaf juga kalau ada salah-salah kata dan tindakan,” sambung Bagus.

Alif, Sandi, dan Bagus saling jabat tangan dan berpelukan. Dari semua hal yang terjadi memang tidak bisa dipungkiri bahwa telah terjalin ikatan antara Alif, Sandi, dan Bagus. Ikatan saudara tanpa nasab.

Semua peserta diklat dari kelas A, B, dan C telah memenuhi aula utama. Suasana menjadi ramai saat panitia belum memulai acara sementara peserta diklat dihadapkan pada perpisahan dengan teman sekamar, teman baru, teman karaoke, teman keluar ke minimarket, teman nyanyi-nyanyi tidak jelas saat malam, teman gibah, dan definisi teman lainnya yang terlah tercipta.

Seorang lelaki paruh baya dengan stelan jas hitam muncul dari balik pintu, beberapa panitia sibuk menata kursi yang sudah rapi di depan. Pak Kepala Balai Diklat akan menutup kegiatan. Dalam sambutannya beliau berpesan kepada seluruh peserta diklat agar menjadi pegawai yang profesional.

Alif menunggu di lobi utama, pak Fahri belum juga datang. Ada seseorang yang menghampiri Alif, Lukman dari kelas C yang selalu menjadi pemain keyboard saat malam karaoke menawarkan tumpangan ke Alif.  Alif menjelaskan kalau ia bersama pak Fahri dari kelas A, Lukman menyetujui.

Dalam perjalanan, banyak cerita yang diutarakan oleh Alif, pak Fahri, dan Lukman untuk mengisi kilometer demi kilometer jarak tempuh. Calya merah maron milik Lukman bergeming ditampar angin malam Jakarta, lajunya stabil tak seperti hati Alif. Ia dari tadi memperhatikan layar gawainya walaupun sedang asyik bercerita. Tak ada notifikasi yang masuk. Ia mengecek status W*, diklik dan terlihat si gadis berwajah tirus sedang terduduk lesu di KRL.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status