Share

Muntah Darah

Seketika imanku serasa runtuh melihat kepala yang tadinya menggelinding kemudian terbang memutar ke arahku. Aku diam, kaku, dan mendadak serasa dingin dari ujung rambut sampai kaki, lalu …

“Anton, pergi! Jangan diem aja!” Suara jeritan Kak Indah membuatku tersadar.

Aku bisa melihat satu demi satu penghuni lantai dua menatapku dengan aneh. Kepala terbang itu kembali menyatu di tubuhnya, kemudian si nenek yang berjalan perlahan-lahan ke dekatku.

Aku berlari seperti kata Kak Indah. Lari saja terus asalkan keluar dari lingkungan rumah ayah, tentu sambil meneriakkan Allahu Akbar berkali-kali.

Sampai juga akhirnya aku di depan jalan yang dilalui banyak orang saat siang, ya malamnya tentu saja sepi. Bagaimana tidak sepi, memang seram sekali seperti sarang hantu di rumah Ayah.

Aku melangkahkan kaki menuju rumah Bang Rizal. Hanya dia orang yang bisa dimintakan tolong mengenai kejadian yang menimpa Kak Indah.

“Nggak pakai listrik, Bang?” tanyaku saat Bang Rizal mempersilakan masuk.

“Tak a
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status