Share

BAB 2

Author: jasheline
last update Last Updated: 2024-11-18 19:03:40

Selena pulang ke rumah bersama Rangga setelah seharian di sekolah, namun pikirannya terasa sangat kacau. Sosok wanita yang ia lihat saat menggenggam tangan Elang terus menghantui pikirannya, wanita itu seperti seorang ratu, berwibawa dan misterius. Ia berusaha fokus, namun otaknya tak bisa berhenti memikirkan hal itu. Di tengah kebingungannya, ia malah tanpa sadar mengacak-acak isi tasnya sendiri.

"Eh, lupa... ini bukunya Rangga," gumam Selena pelan saat matanya tertumbuk pada buku Rangga yang tergeletak di dalam tas.

Selena berdiri dan meninggalkan kamar. Ia turun ke bawah menuju kamar Rangga. Setelah mengetuk pintu kamar Rangga beberapa kali, pintu pun akhirnya terbuka.

"Selena, ada apa?" tanya Rangga dengan senyum santainya.

"Balikin bukumu, nih," ujar Selena, menyodorkan buku itu padanya. Rangga menerima dengan senyum.

"Makasih ya, Ra," ujar Selena, dan Rangga terkekeh.

"Siap, ada acara apa nggak?" tanya Rangga, membuat Selena mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan itu.

"Acara apaan?" tanya Selena, bingung.

"Pergi kemana atau mau ngapain gitu?" tanya Rangga lebih lanjut. Selena hanya menggelengkan kepala.

"Santai aja, aku nggak kemana-mana. Kamu belajar aja, deh," jawab Selena, menyadari bahwa Rangga pasti sedang memeriksanya karena tugasnya untuk menjaga Selena.

"Oke, hehe..." Rangga tersenyum lebar.

Selena pun keluar dari kamar Rangga, dan Rangga menutup pintu kamar dengan pelan. Namun, saat berjalan ke arah jendela, Selena menyadari bahwa pintu jendela rumah masih terbuka. Ia mendekat untuk menutupnya, tapi tiba-tiba matanya tertuju pada sesuatu yang sangat aneh.

Di langit yang mulai gelap, terlihat sesosok kereta kencana terbang menjauh, seolah meluncur dengan anggun di atas awan. Selena terdiam, terkejut.

"Apa itu tadi?" gumamnya bingung. Ia merasa seolah baru saja melihat sesuatu yang mustahil, kereta kencana terbang di langit.

Selena menutup pintu jendela dengan hati-hati, lalu menarik tirai ke samping, memastikan tidak ada cahaya yang masuk. Setelah itu, ia naik ke lantai atas menuju kamarnya. Begitu sampai, ponselnya berdering, dan di layar tertera nama Nicholas yang langsung membuatnya tersenyum.

"Halo, babang!" ujar Selena ceria, suaranya riang terdengar jelas. Nicholas terkekeh mendengar semangat di suara Selena.

"Halo, lagi ngapain kamu, dek?" tanya Nicholas, penasaran.

"Mau belajar, nih..." jawab Selena sambil menunjukkan buku yang terbuka di depannya.

"Kok abang masih rebahan? Nggak masuk kelas?" tanya Selena, sedikit mencibir dengan nada usil.

"Siang nanti masuknya, dek. Eh, butuh bantuan bikin PR nggak?" tawar Nicholas dengan suara santai. Selena langsung menyengir, wajahnya terlihat sangat lucu saat mengangguk-angguk.

"Butuh banget, tau aja abang adek-nya kurang pinter," ujar Selena dengan canda. Nicholas pun terkekeh di ujung sana.

"Bentar, cari buku yang lain dulu," jawab Selena sambil menggeser tumpukan buku di meja belajarnya, sementara Nicholas tetap setia menunggu.

Nicholas memperhatikan layar ponselnya dengan seksama, tetapi bukan wajah Selena yang terlihat di sana. Ia malah melihat sosok yang berdiri tepat di belakang Selena. Sosok itu mengenakan pakaian hijau yang terkesan kuno, mirip dengan busana kerajaan, dan rambutnya disanggul rapi. Nicholas menatap lebih tajam, sosok itu tak bergerak, hanya memperhatikan Selena dengan tatapan tajam yang seolah menembus layar.

"Dek, papa udah pulang belum?" tanya Nicholas, suaranya kini terdengar lebih khawatir, perasaan tak enak mulai menguasai dirinya.

"Belum, papa tadi pagi bilang ada operasi di rumah sakit, jadi pulangnya nanti malam," jawab Selena, namun perasaan aneh mulai mengalir dalam dirinya.

Ternyata, bukan hanya Nicholas yang melihat sosok itu. Selena pun merasakannya. Ada sesuatu yang tidak beres, dan dengan cepat ia memusatkan perhatian, menggunakan mata batinnya. Sosok itu kini benar-benar ada di belakangnya, persis seperti yang ia lihat saat menggenggam tangan Elang di sekolah, hanya saja, matanya kini berbeda. Mata itu tak lagi tampak seperti mata reptil yang mengerikan, melainkan seperti mata manusia biasa, penuh misteri.

"Dek..." suara Nicholas terdengar semakin cemas. "Apa yang terjadi?"

"Aki..." Selena memanggil sosok yang sangat ia percayai dalam hatinya, dan tak lama setelah itu, sosoknya muncul di samping Selena.

Sosok perempuan berpakaian hijau itu tersenyum penuh arti, senyum yang tampaknya menyimpan banyak makna, lalu seketika menghilang. Sosok Aki tidak mengejar, karena ia tahu bahwa Ratu itu belum melakukan apa-apa terhadap Selena. Jika Aki bertindak lebih dulu, itu berarti ia memulai pertempuran, dan itu adalah keputusan yang tidak diinginkan.

"Huufftt..." Selena menghela nafas lega setelah sosok itu menghilang.

Mengapa Selena memanggil Aki? Karena ia tahu dirinya bukan tandingan sosok Ratu itu. Selena sadar akan batas kemampuannya, dan sosok Ratu itu jelas lebih kuat serta berbahaya jika ia harus berhadapan dengannya sendirian. Jadi, ia memanggil Aki, berharap kekuatan Aki bisa menolongnya. Untungnya, Aki ternyata lebih kuat dari sosok Ratu itu, hingga akhirnya Ratu tersebut menghilang dengan sendirinya.

"Dek, kamu nggak apa-apa?" tanya Nicholas dengan cemas. Selena menggeleng sambil tersenyum, berusaha menenangkan kekhawatiran Nicholas.

"Ada Aki, hehehe..." sahut Selena, dan sosok Aki itu pun menghilang begitu saja.

"Kenapa bisa ada sosok seperti Ratu itu? Nanti bilang papa untuk pagari rumah lagi, ya, dek," ujar Nicholas, khawatir. Selena mengangguk, menyetujui.

"Hmm... bang, aku nggak sengaja mengganggu dia karena aku nolong calon tumbalnya," jawab Selena dengan nada sedikit bergurau. Nicholas memejamkan matanya, merasa semakin khawatir.

"Dek, kan abang nggak selalu ada di sini sama kamu. Gimana kalau kamu kenapa-kenapa?" Nicholas berbicara dengan nada yang lebih serius, kekhawatirannya semakin dalam.

"Nggak bang, aku pasti baik-baik aja... InsyaAllah. Kan ada papa, Rangga, Ustad Sholeh," jawab Selena, berusaha menenangkan Nicholas.

"Tolong jangan sampe kamu kenapa-kenapa, ya, dek. Kalau kamu merasa nggak mampu, jangan dipaksakan. Bukan tugas kamu untuk menyelamatkan nyawa orang dari yang ghaib," pesan Nicholas dengan penuh perhatian. Selena tersenyum, mengangguk memahami.

Selena merasakan kasih sayang Nicholas yang tulus. Walaupun mereka bukan saudara kandung, perhatian dan kebaikan Nicholas membuat Selena merasa sangat dekat dengannya. Bahkan, karena ketulusan Nicholas, Selena jadi sedikit manja, terutama kepada Nicholas saja.

"Kalo dia nggak selamat, berarti memang takdirnya begitu. Kamu nggak perlu membahayakan nyawamu sendiri, paham?" ujar Nicholas dengan nada serius, berusaha menenangkan Selena.

"Iya, bang," jawab Selena pelan, menyetujui dengan berat hati.

"Janji sama abang, ya? Kadang kamu iya-iya aja, tapi tetep aja diam-diam nolong orang," kata Nicholas sambil sedikit ngomel. Selena terkekeh mendengar itu, merasa sedikit lucu dengan kekhawatiran Nicholas yang berlebihan.

"Iya, janji," jawab Selena, sambil tersenyum, mencoba meyakinkan Nicholas.

"Ya udah, jangan matiin video-nya, abang temenin kamu belajar sampai papa pulang. Kamu fokus belajar aja," kata Nicholas, memberi instruksi dengan nada ringan.

"Siap, komandan!" jawab Selena ceria, membuat Nicholas tersenyum.

Akhirnya, Selena mulai belajar dengan video Nicholas yang tetap menyala di ponselnya. Sesekali ia bertanya pada Nicholas mengenai PR yang sedang dikerjakannya. Meskipun tidak sedarah, Nicholas sangat sayang kepada Selena, entah karena amanat dari mendiang Raka atau memang Nicholas memang merasa terikat pada Selena. Hanya Nicholas sendiri yang tahu alasan pasti di balik perasaannya.

Sampai akhirnya, Selena mulai mengantuk setelah menyelesaikan PR-nya. Ia berpamitan pada Nicholas untuk tidur, dan dengan lembut Nicholas menutup panggilan video itu, membiarkan Selena terlelap dalam tidurnya.

Sementara itu di sisi lain, Nicholas sedang berada di kamar ketika tiba-tiba terdengar ketukan di pintunya. Ia bangun dan membuka pintu, dan di sana berdiri teman Nicholas, Justin, dengan wajah yang tampak lelah seperti baru bangun tidur.

"Kenapa lu?" tanya Nicholas, sedikit bingung. Justin, teman sesama orang tanah air yang kebetulan satu universitas dengan Nicholas, terlihat buru-buru.

"Nic, pinjemin gue baju dong, gue lupa belum laundry," jawab Justin, dengan nada kesal.

"Ah, kebiasaan, lu cari aja di lemari," jawab Nicholas sambil melangkah menuju kamar mandi, tak terlalu peduli.

Nicholas tinggal di sebuah apartemen yang dibeli oleh ayahnya. Apartemen itu terletak di kawasan strategis, namun harganya sangat tinggi. Teman dekat Nicholas, Justin, hanya menumpang di sana karena Nicholas merasa kasihan. Biaya sewa di tempat lain terlalu mahal, dan tinggal di asrama terasa membosankan, tidak sebanding dengan kebebasan yang didapat di apartemen.

Saat Nicholas sedang di kamar mandi, Justin yang duduk di ruang tamu tak bisa menahan rasa penasaran. Layar ponsel Nicholas yang menyala mengundang perhatiannya karena ada notifikasi pesan masuk. Namun, yang benar-benar menarik perhatian Justin adalah wallpaper di layar ponsel Nicholas. Foto seorang gadis yang sangat cantik dan menawan, meski penampilannya tidak terlalu feminim, namun terlihat sangat menggemaskan dan lucu, gadis itu adalah Selena.

Nicholas keluar dari kamar mandi, dan Justin pun tak bisa menahan rasa ingin tahunya lagi.

"Nic, serius gue tanya… yang di HP lu itu beneran adik lu?" tanya Justin dengan nada penuh rasa ingin tahu. Nicholas melirik sekilas ponselnya, menyadari apa yang sedang Justin perhatikan.

"Iya, kenapa?" jawab Nicholas santai, namun tampak sedikit bingung dengan pertanyaan Justin.

"Dari sejuta wallpaper keindahan dunia atau foto artis, emang harus foto adik lu yang lu pasang?" Justin menggoda dengan senyum nakal.

Nicholas hanya menghela napas, "Lu tau sendiri kan kalo gue nggak mau berkomitmen sama siapa-siapa di sini? Gue nggak mau ada cewek deket-deket gue, makanya satu-satunya foto yang gue pasang ya foto adik gue sendiri."

Justin hanya melongo mendengar penjelasan Nicholas. "Agak aneh emang lu… padahal cewek-cewek bule cakep-cakep banyak, tuh," ujar Justin sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Udah sana, gue mau siap-siap," kata Nicholas, berusaha menghindari percakapan lebih lanjut. Justin pun akhirnya pergi, masih dengan kepala yang terangguk-angguk, tak habis pikir dengan sikap Nicholas.

Nicholas menatap layar ponselnya sejenak, tersenyum melihat foto Selena yang sedang memegang cup boba favoritnya. Tanpa sadar, senyum itu semakin lebar saat ia kembali membuka lemari pakaian dan mulai menyiapkan dirinya untuk keluar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CALON TUMBAL   BAB 179

    Seorang gadis tengah marah dan kesal karena usahanya dan rencananya tidak berhasil, sudah berhari-hari bahkan sudah hampir dua minggu tapi tidak ada sedikitpun kemajuan dari apa yang direncanakannya. Dia sedang menangis tersedu-sedu di kamarnya sampai temannya kebingungan karena gadis itu mengurung diri sejak kemarin."Allee, come on.. buka pintunya!"Ya, Allee.. dia belum pulang ke LA dan dia masih di Jakarta. la masih berusaha mengejar Nicholas, Allee bahkan tidak peduli dengan pendidikannya dan terus menerus berusaha agar misinya berhasil, misi untuk menaklukan Nicholas.Tapi sejak dirinya datang ke dukun yang dipanggil Aki sampai hari ini, dia belum mendapat hasil apapun. Bahkan saat dirinya bertemu dengan Nicholas pun Nicholas tidak merespon apapun, malah kini semakin menjauh seolah benar-benar tidak mengenal Allee."Kamu bilang aku bisa mendapatkan Nicholas dengan cara yang kamu katakan, sekarang mana! Aku tidak mendapatkan apapun, Nicholas malah semakin jauh dariku." Teriak All

  • CALON TUMBAL   BAB 178

    Selena tidak masuk kuliah akhirnya, karena dia sedang mual dan muntah-muntah parah. Tidak ada yang keluar sebenarnya, tapi Selena terus mual dan muntah air saja.Nicholas juga akhirnya tidak masuk dan dia merawat Selena di rumah, tapi sekarang dia sedang ke apotek untuk membeli sesuatu."Bu, beli alat tes kehamilan tiga dari merk yang berbeda." Ujar Nicholas, si ibu apoteker terkejut mendengarnya, seorang laki-laki beli alat tes kehamilan."Oke, sebentar mas." Ujar apoteker.Tak lama alat tes kehamilan dari tiga merk berbeda pun dikeluarkan, Nicholas lalu membayarnya. Nicholas hendak pergi tapi dia kembali lagi dan bertanya pada ibu apoteker."Bu, mau nanya sedikit boleh?" Tanya Nicholas, ibu apoteker pun terkekeh."Banyak juga boleh, mas. Mau nanya apa?" Tanya ibu apoteker."Nggak jadi deh bu, makasih." Ujar Nicholas, lalu pergi.Nicholas pun pulang ke rumah, dan ternyata Selena masih belum bangun lagi padahal sudah jam 7 pagi. Nicholas kemudian perlahan membangunkan Selena."Dek.."

  • CALON TUMBAL   BAB 177

    Beberapa hari setelahnya, datang kabar baik dari Linggar dan Reyna yang ternyata mereka berhasil mendapat restu kedua orang tua Linggar dan mereka akan langsung dinikahkan bulan depan.Mendadak memang, semua karena kedua orang tua Linggar takut mereka jadi zina karena mereka tinggal satu atap walau tidak satu kamar. Apalagi ibunya Linggar yang sangat takut, padahal Linggar tidak benar-benar sudah menyentuh Reyna, tapi ibunya parno."Ecieee.. yang bulan depan mau nikah." Goda Selena pada Reyna, Reyna tersenyum-senyum digoda seperti itu."Harusnya kalian dipingit loh, bulan depan itu tinggal menghitung hari." Ujar Selena."Pingit!? Tapi kan aku nggak punya tempat tinggal." Ujar Reyna, Reyna menanggapinya dengan serius."Parah si Linggar, nggak mikirin kesana berarti." Ujar Deon."Seriusan harus dipingit?" Tanya Reyna."Harus, sebuah tradisi nenek moyang itu." Ujar Deon dan Reyna tampak celingukan menatap Selena." Lu juga dulu gitu, Sel?" Tanya Reyna tapi Selena menggeleng."Gue cuma di

  • CALON TUMBAL   BAB 176

    Selena meminta agar ibu panti ikut pulang dengannya, kini ibu panti yang masih terisak-isak itu duduk di mobil Selena dengan nafasnya yang masih sesenggukan."Fuad.." Gumamnya."Ibu, Fuad mau ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti menatap Selena."Fuad di sini?" Tanya ibu panti dan Selena mengangguk."Fuad duduk di sebelah ibu, dia sedih liat ibu terus-terusan nangis." Sahut Selena, dan ibu panti menoleh ke sebelahnya yang jelas tidak ada siapapun."Maafın ibu nak, semuanya salah ibu, kalo aja ibu nggak ijinin kamu ngamen, kamu nggak akan seperti ini." Ujarnya, pada udara kosong.Tapi di jok belakang itu, Fuad sedang sesenggukan menatap ibu pantinya yang terus menangisinya. Ingin rasanya Fuad memeluk tapi tidak bisa."Aku akan ijinkan Fuad masuk ke badan aku, dia pengen ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti mengangguk.Selena memejamkan mata sambil membaca doa dalam hatinya dan Fuad pun masuk ke dalam tubuh Selena. Fuad yang masuk ke dalam tubuh Selena langsung memeluk ib

  • CALON TUMBAL   BAB 175

    Malam hari setelah Selena sampai di rumah, dia langsung mandi dan langsung terkapar di ranjang, karena dia sudah sangat kelelahan setelah seharian itu berada di panti.Nicholas yang juga baru selesai mandi langsung menyusul Selena ke ranjang, ia mengecup kening Selena dan memandangi wajah perempuan yang sangat dicintainya itu."Kenapa, sayang?" Tanya Nicholas, karena Selena terus terpejam."Aku kebawa astral terus dari tadi, bang." Sahut Selena, Nicholas pun langsung membaca doa untuk membantu memagari Selena agar stabil."Jangan dipikirin terus sayang, jadinya nggak kebawa astral. Tutup dulu, kamu butuh istirahat, sayang." Ujar Nicholas, dan Selena mengangguk lalu membuka matanya.Selena pun menutup mata batinnya lalu kemudian masuk kedalam pelukan Nicholas, Nicholas pun mengusap kepala Selena dan mengecupnya beberapa kali."Bobo, ya.. jangan dipikirin terus, kan besok tim pencarian akannyari jasadnya Fuad." Ujar Nicholas dan Selena mengangguk sambil mencari posisi yang nyaman di pel

  • CALON TUMBAL   BAB 174

    Fuad kembali duduk di taman setelah melihat ibu panti menangis histeris sampai pingsan, dia sedih karena ternyata dirinya sudah meninggal. Selena yang mencari keberadaan hantu Fuad pun tertegun melihat hantu Fuad yang menangis di taman. "Fuad.." Panggil Selena, dan Fuad menoleh dengan wajah sedihnya. "Kak, ibu baik-baik aja kan?" Tanya Fuad, dia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apapun untuk ibu pantinya, akhirnya dia memilih pergi. "Mereka semua sedih.." Sahut Selena, dan Fuad kembali menunduk. "Fuad.. Kakak tau ini berat banget buat kamu, tapi coba kamu ingat-ingat dimana kali terakhir kamu berada?" Ujar Selena, dan Fuad tampak terdiam "Dimana kamu mengalami kecelakaan?" Tanya Selena. "Yang aku inget.." (Kisah balik Fuad dimulai) Seminggu yang lalu, adalah hari jumat. Fuad sedang mengamen di pinggiran jalan yang biasanya namun di sana sudah banyak yang mengenal Fuad sehingga orang-orang di sana tidak lagi memberikan uang pada Fuad. Fuad pun berp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status