"Oh, dia calon istri yang kau ceritakan, Ris?" ucap seseorang yang Melisa kenal memandangnya dengan tatapan sinis.
"Iya, Ham. Melisa kenalkan temanku, Irham. Dia temanku sewaktu kuliah dulu," ucap Aris mengenalkan Melisa pada sosok yang membuatnya takut.Melisa hanya menundukkan kepala tidak berani menatap wajah garang sosok tersebut. Dia benar-benar merasa ciut di hadapannya.Pandangan mata lelaki tersebut seolah mengintimidasi Melisa, menatap tajam hingga terasa ke dalam tulang-tulangnya.Melisa mengenal sosok tersebut, dia adalah kakak laki-laki Naya. Melisa bertemu dengannya hanya satu kali saja, tapi dia sudah sangat takut akan sosoknya.Padahal sudah empat tahun berlalu semenjak Melisa berpisah dengan Hanan, tapi dia masih mengingat sosok kakak Naya itu."Hai, kenapa diam saja, Mel?" tanya Aris pada Melisa yang hanya diam menunduk sedari tadi."Jangan paksa calon istrimu itu untuk berkenalan denganku, Ris. Dia sudah sangat mengenalku, jadi tidak perlu mengenalkan kami kembali," ucap sosok tersebut tajam.Irham menggeser kursi kosong dan mendudukinya. Mereka sedang berada di sebuah restoran, Aris meminta Melisa bertemu di restoran untuk membahas rencana pernikahan mereka.Aris pun nampak bingung dengan semua ucapan Irham, dia tidak mengerti maksud dari ucapan temannya itu."Apa maksudmu, Ham?" tanya Aris."Dari mana kamu mengenal wanita ini, Ris? Pasti kamu belum terlalu lama mengenalnya, kan?" tanya Irham sembari menopang tangannya di bawah dagu.Melisa merasa gugup, dia tidak pernah menyangka jika harus berada di posisi seperti ini."Aku memang baru mengenal Melisa, Ham. Tapi aku yakin Melisa wanita baik-baik, dia akan menjadi istri yang baik untukku," jawab Aris sembari menatap Melisa lembut."Hah ... berarti kamu tidak tahu bahwa dialah penyebab rumah tangga adikku hancur berantakan, Ris?" tanya Irham dengan senyum sinis."Apa maksudmu, Ham? Apa hubungan Melisa dengan hancurnya pernikahan adikmu?" tanya Aris ingin tahu.Sementara Melisa memejamkan mata meraba-raba kemana arah pembicaraan Irham dan juga calon suaminya itu. Tangan Melisa gemetar merasakan takut, sungguh dia ingin mengubur masa lalunya yang sangat kelam itu."Hahahaha ... pintar sekali calon istrimu menyembunyikan siapa dirinya dengan penampilannya itu ya, Ris," ejek Irham kepada Melisa."Jangan menghina calon istriku, Ham! Walaupun kamu temanku, aku tidak akan tinggal diam jika kamu menghinanya begitu saja dan tanpa alasan!" sahut Aris marah, dia tidak ingin ucapan Irham menyakiti calon istrinya."Aku tidak menghinanya, Ris. Tanyakan saja pada calon istrimu itu, apakah aku salah jika aku berbicara seperti itu? Ah, iya, mungkin aku lebih baik menyebutnya pelakor. Wanita yang tega merebut suami orang lain, wanita egois yang tega menghancurkan rumah tangga orang lain. Dialah calon istrimu itu, Ris!" ucap Irham dengan nada penuh amarah.Aris membulatkan mata terkejut dengan fakta yang disampaikan oleh Irham. Dia tidak menyangka kawan baiknya itu tega menfitnah calon istrinya."Apa yang kamu tuduhkan itu tidak benar, Ham. Tidak mungkin Melisa wanita seperti itu!" sanggah Aris tidak percaya dengan kata-kata Irham."Tanyakan saja pada calon istrimu itu, Ris. Aku pergi dulu, Ris. Semoga saja kamu bisa mendidiknya menjadi wanita yang lebih baik," ucap Irham sembari menepuk pundak Aris dan berlalu pergi.Melisa dan Aris pun terdiam, tidak ada yang mengeluarkan kata di antara mereka berdua. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing."A-pa itu benar, Mel? Apa yang dikatakan oleh Irham itu benar?" tanya Aris pada Melisa.Melisa tersentak kaget dengan pertanyaan Aris. Dia tidak tahu harus menjawab apa sekarang. Terlalu sakit jika dia harus menjawabnya di saat dia sudah mengubur masa lalunya dalam-dalam.Melisa sudah tidak mau mengingat masa kelamnya, dia tidak mau kembali mengingat bagaimana jahatnya dia dulu. Melisa merasa membuat semua orang menderita karena keegoisannya yang terobsesi dengan Hanan."Jawab aku, Mel!" bentak Aris membuat Melisa terperanjat."I-ya, Mas," cicit Melisa lirih."Hah, tidak kusangka calon istriku ternyata seorang pelakor. Memang penampilan bisa saja menipu seseorang. Aku sungguh merasa tertipu dengan penampilan syar'imu itu, Mel. Kita batalkan saja rencana pernikahan kita, aku tidak mau mempunyai istri seorang pelakor!" Aris pun bangkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan Melisa tanpa menoleh sedikit pun.Hati Melisa berdenyut nyeri merasakan sesak di dalam dada, tidak terasa air matanya mulai menetes membasahi pipi. Melisa segera berlari masuk ke dalam mobil. Dia tidak mau orang-orang melihatnya menangis menyedihkan.Dia tidak menyangka jika pilihannya untuk membuka hatinya dengan menerima lamaran Aris akan berakhir seperti ini.Melisa menangis tergugu di dalam mobil, merasakan sesak di dalam dada. Melisa merasakan sakit yang teramat dalam di saat dia akan mereguk hidup berumah tangga kembali, tapi harus dihempaskan, diingatkan kembali ke dasar penyesalan."Apakah aku tidak berhak untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya? Apakah karmaku masih akan tetap aku tanggung sampai akhir hayatku? Apakah sebutan pelakor masih akan tersemat di setiap langkah hidupku?" lirih Melisa dalam tangisnya.Sungguh Melisa merasa ingin mati saja jika tidak mengingat dosa. Dia sudah merasa teramat dosa dengan mencoba bunuh diri sewaktu dulu. Melisa tidak ingin mengulanginya lagi.Melisa sudah diberi kesempatan kedua untuk menebus semua dosa-dosa yang telah dia lakukan.Melisa selalu mencoba untuk berbuat baik agar semua dosa-dosanya sedikit berkurang. Tapi, masih tetap saja dia tidak bisa menahan sakitnya penyesalan yang teramat dalam.Melisa memacu mobil dengan kecepatan tinggi, dia ingin cepat kembali pulang ke rumah. Agar leluasa menumpahkan segala tangis di dalam kamarnya.Pikirannya sedang kalut sekarang, dia bingung harus berkata apa kepada kedua orangtuanya tentang batalnya pernikahannya dengan Aris.Mereka sangat bahagia saat dulu Melisa menerima lamaran Aris. Melisa tidak tega menghancurkan kebahagiaan mereka begitu saja."Apa yang harus aku katakan kepada mereka? Aku sudah menghancurkan harapan mereka dengan batalnya pernikahanku," lirih Melisa.Setibanya di rumah Melisa bergegas turun dari mobil dan melangkah tergesa masuk ke dalam rumah. Untungnya ayah dan ibunya sedang tidak ada di rumah.Melisa bisa menghindar sebentar dari mereka. Melisa bergegas masuk ke dalam kamar, dia menutup pintu dan menguncinya dari dalam.Melisa melangkah menuju ranjang dan meringkuk di atasnya, kembali dia menumpahkan tangis meratapi semua penyesalannya yang telah egois mengharapkan cinta dari suami orang lain.Hingga sekara
Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, Melisa sudah kembali beraktifitas seperti semula. Dia pun sudah mulai mengajar di sekolah yang baru.Melisa mencoba melupakan batalnya pernikahannya dengan Aris. Dia memulai hidup baru kembali tanpa mengingat apa yang baru saja dia alami."Selamat pagi, Bu," sapa Dita rekan sesama guru Melisa yang sudah datang terlebih dahulu."Selamat Pagi, Bu Dita. Sudah sampai dari tadi?" Melisa meletakkan tasnya di atas meja dan duduk di samping Dita."Baru saja tiba, Bu," jawab Dita dengan ramah sembari merapikan buku di atas mejanya.Melisa tersenyum menanggapi jawaban Dita, dia juga sibuk menata buku yang akan dia bawa mengajar. Melisa sudah tidak sabar untuk kembali menyapa murid-muridnya. Ada satu murid yang sangat membuat Melisa tertarik, nama murid tersebut Alisa, nama yang hampir mirip dengannya.Melisa sudah mulai dekat dengan Alisa dan juga mama Alisa. Kadang jika mama Alisa terlambat menjemput Alisa, Melisa yang menemani Alisa menunggu sang mama."
Melisa menatap bahagia Alisa yang sedang bermain dengan riangnya. Raut gembira tidak hilang dari wajahnya selama bermain.Tanpa terasa sudah satu jam mereka bermain, Melisa merasa bersama Alisa waktu terasa berjalan dengan cepat. Mereka harus segera menyudahi bermainnya."Alisa, kita makan dulu yuk, sebentar lagi kita harus pulang," ucap Melisa pada Alisa.Alisa langsung mendekati Melisa dengan raut muram. Rupanya Alisa masih belum puas bermain. Mungkin karena Alina sedang hamil sehingga Alisa jarang diajak ke tempat bermain.Melisa pun berjongkok menyejajarkan diri dengan Alisa. Dia membelai wajah Alisa yang beraut muram dan bertanya, "Hei, kenapa kok cemberut?"Alisa hanya menggelengkan kepala merespon pertanyaan Melisa. Dia tidak berani membantah ucapan sang guru. Melisa pun tersenyum mengelus puncak kepala Alisa."Jangan sedih, Al. Lain kali kita main di sini lagi," ucap Melisa mencoba menghibur Alisa."Benar?" tanya Alisa dengan mata berbinar."Iya dong. Makanya Alisa jangan bers
Suasana hati yang buruk Setelah kepergian Ratih, Melisa menjadi sedikit pendiam. Dia hanya sesekali menanggapi ocehan Alisa. Jika biasanya keceriaan Alisa mampu membuat Melisa kembali bersemangat, tapi tidak untuk saat ini.Melisa masih saja teringat kata-kata Ratih yang terngiang-ngiang terus di pikirannya. Melisa tak menyangka jika Ratih menjadi begitu membencinya sekarang.Melisa mengerti sekarang bagaimana di posisi Naya yang selalu menghadapi kebencian sang mertua padanya.Sungguh jika bisa memilih tentu Melisa lebih memilih untuk tidak bertemu dengan Ratih lagi untuk selamanya, jika Ratih hanya menyebar kebencian padanya.Bukankah sudah pernah Melisa jelaskan kalau dia memilih berpisah dari Hanan supaya Hanan bisa kembali pada Naya? Kenapa malah Melisa yang disalahkan karena memilih berpisah dari Hanan?"Awas, Bu!" seru Alisa saat Melisa akan menabrak mobil di depan mereka."Astaghfirullah!" Melisa tersadar dari pikirannya sendiri.Melisa terkejut dan buru-buru menginjak rem. U
Selang dua puluh menit Melisa sudah tiba di rumah, dia segera turun dari mobil. Melisa mengernyit heran ketika netranya melihat ada mobil yang nampak asing sedang parkir di halaman rumahnya.Melisa buru-buru masuk ke dalam rumah untuk melihat siapa gerangan yang bertamu ke rumahnya. Dia pun membuka pintu setelah sampai di depannya."Assalamu'alaikum," salam Melisa sembari akan melangkah masuk ke dalam rumah."Wa'alaikumsalam," jawab semua yang duduk di ruang tamu.Melisa membulatkan mata melihat seseorang yang sedang duduk manis di hadapan sang ayah. "Dari mana dia tahu rumahku? Lalu ada kepentingan apa dia sampai datang ke rumahku?" batin Melisa.Melisa mematung di depan pintu tak mengerti dengan situasi yang telah terjadi. Bahkan dia terhenti dari langkahnya saking terkejutnya."Baru pulang, Nak?" tanya Meta mendekat pada Melisa."Eh, iya, Bu," jawab Melisa tergeragap karena terkejut."Ayo duduk dulu, Mel. Nak Ardan sudah menunggu kamu pulang dari tadi," ajak Meta menggandeng tangan
Ardan pun bangkit dengan langkah lunglai, Melisa tahu jika Ardan sedang berperang dengan pikirannya. Jika Melisa menjadi Ardan tentu dia tidak akan mau menjadikan wanita yang tak sempurna dan mempunyai masa lalu yang buruk untuk dijadikan sebagai pendamping hidup.Dia pasti akan lebih memilih wanita yang bisa memberikannya keturunan dan juga wanita yang baik-baik. Bukan pelakor seperti dirinya.Melisa pun bangkit melangkah di belakang Ardan, untuk mengantar kepergian Ardan sampai ke teras rumah.Ardan berbalik melihat Melisa yang berada tepat di ambang pintu. Pandangan mata Ardan sendu, seolah tidak rela menerima kenyataan yang Melisa ungkapkan."Saya pergi, Bu. Tolong sampaikan salam saya pada orangtua Ibu Melisa, Assalamu'alaikum," pamit Ardan."Wa'alaikumsalam, akan saya sampaikan, Pak," jawab Melisa.Ardan kembali berbalik dan meneruskan langkah menuju mobilnya, sebelum masuk ke dalam mobil, Ardan kembali menoleh pada Melisa. Sementara Melisa pun segera masuk tanpa menunggu keperg
Melisa merasa enggan untuk makan malam hari ini, tapi dia sudah janji dengan ayah dan ibunya untuk menjelaskan semuanya. "Bolehkah aku tidur saja tanpa ikut makan malam sehari ini saja?" batin Melisa.Melisa menghela nafas kasar, dia mencoba memantapkan hati untuk menghadapi kedua orangtuanya. Melisa bangkit dari ranjang melangkah menuju pintu untuk keluar dari kamar.Melisa merasa langkahnya begitu berat saat dia sudah melewati pintu kamar, rasanya dia seperti melangkah menuju tempat penghakiman saja. Melisa menuruni tangga dengan perlahan menuju dapur.Saat sampai di dapur dia melihat kedua orangtuanya sudah duduk di kursinya masing-masing. Melisa mendengar mereka terlibat dengan pembicaraan tentangnya. Mereka sedang membahas tentang kedatangan Ardan tadi siang.Melisa berjalan mendekat pada ayah dan ibunya, lalu dia pun bergabung bersama mereka di meja makan. Melisa duduk berhadapan dengan sang ayah, setelah kedatangannya, tetapi mereka diam seribu bahasa. Mereka pun mulai menyant
Melisa bangun dari pembaringan dengan malas, setelah selesai sholat Subuh dia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang, dia merasa enggan sekali untuk pergi ke sekolah. Melisa tidak ingin bertemu dengan Ardan di sekolah.Melisa tidak enak hati jika harus bertemu dengan Ardan, belum lagi dia juga harus menepati janjinya pada Imran. Melisa harus bertanya pada Ardan tentang keputusannya, apakah Ardan ingin meneruskan niatnya atau tidak.Melisa enggan sekali bertatap muka dengan Ardan dalam waktu dekat ini. Tapi dia tidak boleh menunda-nunda untuk menyelesaikan masalah ini, supaya sang ayah tidak perlu menghubungi Ardan.Melisa ingin kembali menjalani hari-harinya dengan tenang lagi. Dan dia juga berharap tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya. Cukup kemarin saja dia bertemu dengan ibu Hanan, jika bertemu lagi, dia tentu akan kembali mengingat-ingat masa yang suram dulu.Tok ... tok.Suara pintu kamar diketuk, Melisa segera bangkit dari ranjang dan melangkah untuk