Share

CAP PELAKOR
CAP PELAKOR
Penulis: Uci ekaputra

Sebutan Pelakor

"Oh, dia calon istri yang kau ceritakan, Ris?" ucap seseorang yang Melisa kenal memandangnya dengan tatapan sinis.

"Iya, Ham. Melisa kenalkan temanku, Irham. Dia temanku sewaktu kuliah dulu," ucap  Aris mengenalkan Melisa pada sosok yang membuatnya takut.

Melisa hanya menundukkan kepala tidak berani menatap wajah garang sosok tersebut. Dia benar-benar merasa ciut di hadapannya.

Pandangan mata lelaki tersebut seolah mengintimidasi Melisa, menatap tajam hingga terasa ke dalam tulang-tulangnya.

Melisa mengenal sosok tersebut, dia adalah kakak laki-laki Naya. Melisa bertemu dengannya hanya satu kali saja, tapi dia sudah sangat takut akan sosoknya.

Padahal sudah empat tahun berlalu semenjak Melisa berpisah dengan Hanan, tapi dia masih mengingat sosok kakak Naya itu.

"Hai, kenapa diam saja, Mel?" tanya Aris pada Melisa yang hanya diam menunduk sedari tadi.

"Jangan paksa calon istrimu itu untuk berkenalan denganku, Ris. Dia sudah sangat mengenalku, jadi tidak perlu mengenalkan kami kembali," ucap sosok tersebut tajam.

Irham menggeser kursi kosong dan mendudukinya. Mereka sedang berada di sebuah restoran, Aris meminta Melisa  bertemu di restoran untuk membahas rencana pernikahan mereka.

Aris pun nampak bingung dengan semua ucapan Irham, dia tidak mengerti maksud dari ucapan temannya itu.

"Apa maksudmu, Ham?" tanya Aris.

"Dari mana kamu mengenal wanita ini, Ris? Pasti kamu belum terlalu lama mengenalnya, kan?" tanya Irham sembari menopang tangannya di bawah dagu.

Melisa merasa gugup, dia tidak pernah menyangka jika harus berada di posisi seperti ini.

"Aku memang baru mengenal Melisa, Ham. Tapi aku yakin Melisa wanita baik-baik, dia akan menjadi istri yang baik untukku," jawab Aris sembari menatap Melisa lembut.

"Hah ... berarti kamu tidak tahu bahwa dialah penyebab rumah tangga adikku hancur berantakan, Ris?" tanya Irham dengan senyum sinis.

"Apa maksudmu, Ham? Apa hubungan Melisa dengan hancurnya pernikahan adikmu?" tanya Aris ingin tahu.

Sementara Melisa memejamkan mata meraba-raba kemana arah pembicaraan Irham dan juga calon suaminya itu. Tangan Melisa gemetar merasakan takut, sungguh dia ingin mengubur masa lalunya yang sangat kelam itu.

"Hahahaha ... pintar sekali calon istrimu menyembunyikan siapa dirinya dengan penampilannya itu ya, Ris," ejek Irham kepada Melisa.

"Jangan menghina calon istriku, Ham! Walaupun kamu temanku, aku tidak akan tinggal diam jika kamu menghinanya begitu saja dan tanpa alasan!" sahut Aris marah, dia tidak ingin ucapan Irham menyakiti calon istrinya.

"Aku tidak menghinanya, Ris. Tanyakan saja pada calon istrimu itu, apakah aku salah jika aku berbicara seperti itu? Ah, iya, mungkin aku lebih baik menyebutnya pelakor. Wanita yang tega merebut suami orang lain, wanita egois yang tega menghancurkan rumah tangga orang lain. Dialah calon istrimu itu, Ris!" ucap Irham dengan nada penuh amarah.

Aris membulatkan mata terkejut dengan fakta yang disampaikan oleh Irham. Dia tidak menyangka kawan baiknya itu tega menfitnah calon istrinya.

"Apa yang kamu tuduhkan itu tidak benar, Ham. Tidak mungkin Melisa wanita seperti itu!" sanggah Aris tidak percaya dengan kata-kata Irham.

"Tanyakan saja pada calon istrimu itu, Ris. Aku pergi dulu, Ris. Semoga saja kamu bisa mendidiknya menjadi wanita yang lebih baik," ucap Irham sembari menepuk pundak Aris dan berlalu pergi.

Melisa dan Aris pun terdiam, tidak ada yang mengeluarkan kata di antara mereka berdua. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"A-pa itu benar, Mel? Apa yang dikatakan oleh Irham itu benar?" tanya Aris  pada Melisa.

Melisa tersentak kaget dengan pertanyaan Aris. Dia tidak tahu harus menjawab apa sekarang. Terlalu sakit jika dia harus menjawabnya di saat dia sudah mengubur masa lalunya dalam-dalam.

Melisa sudah tidak mau mengingat masa kelamnya, dia tidak mau kembali mengingat bagaimana jahatnya dia dulu. Melisa merasa membuat semua orang menderita karena keegoisannya yang terobsesi dengan Hanan.

"Jawab aku, Mel!" bentak Aris membuat Melisa terperanjat.

"I-ya, Mas," cicit Melisa lirih.

"Hah, tidak kusangka calon istriku ternyata seorang pelakor. Memang penampilan bisa saja menipu seseorang. Aku sungguh merasa tertipu dengan penampilan syar'imu itu, Mel. Kita batalkan saja rencana pernikahan kita, aku tidak mau mempunyai istri seorang pelakor!" Aris pun bangkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan Melisa tanpa menoleh sedikit pun.

Hati Melisa berdenyut nyeri merasakan sesak di dalam dada, tidak terasa air matanya mulai menetes membasahi pipi. Melisa segera berlari masuk ke dalam mobil. Dia tidak mau orang-orang melihatnya menangis menyedihkan.

Dia tidak menyangka jika pilihannya untuk membuka hatinya dengan menerima lamaran Aris akan berakhir seperti ini.

Melisa menangis tergugu di dalam mobil, merasakan sesak di dalam dada. Melisa merasakan sakit yang teramat dalam di saat dia akan mereguk hidup berumah tangga kembali, tapi harus dihempaskan, diingatkan kembali ke dasar penyesalan.

"Apakah aku tidak berhak untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya? Apakah karmaku masih akan tetap aku tanggung sampai akhir hayatku? Apakah sebutan pelakor masih akan tersemat di setiap langkah hidupku?" lirih Melisa dalam tangisnya.

Sungguh Melisa merasa ingin mati saja jika tidak mengingat dosa. Dia sudah merasa teramat dosa dengan mencoba bunuh diri sewaktu dulu. Melisa tidak ingin mengulanginya lagi.

Melisa sudah diberi kesempatan kedua untuk menebus semua dosa-dosa yang telah dia lakukan.

Melisa selalu mencoba untuk berbuat baik agar semua dosa-dosanya sedikit berkurang. Tapi, masih tetap saja dia tidak bisa menahan sakitnya penyesalan yang teramat dalam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status