Share

Bab 2

Author: Itari Raiansa
last update Last Updated: 2021-05-15 23:28:14

Hero menatap Lusie dengan sinis. Dia membiarkan Lusie di luar sedangkan ia membawa Anea masuk. Tidak disangka, Lusie justru ikut mengekor di belakang dan membuat Hero berbalik.

“Maaf?”

“Ya, Kapten?”

Anea menarik kerah Hero. “Dia Lusie. Dia cantik, tapi sangat cerewet.”

Lusie ingin sekali munutup mulut Anea. Gadis ompong itu sungguh menghancurkan pendekatan Lusie kepada Hero. Lusie mengeluarkan kertas dan pena dari dalam tas. Ia mengacungkan kertas itu depan Hero.

“Saya sering melihat Kapten di majalah, internet dan berita.”

Hero menurunkan Anea. Ia meminta Anea untuk menunggunya di ruang makan. Hero menarik tangan Lusie ke depan gerbang. Hanya dipegang saja sudah membuat Lusie ingin terbang melayang. Namun, beberapa menit kemudian Hero dengan sengaja menyentak tubuh Lusie hingga gadis itu terhuyung mundur.

“Pergi, lha.”

Lusie terdiam.

“Jangan dekati rumah saya apalagi anak saya!”

“Kenapa?”

“Itu sangat mengganggu saya!”

Hero hendak menutup gerbang. Namun Lusie mencegah dan menatap Hero dengan lamat-lamat. 

“Setidaknya Anda harus menandatangani ini!”

Hero mengambil kertas dari tangan Lusie. Dia menandatanganinya lalu membuangnya ke wajah Lusie. Jelas itu menyulut emosi Lusie.

“Kau gadis yang telah melempar sepatu tadi, kan?”

Lusie. “…."

“Mungkin polisi akan datang ke rumahmu lima menit setelah ini. Jangan pernah menyebut namaku untuk menjadi saksi. Pergi dan jangan datang lagi!”

Brak! 

Lusie memandang gerbang putih di depannya. Ia menendang gerbang itu dan mencoba menarik napas perlahan-lahan. Lusie kembali ke rumah dan melihat ayahnya masih berada di depan laptop.

Ayahnya seorang konsultan investasi. Dia sering menghabiskan waktu bersama kliennya. Kondisi kesehatan ayahnya tidak memungkinkan untuk pergi kerja ke kantor.

Lusie memeluk ayahnya dari belakang—memandang wajah klien yang sedang berbicara tadi terhenti untuk beberapa saat. Nampaknya si klien agak terkejut ada gadis cantik dengan rambut sepinggang yang sedang memeluk lelaki tua.

“Ayah!”

“Kau tidak lihat ayah sedang apa?”

“Baru saja aku bertemu tetangga baru di depan rumah kita. Dia sangat angkuh!”

“Nanti kita bicara. Ayah sedang bekerja, Lusie.”

“Ya, karena aku tidak melihat ada tisu toilet di sini.”

Eric mengetuk kepala Lusie dengan buku. Lusie buru-buru kabur sambil tertawa. Dia berhenti di depan kamar Isabella yang nampak tenang dengan alunan musik opera. Lusie tidak berani masuk ke dalam kamar Isabella. Sebab Isabella tidak suka kehadiran Lusie di ruang pribadinya.

Lusie masuk ke dalam kamar dengan lebar 4 x 5. Ada berbagai macam lukisan yang terpajang di dalam kamarnya. Kamarnya lebih layak disebut galeri ketimbang sebuah tempat beristirahat.

Disana Lusie membuka jendela dengan lebar. Ia berdiri di tepi balkon—memandang rumah putih yang baru saja ia datangi. Lusie melihat siluet seorang perempuan berjalan di rumah Hero. Ia tidak ambil pusing mengenai itu. Sebab Lusie tahu, berita jika Hero memiliki anak sudah tersiar di media.

“Lusie?”

“Ayah?”

Eric—lelaki empat puluhan tahun itu memberikan cangkir dengan uap kopi kepada Lusie. Dengan sumringah Lusie lekas menyeruput kopi. Ia menyengir lebar menatap ayahnya yang juga tersenyum.

“Anak pintar.”

Kata-kata legenda yang menurut Lusie bukan bermakna secara harfiah untuknya. Lusie melihat ayahnya memiliki tiga tubuh yang sama-sama menatapnya datar. Rasa pening menyerang Lusie. Ayahnya mengambil cangkir dari Lusie, lantas menunggu Lusie ambruk tidak sadarkan diri.

Lusie terbangun pukul tiga sore. Ia melihat tangan dan kakinya terikat. Ayahnya mengasah kayu panjang sembari berdiri di depan kursi kerja. Ia seperti anak gadis yang baru saja diculik dan akan dijual ke pasar gelap.

“Ayah!”

“Jawaban jujur akan membantumu lepas dari hukuman ini.” Ayahnya duduk sambil menonton komedi drama Korea eulacha waikiki season 1. “Baru saja ayah didatangi polisi.”

Lusie mendengus, “Ibu Murie mengatakan jika aku—“ Lusie menahan mulutnya berbicara. “Dia selalu menyudutkanku dan memperlakukanku tidak adil.”

Brak! Isabella keluar dari kamar. Tubuh ideal dengan tinggi 160-an itu berjalan anggun menuruni tangga. Mata biru Isabella menatal Lusie yang diikat di tengah-tengah ruangan.

“Dimana sepatuku?”

Lusie menelan ludah. Eric seakan tahu bencana apa yang akan terjadi. Eric segera melepas ikatan Lusie dan menyembunyikan Lusie di belakang tubuhnya.

“Kau tidak membuangnya di wajah gurumu itu, kan?” tanya Eric setengah berbisik.

“Ayah, selamatkan aku.”

Eric menahan kekesalan. Ia menatap Isabella yang berdiri tegap bak Ratu istana yang sedang berbicara dengan pemberontak. Lusie berjalan pelang ke belakang. Ketika Eric hendak menarik Lusie, ia sudah lebih dulu ditahan Isabella.

“Aku tidak mau tau. Kalian harus mencarikan aku sepatu yang sama!”

“Isabel, ada banyak sepatu yang kau miliki.”

“Aku hanya ingin sepatuku kembali!”

Eric mengurut pangkal hidung. Isabella kembali naik ke tangga dan menutup kamarnya dengan rapat. Gadis itu memiliki ego yang sangat tinggi. Kemudian diperparah oleh kedatangan Lusie yang menjadi adik tiri Isabella setelah kematian ibunya.

Di lain tempat, Lusie memegang dadanya yang berdegup kencang. Ia melihat gerbang Hero terbuka sedikit. Lusie tersenyum licik—memikirkan hal gila yang hendak ia lakukan. Lusie ingin mengusir ketakutannya pada Isabella yang sedang marah.

“Maaf, Hero. Aku harus pergi.”

Lusie berlari ke arah pohon. Ia melihat wanita yang lebih tinggi dari kakaknya berjalan masuk ke dalam mobil BMW. Ia memakai kacamata hitam dengan tudung yang lumayang besar. Nampaknya ia orang penting yang sengaja menutupi identitas.

Lusie baru keluar setelah mobil hitam tadi pergi. Lusie menyusul Hero yang hendak masuk ke dalam rumah. Karena merasa janggal Hero berbalik. Ia tercekat melihat penampilan super berantakan Lusie.

“Kau?!”

“Hai, Kapten!”

Hero menarik tangan Lusie. Namun, kali ini Lusie sudah hafal trik Hero. Ia melingkarkan tangan ke leher Hero dan menatap lelaki dewasa itu dengan senyuman usil.

“Aku sudah punya banyak rahasia tentangmu. Menurutmu, harus aku apakan berita ini?”

“Keterlaluan!”

“Husssshhh.” 

Lusie menekan bibir Hero yang merah natural menggunakan jari telunjuknya. 

“Bagaimana dengan upah?”

Ayolah, Lusie sedang membutuhkan uang. Hero merupakan salah satu selebgram yang sedang naik daun popularitasnya karena pekerjaan dan tampang yang sangat mendukung. Serbuk berlian seperti hero sangat disayangkan untuk dilewati.

Hero mendorong tubuh Lusie. Kali ini menekan bahu Lusie hingga mereka tersudut di tembok gerbang. 

“Jangan pernah bermain-main denganku, karena aku bukan orang yang mudah kau kuasai.”

Untuk beberapa saat Lusie justru tersihir oleh wajah Hero yang sangat dekat dengan dirinya. Lusie berusaha menguasai diri. Ia berdehem—menekan dada Hero agar sedikit menjauh darinya.

“Bukankah, wanita tadi bukan orang biasa, kan?”

Hero menutup mulut Lusie. “Berapa pun yang kau mau, aku akan memberikannya.”

Lusie mengayunkan tangannya diam-diam. Bukan main senangnya bisa dengan cepat mendapatkan uang. Ia tidak perlu bertengkar hebat dengan Isabella. 

“Tapi aku punya syarat.”

“Syarat?”

“Ya. Kau harus menjaga Anea di rumahku, setidaknya selama satu minggu ini.”

Seumur hidup Lusie tak pernah mengurus anak kecil. Ia bahkan tidka tau bagaimana rasanya diasuh oleh seorang ibu. Ia sudah ditinggal sejak lahir. Lantas, bagaimana caranya ia memenuhi syarat Hero.

“Apa tidak ada syarat lain selain mengasuh anak?”

“Tidak! Jika kau menolak—“

“Baiklah, aku akan memikirkannya dahulu!”

Hero tersenyum samar. Ia melepas Lusie dari rengkuhannya. Mereka tercekat ketika melihat Eric—ayah Lusie yang hanya memakai sarung berdiri terperangah di luar gerbang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   BAB 26

    Perban putih melilit tangan kanan Lusie. Ia membiarkan perawat perempuan yang nampak masih muda itu mengurus luka. Tangannya terlihat cekatan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mengganti.“Bukankah tadi itu kapten Hero?” Perawat itu membuka suara. Ia menyiapkan beberapa pil. Menyerahkan kepada Lusie dengan segelas air. “Sudah sangat lama aku tidak melihat artikel dan iklan tentangnya.”“Ya, dia suamiku.”Perawat dengan rambut yang digelung itu terdiam sejenak. Kemudian mengambil kembali gelas dan piring kecil tempat pil. Lusie baru saja menelan tiga buah pil itu dengan cepat.“Saya sangat iri, Anda beruntung bisa menikahi suami romantis seperti kapten. Selain itu, ia juga bertanggung jawab dan sangat setia. Saya menyaksikan sendiri, jika tiga hari selama Anda tertidur, kapten Hero terjaga di samping Anda.”“Apa dia … tidak tidur sampai sekarang ini?”“Soal itu, saya

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   BAB 25

    Tiga hari sudah terlewati. Hero menunggu dengan cemas di samping ranjang besar. Menempatkan Lusie di ruang VIP agar perempuan itu mendapatkan perawatan yang lebih baik. Ia embiarkan Lerry dan beberapa perawat yang mendampingi memeriksa keadaan Lusie. Tadinya rumah sakit sangat riuh karena teriakan Hero. Ia memanggil Lerry di sepanjang lorong dengan suara kencang hingga membuat pasien disana tidak nyaman.Lerry melepas stetoskop. Ia membiarkannya menggantung di leher. Hero sudah menantikan jawaban baik. Ia juga dapat melihat mata Lusie yang sudah terbuka. Meskipun belum ada suara, tetapi itu lebih baik daripada melihatnya terpejam seperti mayat.“Lullaby sudah pergi?”Lerry menghelas napas. “Jika bukan suami dari Lusie, kau mungkin sudah kuusir dari sini. Seharusnya kau menanyakan keadaan istrimu terlebih dahulu.”“Lalu bagaimana? Bukankah dia baik-baik saja?”“Lebih rumit dari yang ku kira. Temui aku setela

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   BAB 24

    Hero duduk di kursi tunggu. Sudah dua jam berlalu semenjak Lusie dibawa ke rumah sakit. Ia sempat membuat Lerry syok. Namun tak berlangsung lama karena Lerry harus segera menanganinya. Kesadaran Lullaby hilang usai ia memberikan pertanyaan terakhir yang belum sempat Hero jawab.Seharusnya Hero senang akan hal ini. Bukankah ini yang ia harapkan? Menghilangkan perempuan itu dari hadapannya? Lullaby adalah alasan ia terjebak di pernikahan tanpa cinta ini. Sementara Lusie hanyalah wanita biasa yang tak sejajar dengan usia dan karirnya. Bagaimana bisa ada rasa untuk mempertahankan mereka?“Hero.”“Lerry?”Dokter muda itu duduk di sebelah Hero. Ia datang bersama para perawat yang sudah berlalu.“Lusie baik-baik saja, bukan?!”Lerry mengangguk. “Masa kritisnya sudah terlewat. Itu juga berkat kau yang membawanya tepat waktu.”“Kapan ia akan sadar?”“Mungkin esok pa

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND    Bab 23

    Bagi Hero Lusie mungkin sudah menjadi seseorang yang tak sengaja mengambil bagian dari hidupnya. Awalnya ia mengira gadis 18 tahun yang saat itu mengidolakannya akan menjadi perempuan yang akan sudi untuk memenuhi kenginan dari ayahnya. Sehingga Hero hanya menjalani hubungan tersebut tanpa arti yang berarti.Hingga ada hal yang sulit ia mengerti dengan berbagai alasan yang terangkai dalam kepala. Untuk apa ia menarik Lusie dari kerangkang lelaki lain yang ingin memberi sepilin perhatian dari mereka? Tanpa sadar Hero bahkan menjauhi Lusie untuk sebuah ketidakpastian yang ia miliki.Perasaan bingung mengendap dalam hati. Ia menepuk kepala berulang kali dan menatap dirinya dalam pantulan cermin. Mata biru itu menatap tajam dengan bulu mata lentik yang kontras dengan alis tebalnya. Lagi-lagi bayangan itu menghampiri dirinya. Seperti sebuah sapaan yang tak pernah bosan untuk datang.“Kamu tidak makan?”“Hero?”Hero melangkah masu

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 22 : Di bawah Hujan

    Ujian berakhir pada pukul dua siang. Sama seperti siswa lainnya Lusie ikut mengambil tas dan berangsur pulang melewati kerumunan siswa yang masih berbincang membahas soal ujian. Tidak Lusie sangka bahwa ujian terakhir di hari sekolah itu akan menjadi ujian pertama dalam pertemanannya.Tak ada Falery yang mengganggunya saat pulang. Bahkan Farel tak menyapa sedikit pun meskipun mereka berada dalam kelas yang sama. Ini mengingatkan Lusie saat awal ia masuk sekolah formal di masa kecil. Tak ada yang mau mendekatinya karena takut akan dipukul Lusie.Sejak itu Lusie takut untuk berangkat ke sekolah. Bukan sebab dijauhi, tetapi pada faktanya ia lebih takut pada dirinya sendiri yang membawa ancaman untuk orang lain. Lusie menyadari setiap ia berkelahi satu diantara temannya akan berakhir di rumah sakit. Tak ada yang tahu darimana mereka berakhir seperti itu. Sebab Lusie tak pernah mengakui bahwa ia menyiksa temannya.Masa sulit itu kini sudah terlewat. Lusie mencoba unt

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 22 : Menjauh

    Langit menggelap—membawa gulungan awan hitam. Dari sana rintik hujan mulai berjatuhan. Bertemu dan menyapa bumi. Gemericiknya memecah keheningan. Mengetuk-ngetuk atap, pohon, juga bus yang melintas.Di tengah rintik hujan itu Hero tersadar. Bahwa bayangan Lusie hanyalah ilusi yang tak sengaja muncul di kepalanya. Nyatanya, itu hanyalah seorang anak SMA biasa yang menumpang duduk di sebelah.Hero memasang wajah dingin seperti tak mau disentuh dan diganggu oleh siapa pun. Ia menatap jendela, yang perlahan juga ikut terguyur air hujan. Meninggalkan bekas embun dan mengaburkan pandangan.Bus berhenti di halte kawasan A. Hero turun bergatian dengan para penumpang lainnya. Sementara itu, ia lupa membawa payung. Hero sengaja berjalan tanpa payung dan menikmati sentuhan rintik hujan.Entah kapan terakhir kali ia berjalan di bawah hujan seperti ini. Sejak SMA Hero sudah sulit untuk menemukan kebahagiannya. Fakta bahwa ia jarang bermain seperti anak biasa mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status