Hero Louis seorang pilot muda terpaksa menikahi Lusie Agatga gadis 18 tahun yang masih duduk di bangku sekolah. Lusie berusaha menjadi seorang istri yang sempurna di mata keluarga. Dia sangat memperlakukan Anea Louis anak Hero dengan baik. Namun, di mata Hero, Lusie hanyalah gadis manja yang merepotkan kesibukannya. Kadangkala Hero bahkan mengacuhkan Lusie dan memilih bersenang-senang dengan teman-temannya. Suatu hari Lusie koma akibat tumor otak yang ia derita dan membuat kehidupan Hero berubah drastis. Lusie menjadi pribadi yang lain usai koma. Ia bahkan tidak mau lagi mengurus Anea dan kegiatan rumah tangga lainnya. Perubahan itu menjadi titik balik kehidupan Hero untuk memperjuangkan cinta Lusie yang hilang.
View More“Hei anak pelacur!”
“Dia sangat mirip sekali dengan pelacur!”“Aku tidak sudi berteman dengan anak pelacur.”Seorang gadis delapan belas tahun membuka matanya lebar-lebar. Bulu matanya yang panjang dan lentik menciptakan bayangan indah di bawah pipi. Dia mengerjap-ngejarp dan mengucek matanya yang bulat. Gadis itu mengangkat kepalanya—melihat suasana kelas yang masih sama dengan tiga puluh menit yang lalu. Dia tertidur karena lelah mendengar guru bahasa Indonesia nya mengoceh panjang lebar. “Lusie!”Gadis dengan rambut panjang yang diikat kuda itu menatap seorang gadis dengan rambut seperti dora dihiasi kacamata besar yang membantunya melihat jelas. “Ada apa Falery?”Lusie bertanya malas pada Falery Matthew. Anak pemegang saham di sekolah itu membuka bukunya di hadapan Lusie.“Kau sudah tidur selama tiga puluh menit dan tidak tahu jika sekarang ada sosialisasi sekolah penerbangan di aula! Lihat, aku sudah mendapat tanda tangan Kapten Hero!”Lusie mengerjap-ngerjap. Dia menangkup pipi Falery yang sangat tirus. Sungguh wajahnya kalah jauh ketimbang Dora the explorer yang tambun itu.“Kapter Hero?! Pilot tampan itu ke sekolah kita?!”“Astaga Lusie, jika kau ingin tahu bergegaslah!”Sebelum Falery menyelesaikan omongannya, Lusie sudah lebih dulu mendorong kursi dan berlari menuju aula. Mimpi buruknya harus diakhiri. Harapan kebahagian dan matahari Lusie sedang menunggu di depan sana.“Kapten Hero!!!”Lusie berteriak lantang setibanya di aula. Kapten Hero yang sedang memberikan sosialisasi berhenti berpidato. Perhatian seluruh audiens mengarah pada Lusie.“Kau ingin menjadi kekasihku?!” Lusie Agatha, siswi akhir di sekolah yang terkenal dengan sikap berandalnya itu membuat onar satu gedung. Gurunya memijiat pelipis dan meminta agar Lusie keluar dengan isyarat pelototan. Tentu saja itu tidak berlaku untuk Lusie.“Maaf, sepertinya ada kesalahan disini.”Murie Albert—guru kesenian Lusie yang selalu menjadi jendral sekolah karena menerapkan hukuman bak kemiliteran membawa Lusie keluar. Murie memberikan tatapan tajam. Lusie mendengus dan berusaha membersihkan tangan. Seakan-akan yang baru saja memeganganya adalah tangan kotor yang berlumpur. Murie menahan kekesalan. Ia sudah berselisih dengan Lusie sejak awal karena sikap Lusie yang sangat kontra dengan peraturannya.“Kau gila?!"“Aku ingin bertemu kapten Hero. Jika itu definisi gila, maka kalian semua yang ada disana adalah orang-orang yang lebih gila karena mendahuluiku.”“Dengarkan ini, Lusie. Kapten Hero datang bukan karena ingin bertemu dengan siswi nakal yang mengharapkan dia untuk menikahinya. Kembali ke kelas atau kau akan mendapatkan hukuman dariku.”Lusie melepaskan kuncirnya. Dia menggelengkan kepala dan membuat rambutnya terurai indah. Beberapa satpam yang melihat terpesona akan kecantikan dari wajah mungil yang bernyali besar itu.“Ibu Murie, aku takkan diam ketika terakhir kali kau memfitnahku karena mencoret lukisanmu. Padahal kau hanya iri aku bisa lebih hebat darimu, kan?”Murie mengepalkan tangan.“Beberapa hari yang lalu kau juga menghukumku dengan cara yang paling ekstrim. Kau menyuruhku membersihkan kandang Dogi-dogi si anjing setengah gila hanya karena aku masuk ke ruanganmu dan melihat foto-foto teman-temanku dengan keadaan telanjang?”Plak! Murie menampar Lusie. “Kau memang sama saja seperti ibumu. Suka mengancam, murahan dan memalukan! Enyahlah, gadis jalang!”Lusie membersihkan ujung bibirnya yang berdarah. Ia tersenyum licik dan menatap Murie penuh kebencian.“Tau apa Anda tentang ibu saya?”Lusie semakin berteriak keras. “Jawab!”Murie ciut dan meninggalkan Lusie sendirian. Murie kembali ke aula. Lusie tak mau tinggal diam. Ia mengikuti Murie dari belakang, lalu melemparkan sepatunya hingga membuat Murie jatuh tersungkur.Suara dalam aula teredam oleh pemandangan itu. Murie bangkit berdiri meskipun kepalanya masih terasa pening. Bug! Ia kembali tersungkur setelah dilempar sepatu lagi.“Lusie!”Falery menarik tangan Lusie dan membawanya pergi dari aula sebelum ia ditangkap oleh satpam. Falery membawa Lusie menuju gedung apoteker. “Jika kau bodoh, setidaknya kau bisa menggunakan hatimu jika sulit menggunakan otakmu.”Falery mengobati darah yang ada di sudut bibir Lusie. Seorang anak lelaki berusia sembilan belas tahun dengan iris mata berwarna hijau keluar dari ruangan apotek.“Dia berbuat ulah lagi?” “Ya, hari ini dia melempar kepala Ibu Murie Albert dengan dua sepatunya.”Lusie bersikap masa bodoh. Dia menghentikan Falery yang sedang mengobatinya. Lusie menatap anak lelaki dengan postur tinggi dan sedikit kurus itu.“Hei tuan muda Hilbert. Berhenti bertanya dan antarkan aku pulang sekarang. Aku mungkin akan mati konyol jika diintograsi hari ini.”Falery tertawa. “Tentu saja. Dia tidak akan mau dijelek-jelekan di depan Kapten Hero.”“Sialan, aku ketahuan.”Setelah berdiskusi panjang, Lusie akhirnya diantar oleh Farel Hilbert menggunakan layanan taksi online. Farel merupakan salah satu siswa yang aktif di bidang kesehatan. Ia sudah gigih dan merencanakan masa depan sebagai seorang dokter umum.Farel mengeluarkan sapu tangan. Ia membersihkan darah di ujung bibir Lusie. Mata Lusie berputar malas dan menurunkan tangan Farel.“Biarkan saja. Aku tidak mau menutupi apapun lagi dari ayah.”“Tapi ayahmu akan marah.”“Itu lebih baik daripada dia terus-terusan sibuk duduk di depan laptop.”Mobil berhenti di perumahan elit kawasan Marciv Swiss. Lusie turun dari mobil dan melambaikan tangan kepada Farel.“Terimakasih! Hati-hati di jalan, ya!”Farel mengangguk. Lusie bersenandung sepanjang jalan. Ia berhenti tatkala melihat renovasi rumah di depannya. Lusie melihat seorang anak berusia empat tahun sedang duduk di atas ayunan sembari memakai kacamata besar. Ia terlihat seperti sedang berjemur.“Hei.”Anak kecil dengan rambut pirang menurunkan kacamatanya. Lusie dapat melihat warna mata coklat yang sangat terang.“Kau siapa?”“Lusie. Kau sendiri, siapa dan kenapa bisa ada di rumah ini?”“Kata ayah, ini rumah baru kita.”“Namamu?”“Anea.”Lusie menyubit pipi gembul Anea. Rambutnya sangat keriting, tapi itu menggemaskan dan membuat Lusie ikut duduk di ayunan sebelah. Sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan gerbang. Anea bergegas berlari dan berteriak memanggil nama ‘ayah’.“Ayah!”Lusie tersenyum mungil. Sudah hampir sebulan rumah ini kosong. Akhirnya bisa terjual oleh keluarga yang nampaknya sangat hangat. Lima menit setelahnya, Lusie dibuat terkejut.Seorang lelaki dengan kemeja putih yang dilapisi jas coklat turun dari mobil. Matanya yang biru bak batu safir yang mewah. Dia menggendong Anea ke dalam pelukannya. Lusie berdiri—memastikan matanya dan otaknya masih sinkron.Lelaki itu menoleh ke depan. Ia sama terkejutnya ketika melihat Lusie.“Kapten Hero?”Hero. “…”Lusie berlari dan hendak memeluk Hero.“Kapten!!!”
Perban putih melilit tangan kanan Lusie. Ia membiarkan perawat perempuan yang nampak masih muda itu mengurus luka. Tangannya terlihat cekatan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mengganti.“Bukankah tadi itu kapten Hero?” Perawat itu membuka suara. Ia menyiapkan beberapa pil. Menyerahkan kepada Lusie dengan segelas air. “Sudah sangat lama aku tidak melihat artikel dan iklan tentangnya.”“Ya, dia suamiku.”Perawat dengan rambut yang digelung itu terdiam sejenak. Kemudian mengambil kembali gelas dan piring kecil tempat pil. Lusie baru saja menelan tiga buah pil itu dengan cepat.“Saya sangat iri, Anda beruntung bisa menikahi suami romantis seperti kapten. Selain itu, ia juga bertanggung jawab dan sangat setia. Saya menyaksikan sendiri, jika tiga hari selama Anda tertidur, kapten Hero terjaga di samping Anda.”“Apa dia … tidak tidur sampai sekarang ini?”“Soal itu, saya
Tiga hari sudah terlewati. Hero menunggu dengan cemas di samping ranjang besar. Menempatkan Lusie di ruang VIP agar perempuan itu mendapatkan perawatan yang lebih baik. Ia embiarkan Lerry dan beberapa perawat yang mendampingi memeriksa keadaan Lusie. Tadinya rumah sakit sangat riuh karena teriakan Hero. Ia memanggil Lerry di sepanjang lorong dengan suara kencang hingga membuat pasien disana tidak nyaman.Lerry melepas stetoskop. Ia membiarkannya menggantung di leher. Hero sudah menantikan jawaban baik. Ia juga dapat melihat mata Lusie yang sudah terbuka. Meskipun belum ada suara, tetapi itu lebih baik daripada melihatnya terpejam seperti mayat.“Lullaby sudah pergi?”Lerry menghelas napas. “Jika bukan suami dari Lusie, kau mungkin sudah kuusir dari sini. Seharusnya kau menanyakan keadaan istrimu terlebih dahulu.”“Lalu bagaimana? Bukankah dia baik-baik saja?”“Lebih rumit dari yang ku kira. Temui aku setela
Hero duduk di kursi tunggu. Sudah dua jam berlalu semenjak Lusie dibawa ke rumah sakit. Ia sempat membuat Lerry syok. Namun tak berlangsung lama karena Lerry harus segera menanganinya. Kesadaran Lullaby hilang usai ia memberikan pertanyaan terakhir yang belum sempat Hero jawab.Seharusnya Hero senang akan hal ini. Bukankah ini yang ia harapkan? Menghilangkan perempuan itu dari hadapannya? Lullaby adalah alasan ia terjebak di pernikahan tanpa cinta ini. Sementara Lusie hanyalah wanita biasa yang tak sejajar dengan usia dan karirnya. Bagaimana bisa ada rasa untuk mempertahankan mereka?“Hero.”“Lerry?”Dokter muda itu duduk di sebelah Hero. Ia datang bersama para perawat yang sudah berlalu.“Lusie baik-baik saja, bukan?!”Lerry mengangguk. “Masa kritisnya sudah terlewat. Itu juga berkat kau yang membawanya tepat waktu.”“Kapan ia akan sadar?”“Mungkin esok pa
Bagi Hero Lusie mungkin sudah menjadi seseorang yang tak sengaja mengambil bagian dari hidupnya. Awalnya ia mengira gadis 18 tahun yang saat itu mengidolakannya akan menjadi perempuan yang akan sudi untuk memenuhi kenginan dari ayahnya. Sehingga Hero hanya menjalani hubungan tersebut tanpa arti yang berarti.Hingga ada hal yang sulit ia mengerti dengan berbagai alasan yang terangkai dalam kepala. Untuk apa ia menarik Lusie dari kerangkang lelaki lain yang ingin memberi sepilin perhatian dari mereka? Tanpa sadar Hero bahkan menjauhi Lusie untuk sebuah ketidakpastian yang ia miliki.Perasaan bingung mengendap dalam hati. Ia menepuk kepala berulang kali dan menatap dirinya dalam pantulan cermin. Mata biru itu menatap tajam dengan bulu mata lentik yang kontras dengan alis tebalnya. Lagi-lagi bayangan itu menghampiri dirinya. Seperti sebuah sapaan yang tak pernah bosan untuk datang.“Kamu tidak makan?”“Hero?”Hero melangkah masu
Ujian berakhir pada pukul dua siang. Sama seperti siswa lainnya Lusie ikut mengambil tas dan berangsur pulang melewati kerumunan siswa yang masih berbincang membahas soal ujian. Tidak Lusie sangka bahwa ujian terakhir di hari sekolah itu akan menjadi ujian pertama dalam pertemanannya.Tak ada Falery yang mengganggunya saat pulang. Bahkan Farel tak menyapa sedikit pun meskipun mereka berada dalam kelas yang sama. Ini mengingatkan Lusie saat awal ia masuk sekolah formal di masa kecil. Tak ada yang mau mendekatinya karena takut akan dipukul Lusie.Sejak itu Lusie takut untuk berangkat ke sekolah. Bukan sebab dijauhi, tetapi pada faktanya ia lebih takut pada dirinya sendiri yang membawa ancaman untuk orang lain. Lusie menyadari setiap ia berkelahi satu diantara temannya akan berakhir di rumah sakit. Tak ada yang tahu darimana mereka berakhir seperti itu. Sebab Lusie tak pernah mengakui bahwa ia menyiksa temannya.Masa sulit itu kini sudah terlewat. Lusie mencoba unt
Langit menggelap—membawa gulungan awan hitam. Dari sana rintik hujan mulai berjatuhan. Bertemu dan menyapa bumi. Gemericiknya memecah keheningan. Mengetuk-ngetuk atap, pohon, juga bus yang melintas.Di tengah rintik hujan itu Hero tersadar. Bahwa bayangan Lusie hanyalah ilusi yang tak sengaja muncul di kepalanya. Nyatanya, itu hanyalah seorang anak SMA biasa yang menumpang duduk di sebelah.Hero memasang wajah dingin seperti tak mau disentuh dan diganggu oleh siapa pun. Ia menatap jendela, yang perlahan juga ikut terguyur air hujan. Meninggalkan bekas embun dan mengaburkan pandangan.Bus berhenti di halte kawasan A. Hero turun bergatian dengan para penumpang lainnya. Sementara itu, ia lupa membawa payung. Hero sengaja berjalan tanpa payung dan menikmati sentuhan rintik hujan.Entah kapan terakhir kali ia berjalan di bawah hujan seperti ini. Sejak SMA Hero sudah sulit untuk menemukan kebahagiannya. Fakta bahwa ia jarang bermain seperti anak biasa mem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments