Share

CEO Arogan Suami Penyelamatku
CEO Arogan Suami Penyelamatku
Author: Cindy Chen

Dijual Ibu Tiriku

Jantung Kania Larasati berdegup begitu kencang ketika ia melihat pria yang ada di hadapannya itu sudah membuka kancing kemejanya satu per satu. Alis tebal pria itu terangkat sebelah ketika manik matanya menatap tubuh Kania dengan liar dan penuh nafsu. Nafas Kania memburu, ia begitu takut tetapi juga tidak bisa mengendalikan diri. Ini semua gara-gara ibu tirinya yang memberinya minum banyak alkohol dan obat perangsang. Kini, Kania benar-benar tidak dapat bertahan. Sebagaimanapun Kania ingin memaki dirinya sendiri, tetapi ia tidak bisa memungkiri bahwa dirinya menginginkan sentuhan pria tampan itu.

Aroma alkohol menyeruak dari nafas pria itu, begitu pula dari nafas Kania. Mereka berdua mabuk dan kini pria itu sudah berada di atas tubuh Kania yang sudah tidak mengenakan sehelai pakaian pun.

“Ja-jangan…” ucap Kania dengan tidak yakin.

“Nggak usah pura-pura, cantik. Siapa yang nyuruh kamu datang? Ah, tapi itu nggak penting, aku suka koq,” ujar pria tampan itu.

Kania mengerutkan kening. Apa yang dibicarakan pria ini? Bukankah memang dia yang memesan tubuh Kania pada ibu tirinya? Namun, sedetik kemudian pikiran Kania teralihkan. Otot-otot perut pria itu yang kencang dan menonjol, membuat Kania menelan ludah. Jari jemari lentik Kania menyentuhnya dengan lembut, mengabaikan perintah dari otaknya untuk segera menjauh dan lari. Pengaruh alkohol dan obat perangsang itu membuat gairah Kania mengalahkan logikanya.

Pria itu segera melumat bibir tebal Kania dengan sedikit kasar. Kania merasakan sedikit perih dan sedetik kemudian ia merasakan sedikit darah menetes di bagian dalam bibirnya. Namun, sentuhan pria itu di dada Kania membuat sensasi luar biasa yang membuat Kania melupakan semuanya.

Seharusnya, Kania tidak datang ketika ibu tirinya menyuruhnya datang ke rumah tadi sore. Kania menyesalinya, tetapi sekarang sudah terlambat. Selama ini, Kania sudah hidup tenang di kos-kosannya. Meskipun setelah lulus kuliah ia belum mendapatkan pekerjaan yang layak, tetapi setidaknya tidak ada keluarga tirinya yang selalu memperlakukannya dengan buruk. Semenjak ayahnya meninggal, ibu tirinya terus menerus merongrong hingga akhirnya Kania terpaksa bekerja menjadi pelayan bar.

Namun, sepertinya itu masih belum cukup. Malam ini, ibu tirinya sengaja menjebak Kania. Saat Kania datang ke rumah sore ini, ia langsung membubuhkan obat bius kadar rendah pada minumannya. Setelah Kania setengah tidak sadar, ia segera menyuruh adik tiri Kania untuk mengganti pakaian Kania dengan gaun minim tembus pandang, setelah itu mereka membawa Kania ke club malam ini.

“Kenapa?” tangis Kania saat ia tergolek tak berdaya di kursi belakang mobil sewaan itu.

“Udah ada om-om yang mau nawar kamu lima puluh juta. Kan lumayan buat biaya kuliah adikmu dan juga biaya hidup kita,” ujar Nuratin, ibu tiri Kania yang menikahi mendiang ayahnya sepuluh tahun lalu.

Sebelum sampai ke club, Nuratin dan anaknya, Nissa, mencekoki Kania dengan obat perangsang. Pengaruh obat bius sudah mulai menghilang ketika Kania dibawa masuk ke dalam club, tentu saja, karena Nuratin ingin Kania bisa melayani pria hidung belang itu dengan baik, bukan hanya tergolek tak berdaya. Namun, karena takut Kania kabur, Nissa mencekoki Kania yang masih lemas dengan alkohol hingga dia mabuk.

“Masuk sana cepetan! Udah ditungguin!” seru Nuratin sambil mendorong Kania ke arah ruangan-ruangan VIP yang ada di club itu.

“Cepetan!” seru Nuratin sambil memelototi Kania dan mendorongnya dan membukakan pintu salah satu ruangan. Dengan cepat ia mendorong Kania masuk dan menutup pintunya kembali.

Sekarang di sinilah Kania, di bawah tubuh seorang pria yang tidak ia kenal. Bibir pria itu menelusuri leher Kania yang jenjang, membuat Kania tak sadar ketika desahan lembut meloloskan diri dari kedua bibirnya yang lembut. Desahan itu berubah menjadi pekikan tertahan ketika bibir hangat itu sampai di puncak dadanya. Hisapan kuat itu membuat tubuh Kania tak kuasa menahan gejolak.

“No!” teriak Kania sambil mencoba mendorong tubuh kekar itu dengan sia-sia.

Semuanya terjadi dengan begitu cepat, pria itu kini melepaskan bibirnya dari tubuh Kania dan sesaat kemudian ia menembus ke antara kedua paha Kania. Rasa sakit menjalari tubuh Kania. Kuku-kuku Kania yang panjang menancap ke kulit punggung pria itu. Namun, pria itu tidak berhenti, ia menggerakkan tubuhnya dengan irama yang lembut, membuat rasa sakit itu lama kelamaan berubah menjadi nikmat. Kania menggigit bibir bawahnya menahan desahan yang menyusup keluar dari bibirnya.

“Jadi, kamu masih suci?” tanya pria itu dengan nada terkejut.

Kania tidak mampu menjawab, ia masih mengerang dan melenguh secara bergantian.

Pria itu kemudian bergerak dengan tempo yang lebih cepat, membuat sofa panjang itu ikut bergerak, mengikuti iramanya. Kania melenguh panjang ketika ia mencapai puncaknya. Keringat membasahi tubuh Kania dan ia merasa sangat lemas, tetapi pria itu nampaknya belum selesai.

“Berbalik!” serunya dengan seringai miring.

“A-apa?” tanya Kania.

Namun, alih-alih menjawab, pria itu membalik tubuh Kania dengan kasar hingga membelakanginya. Kania sangat terkejut dan memekik ketika pria itu melakukannya dari belakang. Kepala Kania sangat pusing sekarang, jadi ia tidak mampu melawan, apalagi pengaruh obat perangsang itu masih menguasainya. Kania membenci dirinya sendiri karena ia menikmati permainan itu hingga selesai. Setelah itu, Kania tidak ingat apa pun lagi. Ia memasrahkan dirinya pada kegelapan dan keheningan yang mengambil alih seluruh kesadarannya.

***

Kania terbangun karena mendengar suara dengkuran pelan dan merasakan nafas hangat seseorang di sampingnya. Ia tersentak kaget dan tersadar bahwa semalaman ia telah tidur dengan seorang pria tidak dikenal. Rasanya Kania ingin mati saja ketika memori semalam membanjiri kepalanya. Air mata tanpa terasa mulai mengalir di pipinya yang lembut.

Dengan terburu-buru, Kania memunguti semua pakaiannya yang berserakkan di lantai. Ia berdecak pelan karena pakaian ini terlalu minim dan tidak layak untuk ia kenakan keluar. Kania kemudian mengambil jas pria itu yang ada di lantai lalu mengenakannya dengan cepat untuk menutupi pakaiannya yang minim. Setelah itu, ia langsung menyambar tas tangannya dan berlari keluar dari club.

Kania mencegat taksi di depan gedung club dan beberapa saat kemudian ia sampai di tempat kosnya. Langkah-langkahnya lunglai dan ia merasa nyeri di antara kedua kakinya. Air mata tidak kunjung berhenti membasahi wajahnya yang cantik. Kania duduk tersungkur di bawah ranjang kos-nya dan menangis pilu di sana. Sudut matanya menangkap sebuah silet di atas mejanya dan seketika itu, terbersit pikiran untuk menggoreskan silet itu di pergelangan tangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status