Share

Bab 05

"Supaya adik enggak marah lagi. Kakak harus apa?" Lia terus merayu, mencoba membujuk Rehan agar Rehan tidak menjauhinya.

"Kakak jangan marahi ayah lagi." jawab Rehan sambil berlari ke arah belakag kaki Ardi untuk bersembunyi. Meskipun dia masih kecil, perasaan malu pada orang lain bisa ia rasakan. Dia sangat takut meminta sesuatu dari orang yang baru ia kenali.

"Iya.. Kakak janji enggak akan marahin ayahmu lagi." Lia mengulurkan jari kelingkingnya, sebagai tanda jika Lia menyetujui permintaan Rehan. Ardi, membimbing Rehan untuk menerima ikrar janji keduanya.

Setelah saling mengaitkan jari kelingking, akhirnya Rehan mau menerima eskrim pembelian Lia. Ardi lalu ijin untuk pamit, agar memikirkan kesalahanya hari ini, dan di kemudian hari dia tidak melakukan kesalahan lain lagi.

Setelah Lia kembali masuk ke ruanganya. Pandagan mata, yang sedari tadi iri dengan sikap Lia terhadap putra Ardi, ada yang berpikir besok akan membawa anak-anak mereka ke sini. Ada juga yang berencana mengganggu Ardi karena hubungan dekat mereka, yang dalam pertemuan singkat mereka bisa sedikit akrab.

Ilham mengertakkan giginya, 'Awas saja besok kau masih berani datang ke sini.'

Di tengah jalan, Ardi melamun sambil mengayuh sepeda tuanya. "Yah! Ayah mau eskrim?" tawar Rehan, yang mulutnya sudah lengket karena eskrim yang ia makan belepotan.

"Udah semuanya untuk Rehan aja! Nak, ke rumah panti Abah Zaen yuk! Ayah ada duit buat beli permen nanti. Kita makan sama-sama dengan mereka."

"Ayuk yah." Ardi kemudian mampir ke sebuah mini market untuk membeli beberapa pak permen di sana. Sesampainya di Yayasan Bina Bakti. Ardi di sambut beberapa anak yang bernasib malang di sana.

Ada yang Tuna netra, Tuna rungu, Tuna bicara. Di dalam yayasan ini juga menampung para jompo yang di buang atau di titipkan di sana. Tempat ini juga terdapat rumah khusus untuk rehabilitasi mantan pemakai narkoba.

Seorang anak yang seusia dengan Rehan datang menghampiri Rehan. Dia bernama Ardi namanya mirip dengan ayahnya. "Sana kalo mau main." Ardi segera memperbolehkan anaknya pergi bermain, setelah memberi isyarat matanya.

"Aduh nak Ardi.. Udah lama enggak mampir-mampir." seru Abah Zaen yang langsung duduk di sebelahnya.

"Aku belum ada rezeki Bah!"

"Yayasan ini sudah berkecukupan. Kamu datang kesini bantu-bantu sini itu udah cukup. Bagaimana kabar ibu panti?"

"Alhamdulillah ibu sehat. Bapak jangan sering banyak minum kopi terus biar tetap sehat."

"Yang memberi penyakit itu Allah.."

"Iya bah.. Iya, enggak usah di lanjut. Cuman ngasih tau aja."

Pak Zaen tertawa melihat sikap Ardi yang seperti itu. Sejak Ardi masih jadi anak panti, Ardi sering mampir untuk membantu dan menolong Pak Zaen sampai hari ini. Pak Zaen mantan gembong narkoba yang telah bertobat.

Dengan sisa uangnya setelah keluar dari penjara, Pak Zaen mendirikan sebuah yayasan untuk orang-orang Disabilitas. Awalnya hanya terdapat orang-orang Disabilitas saja, namun setelah makin banyaknya orang.

Yayasan ini akhirnya menerima para lansia, dan anak yatim piatu. Kemudian Pak Zaen, membeli tanah sebelah untuk mendirikan rumah bagi orang-orang yang mau di rehabilitasi dari efek candu obat-obatan terlarang.

"Kapan kau hendak menikah lagi?" tanya Pak Zaen dengan wajah sedih.

"Aku masih belum mikir itu bah!?"

"Kamu jangan seperti ini terus, jika Nayla tau kamu terus bersedih karena sendiri. Dia di sana pun akan ikut sedih. Rehan masih kecil, dia masih membutuhkan sosok seorang ibu."

Ardi lalu menghela nafas berat, dia terdiam sambil sesekali menengok ke arah Rehan yang tengah asik bermain. "Iya bah! Aku juga berpikir begitu."

Waktu sudah menunjukan jam 21:17 WIB, Ardi meminta izin untuk pulang Rehan yang sudah ke capean karena bermain menjadi sangat rewel. "Baik bah saya pamit dulu, nanti saya mampir ke sini lagi."

"Nanti itu kapan?" sindir Pak Zaen seakan menyuruh Ardi agar berjanji.

"Iya nanti lah bah, kalo ada waktu. Asslamu 'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Melihat teman Rehan yang bernama Ardi tadi, Dia mengingat mendiang istrinya yang memiliki penyakit kulit yang sama dengan anak itu. Istrinya Nayla memiliki kulit yang bercorak-corak putih, penyakit itu di sebut vitiligo.

Saat kuliah, banyak anak-anak yang takut dengan Nayla. Namun kepintarannya memikat hati Ardi, yang saat itu mereka berada di satu bangku semester. Semakin Ardi dekat dengan ibu Rehan, dia akhirnya memahami sesuatu dari penyakit vitiligo ini, vitiligo adalah hadiah spesial bukan penyakit yang harus di takuti atau di jauhiorang lain.

Vitiligo adalah anugrah di berikan tuhan kepada seseorang yang paling beruntung. Agar orang lain yang melihatnya, harus lebih bersyukur lagi.

................

Pagi harinya saat Ardi mulai kembali bekerja. Banyak pasang mata yang menyeringai jahat ke arahnya, Ardi pura-pura tidak sadar dengan hal itu semua. "Di.. Beresin gudang tempat alat kebersihan sana."

"Oh baik mas Ilham." setelah mengerjakan tugas itu, seorang pekerja kantor bernama Andi menyuruh Ardi membersihkan mejanya, setelah itu dia di tugaskan membuat kopi untuk pekerja kantor disana.

Setelah membereskan ruangan kantor Andi, Ardi segera membuat beberapa kopi, dan langsung menyusunya di atas nampan agar lebih meminimalisir dari pada membawa satu persatu.

Namun di tengah dia membawa kopi-kopi tersebut. Ada seseorang yang sengaja menyapu kakinya saat dia berjalan.  Otomatis semua kopi yang ia bawa di atas nampan jatuh mengenai pas tubuhnya.

Ardi segera melepas bajunya karena panas dari air kopi yang tumpah ke tubuhnya. Bukan hanya itu saja, saat dia tiba di kamar mandi untuk membilas noda kopi di baju kerjanya. Pekerja Cleaning servis yang bertugas di kamar mandi, sengaja tidak menaruh papan lantai yang licin karena tengah di pel. Jarena jalan Ardi yang terpincang-pincang, dia terjatuh dan mengakibatkan kakinya yang cacat terkilir.

Dan itu membuatnya menjadi sangat kesulitan untuk berjalan. Saat dia keluar kamar mandi, wajah orang-orang yang menahan tawa terlihat di setiap langkahnya. Seakan hari ini merupakan penampilanya untuk menghibur mereka. Dengan sabar, Ardi berusaha tidak menghiraukan mereka.

Di dalam kantor, saat Ardi tengah membersihkan lantai. Lia datang memandanginya, karena seragam kerjanya basah.

"Kenapa kau memakai seragam basah?!" tanya Lia tiba-tiba membuat jantung Ardi hampir melompat keluar.

"Ini karena tadi aku tersiram kopi bu."

"Aku paling enggak suka orang teledor."

"Baik saya mengerti bu."

Saat jam istirahat, Ardi kembali ke ruangan loker karyawan dan melihat Rehan tengah memakan jajanan yang cukup banyak di sampingnya.

"Dari siapa nak?"

"Dari kakak kemarin yah!" jawab Rehan sambil tersenyum senang.

"Di.. Kasih tau anakmu, jangan seperti itu kepada bos." Ardi terkejut saat Ilham tiba-tiba berkata kepadanya dari belakang. Wajah Ilham begitu membenci Rehan yang hanya seorang anak kecil.

"Iya mas, nanti saya kasih tau."

"Yah! Boleh enggak aku ikut sama kakak nanti."

"Kemana?"

"Katanya Kakak mau ngajak aku ke TK, di sana kakak mau ngenalin aku."

Ardi mengepalkan tanganya erat. "Nak, bukanya ayah ngelarang. Tapi nanti, ayah pas pulang gimana? Masa ayah pulang sendiri!?" pernyataan Ardi membuat Rehan memikirkan ajakan tersebut.

"Yaudah yah! Aku mau sama ayak aja."

Ardi mengelus lembur rambut Rehan, dia menatap Rehan dengan pandangan binarnya.

'Nak, semoga kelak kamu memiliki teman yang sayang kepadamu dan peduli kepadamu. Karena dengan teman baiklah, kamu akan mudah menghadapi semua masalah ini.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status