Share

Bab 33

Penulis: Iffah Viyay
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-27 22:55:58

"Tante Indah, apa kabar?" Ervan langsung menyapa dengan sopan pada ibu dari Agas ini.

"Baik-baik. Kamu juga sehat kan?" tanya Tante Indah.

"Sehat kok, Tante," jawab Ervan dengan santun.

Kemudian Ervan mengalihkan pandangannya kepada Nara untuk menyapa, "Nara, apa kabar?"

Sebelum Nara sempat menjawabnya, Tante Indah memotong lebih dulu. "Loh, ternyata kamu kenal dengan Nara ya?"

"Nara itu temen SMP aku, tante. Satu angkatan sama aku dan Agas."

Tante Indah tampak terkejut dengan ucapan Ervan langsung memandang Nara bertanya, "Beneran itu, Nara?"

"Iya tante. Kita memang pernah satu sekolah," jawab Nara.

"Oh begitu ternyata," kata Tante Indah sambil mengangguk-angguk paham.

"Nara, kebetulan banget gue ketemu sama lo di sini," kata Ervan yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

"Emang ada apa?" tanya Nara penasaran.

"Ada acara reunian SMP. Lo ikut ya," kata Ervan langsung ke intinya.

"Reuni? Kapan?" tanya Nara.

"Lusa. Lo dateng ya, nanti gue shareloc alamatnya ke nomor lo," bujuk Ervan. "Sebelum itu, gue minta nomor telepon lo dulu."

Setelah Ervan bertukar nomor telepon dengan Nara, dia pamit pergi karena masih ada urusan. Nara pun ikutan pamit pada Tante Indah karena dia juga masih punya sesuatu yang harus dia lakukan.

Walaupun sempat ditahan oleh Bima, Nara tetap pergi setelah membujuknya.

Keesokan harinya, Agas menyinggung tentang permintaan Bima saat di taman kemarin.

"Beneran enggak repotin kamu kan?" tanya Agas dengan raut wajah tidak enak karena merasa anaknya sering menyusahkan Nara.

"Enggak masalah kok, Pak. Saya seneng bisa main sama Bima," jawab Nara tanpa merasa dirugikan sama sekali.

Agas menghela napas lega. "Bagaimana kalau besok?"

Agas mengusulkan hal itu karena besok itu hari libur weekend. Namun langsung ditolak oleh Nara. "Kalau besok enggak bisa, Pak. Besok ada reunian SMP, emang bapak enggak diundang sama Ervan?"

Agas tertegun sebentar. "Saya baru inget. Ervan emang ngundang sih. Gimana kalau lusa?"

Kali ini Nara mengangguk setuju. "Oke, Pak."

"Nara, gimana kalau kamu pertimbangkan lagi tawaran saya sebelumnya," tanya Agas tiba-tiba.

"Tawaran apa, Pak?" kata Nara tidak mengerti.

"Jadi babysisternya Bima," jawab Agas.

"Saya cukup senang dengan pekerjaan saya sekarang ini, Pak." Nara menjawab dengan lugas, mengisyaratkan kalau dirinya tidak bisa menerima tawaran Agas.

"Baiklah kalau begitu."

~~~

Tadinya Ervan berniat menjemput Nara tetapi ditolak karena Nara merasa lebih baik dia datang sendiri.

Tempat pertemuan untuk reuni SMP ada di restoran besar di dekat kantor Agas. Saat sampai sana, Nara langsung merasa rendah diri. Dia seperti orang asing yang berjalan di antara kerumunan orang.

Penampilan mereka yang rapi dan mewah membuat Nara melihat pakaiannya sendiri. Dia jadi merasa kalau dirinya terlalu lusuh.

Yang laki-laki kebanyakan memakai jas. Sedangkan yang perempuan memakai gaun yang sepertinya dibeli dengan harga mahal. Sementara Nara hanya sederhana. Itu pun pemberian Lia saat Nara berulang tahun.

"Nara, di sini!" Tiba-tiba Nara melihat sosok Ervan melambai tangan sambil memanggil namanya.

Nara segera menghampirinya. Rupanya di samping Ervan ada Agas. Selain itu ada lima orang lagi yang Nara kenali wajahnya namun agak lupa namanya.

"Eh ini Nara? Wakil KETOSnya Agas kan?" tanya seorang laki-laki di sana.

"Iya, ini Nara Santika. Wakilnya Agas waktu di OSIS."

Seketika mereka mulai menyapa Nara dengan antusias. Nara sedikit lega karena melihat mereka tidak memandang rendah dirinya karena penampilan Nara yang sederhana.

"Nara tambah cantik aja sih," celetuk seorang laki-laki yang duduk di samping Agas. "Masih inget sama gue enggak nih?"

"Inget kok. David kan? Dari paskibra kan ya?"

Orang itu langsung bersemangat saat tahu Nara masih ingat namanya. "Iya bener. Gue David. Enggak nyangka ternyata gue masih diinget sama BUWAKETOS."

"Apaan sih, jangan panggil gue begitu. " Nara buru-buru berkata dengan kesal karena dari dulu dia sangat tidak suka dipanggil begitu.

'BUWAKETOS' itu nama panggilannya dulu saat menjadi wakil ketua osis saat SMP. Maknanya cuman singkatan dari Ibu Wakil Ketua Osis. Tapi Nara sangat membenci panggilan ini karena menurutnya tidak keren dan malu-maluin.

Dia sudah berulang kali berkata pada teman-temannya di OSIS untuk berhenti memanggilnya 'BUWAKETOS'. Tapi karena senang melihat Nara kesal, mereka justru sering mengoda Nara dengan panggilan tersebut. Akhirnya Nara selalu dipanggil 'BUWAKETOS', bukan hanya oleh anggota OSIS tetapi hampir seluruh sekolah.

Bahkan kadang-kadang guru pun memanggil Nara begitu. Maka dari itu Nara sangat kesal dan langsung tidak bahagia jika dipanggil begitu.

Seperti hari ini, mereka pun tidak menuruti permintaan Nara untuk berhenti memanggilnya dengan sebutan itu. Bahkan semakin dilarang, semakin mereka melunjak.

BUWAKETOS ini. BUWAKETOS itu. Nara nyaris kehilangan kesabarannya, tapi pada akhirnya masih bisa menahannya.

"Udah-udah. Jangan ngeledekin Nara terus," ucap Agas yang pada akhirnya angkat suara.

"Wah dibelain Pak Ketos ini." Ervan membalas ucapan Agas dengan meledeknya.

Langsung dibalas dengan tatapan tajam dari Agas. Ervan seketika bungkam, tidak berani meledek lagi.

Ya begitulah. Sebenarnya Agas sewaktu dulu juga pernah dipanggil Pak Ketos. Cuman karena pembawaan Agas yang tegas ditambah dia tidak banyak bicara dan selalu minim ekspresi membuat kebanyakan anak-anak OSIS tidak berani macam-macam dengannya. Beda sekali dengan Nara yang seringkali dijadikan sasaran mereka untuk meledeknya.

"Eh, ngomong-ngomong Nara sekarang kerja di kantornya Agas juga nih." Ervan mengalihkan pembicaraannya pada Nara lagi.

"Beneran? Jadi sekertaris Agas ya?" tanya David penasaran.

"Enggak," jawab Nara singkat.

"Terus jadi apa?" tanya David lagi.

Nara sebenarnya tidak merasa tidak nyaman ditanya begitu. Perasaannya jadi insecure, tapi dia tidak punya kebiasaan berbohong sehingga dia tetap menjawabnya dengan jujur. "Jadi karyawan di kantin perusahaannya Agas."

David agak terkejut karena dia membayangkan Nara memiliki posisi yang bagus mengingat dulu Nara bisa dibilang lima besar di sekolah.

"Apapun pekerjaannya harus disyukuri. Yang punya jabatan tinggi jangan sombong dan yang punya posisi biasa aja jangan patah semangat," ucap Agas melindungi Nara dari perasaan rendah dirinya.

"Iya bener-bener." David berkata setuju. Memang tadi dia agak terkejut. Dia hanya terlalu berekspetasi tinggi karena mengingat kepintaran Nara saat dulu. Bukan berarti dia merendahkan pekerjaan Nara.

Suasana canggung akhirnya hilang setelah Ervan mengajak mereka bermain. "Kita main Truth or Dare yuk."

"Eh, udah umur segini masih main itu aja?" kata Dewi, salah satu orang yang duduk di meja mereka.

"Emangnya ada masalah apa sih? Kita kan enggak tua-tua banget," kata Ervan yang merasa mereka masih sah-sah saja bermain Truth or Dare.

"Oke deh."

Akhirnya mereka setuju bermain. Mereka memakai pulpen untuk diputar. Di putaran pertama pulpen itu langsung menunjuk ke arah Agas.

"Truth or Dare?" tanya mereka serempak pada Agas.

Dengan ekspresi malas, Agas berkata, "Truth."

"Siapakah orang yang paling lo cintai di dunia ini selain orang tua lo." Ervan langsung bertanya.

"Bima Pratama," jawab Agas dengan watadosnya alis wajah tanpa dosa.

Padahal mereka penasaran tentang perasaan Agas pada istrinya yang sepertinya tidak terlalu akur dengannya.

"Maksud gue cewek. Kenapa lo jawabnya anak lo sih!" ujar Ervan dengan wajah kesal.

"Elo juga sih nanya begitu. Nanti kalau Agas jawabnya nama cewek lain selain istrinya kan berabe ceritanya," semprot David pada Ervan yang menurutnya konyol.

"Gue kan penasaran. Habisnya dia kan sama istrinya begitu hubungannya," jawab Ervan.

"Udah-udah. Kita putar lagi." Dewi menghentikan perdebatan mereka dengan memutar pulpen di meja.

Pulpen itu berputar dengan cepat dan berhenti juga dengan cepat yang mengarah kepada Nara.

"Hayo, Nara. Truth or Dare?"

Ditodong pilihan tersebut, Nara memilih Dare.

"Yakin nih, Dare?" tanya Ervan.

Nara mengangguk yakin.

"Kalau begitu, coba tunjuk siapapun orang yang ada di sini yang pernah lo sukai. Lalu nyatakan cinta padanya."

Nara benar-benar menyesal karena telah memilih Dare. Tadinya dia pikir kalau pilih 'Truth', takutnya malah ditanyakan siapa sebenarnya orang yang pernah dia sukai.

Sekarang saat dia memilih dare, malah tetap mengarah ke arah situ. Bahkan lebih parah dari itu.

"Ayo ... Ayo ... Ayo ... Jangan ada alasan enggak ada ya!"

Nara benar-benar mati kutu.

"GUE! Orang yang Nara suka." Tiba-tiba suara seseorang menginterupsi desakan mereka pada Nara.

°•• Bersambung ••°

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 92

    Riri memandang heran pria yang ada di hadapannya. Seingatnya dia tidak pernah pria ini, tapi kenapa orang ini malah ada di depan pintu apartemennya."Perkenalkan nama saya Sugeng, pengacara utusan Pak Agas Pratama," kata pria itu seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Riri."Pengacara?" Riri menatap bingung pria di hadapannya. "Ada urusan apa ya?"Entah mengapa ada firasat tidak enak yang menggelitiknya. Namun begitu dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh pengacara dari suaminya ini. "Bisakah kita membicarakannya di dalam, Bu?" tanya Sugeng dengan sopan.Riri berpikir sejenak. Sebenarnya dia agak tidak nyaman membiarkan orang asing masuk ke dalam apartemennya, tapi dia lebih tidak nyaman kalau harus bicara di luar begini. Dengan profesinya dan juga skandalnya yang masih 'panas', akan sangat tidak aman kalau dia sampai dipotret.Pada akhirnya Riri membiarkan Sugeng masuk ke dalam apartemennya. Mereka duduk berseberangan di ruang tamu. Kemudian percakapan mereka berlanjut."J

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 91

    "Meskipun dia anak kandungmu, tapi jangan seenaknya menemuinya." Kalimat itu yang sepintas terdengar oleh Aldi dan membuatnya merasa bingung. Perlu diketahui, Aldi telah menyelidiki wanita itu cukup menyeluruh karena perintah Agas. Sejauh yang telah Aldi selidiki, wanita yang merupakan ibu tiri dari Nara itu bukan sedang bersama dengan suaminya sendiri. Karena Aldu telah melihat wajah dari ayah kandung Nara. Tidak salah lagi, pria itu memang bukanlah Prayoga. "Apa maksudnya tadi?" gumam Aldi bertanya-tanya.Namun perhatiannya kemudian teralihkan karena Lia telah keluar dari toilet."Maaf agak lama, ayo kita lanjut jalan."Pada akhirnya Aldi harus menunda masalah itu karena dia tidak mau mengganggu waktu spesialnya bersama Lia.Beberapa hari sejak Aldi tidak sengaja bertemu Maya, dia telah menyelidiki lebih jauh dan menemukan sesuatu yang menurutnya cukup penting."Jadi maksudnya, Aurel itu bukan anak kandung Prayoga?" kata Agas saat Aldi memberitahunya masalah itu.Aldi mengangguk

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 90

    Apa yang ingin ditunjukkan oleh Lia ternyata sebuah undangan yang mana tercetak nama mereka berdua.Aldi merasa terpesona dengan desainnya yang indah. Sungguh seperti mimpi bagi Aldi, tinggal menghitung hari, dia akan segera mempersunting sang pujaan hati."Apa bagus?" tanya Lia. "Kalau ada yang mau kamu tambahkan, bilang sama aku, biar nanti aku minta revisi. Ini baru sample aja.""Cuma satu aja? Bukannya kalau sample biasanya lebih dari satu?" tanya Aldi."Emang lebih dari satu sih, cuma aku langsung jatuh cinta sama sample yang ini," jawab Lia. "Ya, kalau kamu kurang suka desain yang ini, kita bisa minta desain lain.""Gak usah. Kalau kamu suka yang ini, aku juga pilih yang ini," sahut Aldi sambil tersenyum.~~~Sudah dua minggu sejak Agas tahu kalau Riri bukanlah ibu kandung Bima, dia sama sekali belum membuat langkah apapun selain memecat pembantunya. Justru dia menutupi masalah itu dan tidak membesarkannya.Orang lain tidaklah melihat perubahan yang ada dalam diri Agas. Seolah-o

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 89

    Tepatnya beberapa jam yang lalu Agas tidak hanya meminta Aldi untuk mencari pelaku kekerasan pada Bima tetapi juga untuk menjalankan tugasnya melakukan tes DNA.Agas meminta Aldi mengambil sesuatu dari laci di ruang kantornya. Berupa sample rambut milik Bima dan Riri.Sebenarnya belakangan ini Agas merasakan keraguan samar tentang hubungan antara Riri dan Bima. Padahal mereka adalah ibu dan anak tapi wanita itu tampak tidak suka dekat dengan anaknya sendiri.Sample ini Agas dapat saat tidak sengaja melihat sisir bekas dipakai Riri. Ada sehelai rambut yang menyangkut di sana. Saat itu entah dari dorongan apa, Agas memutuskan menyimpan sample tersebut.Bukannya Agas tidak pernah berpikir untuk mengetesnya. Sudah berkali-kali pikiran itu terus terbesit namun ketika sampai pada praktiknya, dia merasa ragu. Entah karena alasan apa karena dia sendiri tidak tahu.Lebih tepatnya, nurani Agas agak segan untuk melakukannya. Mengingat sejak awal menikah dengan Riri, dia tidak bisa memberikan apa

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 88

    Aldi tampak terdiam sejenak, tidak langsung menjawab pertanyaan dari Agas. Sebelum akhirnya tetap mengatakannya. "Pelakunya adalah ibu Riri, Pak."Tidak ada perubahan besar pada ekspresi Agas saat mendengar ucapan Aldi, karena pada dasarnya sejak awal Agas sendiri sudah curiga pada Riri.Namun begitu masih belum membuat Agas mengerti, mengapa ada seorang ibu yang tidak memiki kasih sayang pada anaknya sendiri."Oke. Terima kasih," kata Agas kemudian menutup telepon.Tangan Agas mengepal kuat, jelas sekali kalau saat ini dia sedang marah. "Kali ini, sudah terlalu jauh, Riri."Setelah mengatakan itu, Agas kembali ke kamar rawat untuk pamit kepada ibunya. Kemudian keluar lagi untuk pergi entah kemana.Satu jam kemudian, SUV Hitam milik Agas memasuki kediamannya sendiri. Rupanya dia langsung pulang dari rumah sakit. Namun bukan dengan tujuan untuk beristirahat melainkan hal lain. Agas berjalan masuk ke rumah dengan wajahnya yang serius. Namun dia tidak pergi ke arah kamarnya, tapi menuju

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 87

    Satria memandang perempuan di hadapannya dengan sorot mata yang tajam. Sementara perempuan itu tampak santai-santai saja."Gue pinjem bentar, kamar mandinya," ujar perempuan itu sambil berjalan melewatinya.Satria sampai terbengong-bengong, meski hanya sesaat karena dia langsung melontarkan pertanyaan lagi. "Heh, lo itu siapa sih? Masuk ke kamar orang sembarangan. Maling ya?"Ucapan 'Maling ya?' seakan jadi pemicu, perempuan langsung berbalik cepat dengan wajah galak. "Apa lo bilang? Siapa yang lo panggil maling?""Elo! Siapa lagi?" sahut Satria tidak kalah galak. "Sekarang jawab pertanyaan gue, elo itu siapa? Kenapa elo ada di kamar gue?!"Perempuan itu tampak tertegun. Tatapannya yang galak melemah berganti rasa heran. "Jangan-jangan ...."Alis Satria mengerut dan matanya terus memandang wajah perempuan itu tanpa mengalihkan pandangan, tampak jelas pria itu sedang menunggu apa yang akan selanjutnya dikatakan perempuan itu."Jangan-jangan elo gak ngenalin wajah adek kandung lu sendir

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 86

    Agas buru-buru pergi ke rumah sakit setelah menerima kabar dari wali kelas kalau anaknya pingsan."Gimana keadaan Bima, Bu guru?" tanya Agas pada wali kelas Bima karena saat dia sampai di sana, Agas hanya melihat gurunya Bima saja."Sudah ditangani oleh dokter tadi, Pak Agas. Anu ...," ucap sang guru, tampak masih memiliki sesuatu yang belum dikatakan."Ada apa, Bu guru? Apa masih ada hal penting yang perlu saya tahu?" tanya Agas tanpa menyudutkan. "Katakan saja, Bu."Meski awalnya ragu, akhirnya wali kelas Bima mengatakannya. "Pak Agas, kondisi Bima tidak sesederhana yang kita pikirkan.""Maksudnya bagaimana Bu guru? Apa anak saya punya penyakit serius?" Agas bertanya dengan ekspresi yang tampak masih tenang, walaupun sebenarnya di dalam hati dia sedang cemas.Mana mungkin dia bisa tenang-tenang saja di saat anak semata wayangnya sedang sakit ini."Ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Bima.""Apa?!" Agas membeku. "Maksudnya bagaimana, Bu? Saya gak pernah lihat ...."Sebelum Agas menyel

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 85

    "Sampai sekarang, gak ada kabar apapun dari Nara. Apa dia baik-baik saja?" gumam Lia dengan sedih.Aldi, yang saat ini sedang berada di samping Lia, berusaha menghibur calon istrinya agar tenang."Jangan khawatir, Nara pasti baik-baik aja," kata Aldi sambil menghapus airmata sang kekasih.Lia menatap Aldi dalam diam. Dia merasa tersentuh dengan perhatian Aldi yang lembut. Hal itu membuatnya teringat dengan kebaikan Aldi yang mau menunda pernikahan mereka sampai ada kabar yang jelas.Sudah berbulan-bulan, kabar itu masih tidak jelas. Lia bertanya-tanya mau ditunda seberapa lama lagi. Dia merasa bersalah pada Aldi dan keluarganya akan keinginannya yang egois ini."Kenapa diem aja?" tanya Aldi yang merasakan tatapan Lia yang intens."Ayo lanjutkan rencana pernikahan kita berdua," kata Lia dengan yakin, setelah dipikir-pikir, mungkin ini yang seharusnya dia lakukan.Mata Aldi sedikit mengerjap saat mendengar penuturan Lia. Dia diam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "Jangan dipaksak

  • CEO Itu Mantan Ketua Osisku   Bab 84

    "Satria gak mau dijodohkan sama siapapun itu," kata Satria, entah sudah berapa kali dia mengatakan itu seminggu belakangan ini.Sejak Risa yang datang ke ruang rawat Nara untuk menyampaikan pesan mamanya Satria, ternyata kejutan yang dimaksud oleh Risa itu mengenai perjodohan yang direncanakan oleh kedua orangtua Satria.Sungguh gagasan yang membuat Satria sakit kepala. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa kedua orangtuanya begitu ngotot untuk menjodohkannya. Memangnya dia tidak bisa mencarinya sendiri?"Kali ini harus mau," kata papanya Satria yang bernama Umar. "Papa udah janji sama sahabat papa.""Yang bikin janji papa, kenapa aku yang harus jadi korban?" sahut Satria merasa tidak adil."Coba aja ketemu dulu," kata Umar."Gak mau. Pokoknya gak mau," balas Satria dengan tegas. Setelah mengatakan hal itu, Satria pamit pergi."Anak itu, benar-benar," ujar Umar dengan geram, tapi tidak menghentikan anaknya pergi."Sudahlah, Pa. Kalau Satrianya gak mau, jangan dipaksa," ucap istri Umar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status