Share

Bab 6

Nara mengernyit sambil berkata, "Dia itu kan orang yang kencan buta sama Agas kan?"

Setelah diingat-ingat memang benar tadi itu orang yang sama yang pernah Nara lihat sedang bersama Agas di kafe Star waktu itu. Dia cukup heran dengan kehadiran perempuan itu di sini. Nara pikir setelah diperlakukan dingin oleh Agas perempuan itu akan menyerah ternyata tidak.

"Ternyata si mbak itu masih gak kapok meski dicuekin Agas di kafe waktu itu," gumam Nara sambil menunggu lift sampai di lantai tujuan. "Tapi gak heran juga sih, Agas itu dari tampang oke, apalagi dari duitnya. Siapa perempuan yang bisa nolak?"

Ting!

Pintu lift terbuka, Nara keluar dari sana sambil mendorong troli kembali ke kantin untuk melanjutkan pekerjaannya.

~~~

"Aldi bilang kamu yang menolong saya sewaktu saya pingsan kemarin?" tanya Agas keesokan harinya saat Nara mengantar makan siang Agas ke ruangannya.

"Saya cuma bantu sedikit, Pak. Selebihnya itu Pak Aldi yang mengurus." Nara menjawab dengan sopan.

"Biar begitu pun kamu tetap bantuin saya. Terima kasih ya," ujar Agas sambil memberikan Nara senyum tipis.

Nara terpana dengan senyuman langka yang belum pernah dia lihat sebelumnya. 

"Kenapa?" Agas bertanya heran dengan reaksi Nara yang sedikit aneh.

Nara buru-buru menunduk sambil menjawab, "Enggak papa Pak."

Agas tampak tidak percaya namun tidak memaksa Nara bicara.

"Kalau begitu saya pamit, Pak." Nara berkata cepat lalu segera pergi dari sana.

Agas hanya bisa geleng-geleng heran melihat reaksi Nara yang sepanik itu. Tidak tahu saja penyebab kepanikan Nara itu adalah senyuman Agas yang muncul di waktu yang tidak diduga-duga.

Sepanjang perjalanan menuju ke kantin lagi, Nara melamun saja. Di benaknya masih terbayang jelas senyum Agas yang menurutnya mempesona itu.

"Aduh," gumam Nara dengan ekspresi resah tampak di wajahnya. "Masa gue deg-degan cuma karena satu senyuman dari dia?"

Sampai dia tiba di kantin, Nara mengerjakan pekerjaannya membantu rekannya membersihkan peralatan makan yang kotor. Namun pikiran Nara masih tidak bisa lepas dari bayangan Agas.

Kesal dengan dirinya sendiri, Nara menampar pipinya sendiri dengan tangannya yang masih dipenuhi busa sabun, karena dia memang sedang mencuci piring.

"Heh, gila lu ya? Kelakuan lu random banget," tandas rekannya yang sedang mengerjakan hal yang sama dengan Nara.

"Eh?" Nara langsung tersadar dari lamunannya dan merasa bodoh sendiri dengan tingkahnya.

Dia dengan malu membersihkan busa yang menempel di pipinya. Terdengar suara tawa dari temannya yang merasa lucu dengan kelakuan Nara.

"Lamunin apa sih?" tanya temannya kemudian.

Nara menggeleng pelan dengan wajah memerah malu. Lalu melanjutkan pekerjaannya mencuci piring.

Dalam hati Nara merutuki Agas yang menyebabkan dirinya bertingkah bodoh seperti ini sehingga dia jadi mempermalukan diri sendiri di depan rekan kerjanya.

Kalau saja Agas tidak tersenyum. Kalau saja Agas tidak terlalu tampan dan kalau saja hatinya lebih kuat. Dia tidak mungkin tergoncang seperti ini.

Sampai hari berikutnya, Nara kembali ditugaskan mengantar makan siang kepada Agas.

Entah kenapa kali ini Nara merasa gugup saat berjalan ke sana. Padahal ini bukan kali pertamanya dia mengantar makanan Agas. Mungkin efek kemarin masih ada sehingga kegugupan itu hadir.

Sampai di sana, setelah menyapa Pak Aldi, Nara memasuki ruangan Agas dengan hati yang berdebar.

Sementara Agas merasa aneh saat melihat Nara memasuki ruangannya dengan kepala tertunduk dengan ekspresi gugup di wajahnya. Namun dia tidak menanyakannya. Hanya membiarkan Nara melakukan pekerjaannya.

"Terima kasih," ucap Agas kemudian. 

Nara mengangguk kecil sambil berkata pelan, "Sama-sama Pak. Saya pamit dulu."

Agas memperhatikan Nara berbalik lalu mendorong troli dengan kepala tertunduk. Karenanya troli yang didorong Nara bukannya keluar lewat pintu yang terbuka justru menabrak kusen.

"Lagi mikirin apa sih? Sampai jalannya nunduk begitu?" Agas tidak bisa menahan diri untuk berkomentar.

Nara merutuki kebodohan sendiri yang lagi-lagi mempermalukan dirinya sendiri. 

"Enggak mikirin apa-apa, Pak." Nara menjawab dengan cepat.

Agas menghela napas sebentar lalu berkata, "Ke sini dulu deh."

Sontak Nara tambah takut. "Mau apa Pak?"

"Kenapa ekspresi kamu berlebihan begitu. Tenang saja saya gak bakal ngapa-ngapain kamu. Sini aja dulu!"

Nara menelan ludahnya, merasa tegang sendiri. Meskipun dia ingin menolak tetapi dia tidak bisa melakukannya. Akhirnya dia tetap melangkah mendekati Agas.

°•• Bersambung ••°

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status