Nara mengernyit sambil berkata, "Dia itu kan orang yang kencan buta sama Agas kan?"
Setelah diingat-ingat memang benar tadi itu orang yang sama yang pernah Nara lihat sedang bersama Agas di kafe Star waktu itu. Dia cukup heran dengan kehadiran perempuan itu di sini. Nara pikir setelah diperlakukan dingin oleh Agas perempuan itu akan menyerah ternyata tidak.
"Ternyata si mbak itu masih gak kapok meski dicuekin Agas di kafe waktu itu," gumam Nara sambil menunggu lift sampai di lantai tujuan. "Tapi gak heran juga sih, Agas itu dari tampang oke, apalagi dari duitnya. Siapa perempuan yang bisa nolak?"
Ting!
Pintu lift terbuka, Nara keluar dari sana sambil mendorong troli kembali ke kantin untuk melanjutkan pekerjaannya.
~~~
"Aldi bilang kamu yang menolong saya sewaktu saya pingsan kemarin?" tanya Agas keesokan harinya saat Nara mengantar makan siang Agas ke ruangannya.
"Saya cuma bantu sedikit, Pak. Selebihnya itu Pak Aldi yang mengurus." Nara menjawab dengan sopan.
"Biar begitu pun kamu tetap bantuin saya. Terima kasih ya," ujar Agas sambil memberikan Nara senyum tipis.
Nara terpana dengan senyuman langka yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
"Kenapa?" Agas bertanya heran dengan reaksi Nara yang sedikit aneh.
Nara buru-buru menunduk sambil menjawab, "Enggak papa Pak."
Agas tampak tidak percaya namun tidak memaksa Nara bicara.
"Kalau begitu saya pamit, Pak." Nara berkata cepat lalu segera pergi dari sana.
Agas hanya bisa geleng-geleng heran melihat reaksi Nara yang sepanik itu. Tidak tahu saja penyebab kepanikan Nara itu adalah senyuman Agas yang muncul di waktu yang tidak diduga-duga.
Sepanjang perjalanan menuju ke kantin lagi, Nara melamun saja. Di benaknya masih terbayang jelas senyum Agas yang menurutnya mempesona itu.
"Aduh," gumam Nara dengan ekspresi resah tampak di wajahnya. "Masa gue deg-degan cuma karena satu senyuman dari dia?"
Sampai dia tiba di kantin, Nara mengerjakan pekerjaannya membantu rekannya membersihkan peralatan makan yang kotor. Namun pikiran Nara masih tidak bisa lepas dari bayangan Agas.
Kesal dengan dirinya sendiri, Nara menampar pipinya sendiri dengan tangannya yang masih dipenuhi busa sabun, karena dia memang sedang mencuci piring.
"Heh, gila lu ya? Kelakuan lu random banget," tandas rekannya yang sedang mengerjakan hal yang sama dengan Nara.
"Eh?" Nara langsung tersadar dari lamunannya dan merasa bodoh sendiri dengan tingkahnya.
Dia dengan malu membersihkan busa yang menempel di pipinya. Terdengar suara tawa dari temannya yang merasa lucu dengan kelakuan Nara.
"Lamunin apa sih?" tanya temannya kemudian.
Nara menggeleng pelan dengan wajah memerah malu. Lalu melanjutkan pekerjaannya mencuci piring.
Dalam hati Nara merutuki Agas yang menyebabkan dirinya bertingkah bodoh seperti ini sehingga dia jadi mempermalukan diri sendiri di depan rekan kerjanya.
Kalau saja Agas tidak tersenyum. Kalau saja Agas tidak terlalu tampan dan kalau saja hatinya lebih kuat. Dia tidak mungkin tergoncang seperti ini.
Sampai hari berikutnya, Nara kembali ditugaskan mengantar makan siang kepada Agas.
Entah kenapa kali ini Nara merasa gugup saat berjalan ke sana. Padahal ini bukan kali pertamanya dia mengantar makanan Agas. Mungkin efek kemarin masih ada sehingga kegugupan itu hadir.
Sampai di sana, setelah menyapa Pak Aldi, Nara memasuki ruangan Agas dengan hati yang berdebar.
Sementara Agas merasa aneh saat melihat Nara memasuki ruangannya dengan kepala tertunduk dengan ekspresi gugup di wajahnya. Namun dia tidak menanyakannya. Hanya membiarkan Nara melakukan pekerjaannya.
"Terima kasih," ucap Agas kemudian.
Nara mengangguk kecil sambil berkata pelan, "Sama-sama Pak. Saya pamit dulu."
Agas memperhatikan Nara berbalik lalu mendorong troli dengan kepala tertunduk. Karenanya troli yang didorong Nara bukannya keluar lewat pintu yang terbuka justru menabrak kusen.
"Lagi mikirin apa sih? Sampai jalannya nunduk begitu?" Agas tidak bisa menahan diri untuk berkomentar.
Nara merutuki kebodohan sendiri yang lagi-lagi mempermalukan dirinya sendiri.
"Enggak mikirin apa-apa, Pak." Nara menjawab dengan cepat.
Agas menghela napas sebentar lalu berkata, "Ke sini dulu deh."
Sontak Nara tambah takut. "Mau apa Pak?"
"Kenapa ekspresi kamu berlebihan begitu. Tenang saja saya gak bakal ngapa-ngapain kamu. Sini aja dulu!"
Nara menelan ludahnya, merasa tegang sendiri. Meskipun dia ingin menolak tetapi dia tidak bisa melakukannya. Akhirnya dia tetap melangkah mendekati Agas.
°•• Bersambung ••°
Tiba-tiba Agas menyodorkan sebotol minuman mineral pada Nara."Eh?" Nara jadi terbengong-bengong. "Maksudnya apa ini, Pak?""Minum dulu nih. Siapa tahu kamu kurang fokus karena kurang minum air putih," jelas Agas.Sekarang Nara baru mengerti maksud Agas. Untuk kesekian kalinya, Agas kembali menyaksikan tingkah konyol Nara yang terus-terusan membuat dirinya sendiri malu."Saya balik kerja dulu, Pak. Permisi!"Kali ini Nara benar-benar keluar dengan cepat karena tidak tahan terus berada di sana. Dia takut wajahnya benar-benar terbakar karena merasa malu.Baru setelah menutup pintu dan berada di luar ruangan Agas, dia akhirnya bisa bernapas lega."Aduh, Naraaaa ... Sampai kapan lu terus-terusan bikin malu diri sendiri?" Nara mendesah lelah.Tanpa disadari ucapan Nara didengar oleh Pak Aldi yang sudah berada di depannya sambil membawa berkas untuk dibawa masuk ke ruangan Agas."Kenapa Mbak Nara?" tanya Pak Aldi.Nara terkejut dengan kehadiran Pak Aldi. Buru-buru menjawab, "Gak ada apa-apa
"Harusnya aku sadar diri," batin Nara dengan sedih. Pasalnya, dia baru saja menyaksikan Agas berduaan lagi dengan perempuan yang pernah Nara lihat di kafe sebelumnya."Dari penampilannya aja, bisa dilihat kalau dia itu dari keluarga kaya," gumam Nara pelan sekali yang didengar samar oleh Lia, sahabatnya."Ada apa sih? Kok kamu aneh banget dari tadi?" tanya Lia yang masih tidak mengerti apa yang terjadi dengan Nara."Gak ada apa-apa," jawab Nara singkat.Lia tentu tidak percaya pada perkataan Nara namun ekspresi suram di wajah sahabatnya itu, akhirnya Lia memilih untuk memberi Nara waktu."Apa jangan-jangan tadi kamu lihat gebetanmu sama cewek lain?" celetuk Lia asa.Namun justru membuat Nara bereaksi. Tampak matanya melebar karena terkejut dengan celetukan Lia yang tepat pada sasaran."Ah, bener begitu ya?" ujar Lia yang tidak menyangka kalau tebakannya ternyata benar. "Cantik gak ceweknya?" Nara sontak cemberut dengan pertanyaan Lia yang membuatnya makin down. "Cantik banget. Cantik
"Siapa?" ujar Nara pelan sekali saat melihat perempuan hamil itu.Pikirannya mulai menebak-nebak dengan perasaan was-was. Siapa perempuan itu? Apakah istri Agas? Tapi bukannya waktu itu Agas berkencan buta dengan perempuan lain?"Sudah ditungguin dari tadi terus kok gak bawa apa-apa?" kata bumil itu tampak kesal dengan Agas."Loh bukannya tadi kamu yang nyuruh saya masak. Jadi saya gak bawa makanan dong," jawab Agas yang semakin membuat perempuan itu kesal."Maksudnya bahan masakannya Agas," tandas perempuan itu.Agas tampak terpaku. Rupanya dia baru sadar kalau di dapur apartemennya ini tidak pernah diisi bahan masakan karena memang Agas jarang datang ke sini."Nah loh? Baru sadar kan?" sindir perempuan itu, "Ini dedek bayiku udah kelaperan eh malah suruh nunggu lagi.""Salah sendiri kenapa gak makan yang gampang-gampang aja. Apa susahnya sih pesen makanan?" balas Agas yang ikutan jengkel dengan omelan perempuan itu."Ini aku kan lagi ngidam, Gas. Nanti kalau bayiku lahir ileran gima
"Enak banget Gas. Gak nyangka ternyata kamu pinter banget masak ya," ungkap Tasya yang tampak sangat menikmati masakan Agas.Nara mengangguk-angguk setuju. "Iya Pak. Ini benaran enak banget.""Syukurlah kalau suka. Jadi masakan saya tidak dibuang," ucap Agas sambil tersenyum lega.Nara yang melihat senyum itu tampak terpesona. Dia masih benar-benar takjud karena sosok Agas yang biasanya hanya berekspresi datar, ternyata bisa tersenyum juga. Meski ini bukan pertama kalinya Nara melihat senyuman Agas tetapi tdak menghentikannya untuk merasa kagum."Sering-sering aja masak deh Gas. Sayang kalau bakatmu ini tidak digunakan.""Emang kamu pikir saya bukan orang sibuk?" ujar Agas menanggapi perkataan Tasya."Eh, iya juga. Kamu itu kan Pak Ceo terkenal," timpal Tasya dengan nada mengejek."Minta dimasakin suami sendiri aja sana. Heran banget. Biasanya orang ngidam, yang repot itu suaminya kenapa giliranmu saya yang direpotin?" gerutu Agas meski begitu dia tidak memasang ekspresi kesal."Salah
Nara sampai mengucek kedua matanya untuk memastikan apa yang dilihatnya namun tetap tidak berubah."Beneran Mas Adam ternyata," ucap Nara tidak percaya. "Kok bisa-bisanya dia selingkuh dari Mbak Lia?"Mata Nara terus mengikuti pergerakan seorang pria yang Nara sebut sebagai 'Mas Adam' sedang bergandengan tangan dengan seorang perempuan yang berpakaian kurang bahan.Dia terus mengikuti dua orang yang sedang berselingkuh itu dari jauh sambil sesekali merekam dan mengambil foto mereka untuk dijadikan bukti saat dia melaporkan hal ini pada Lia.Nara mengikuti mereka sampai tiba ke apartemen yang sangat Nara kenali. Siapa lagi kalau bukan apartemen sahabat Nara, Lia."Bener-bener keterlaluan Mas Adam," ujar Nara dengan kesal.Pasalnya Adam ini membawa perempuan lain ke tempat tinggal milik Lia. Meski tidak sering ditinggali karena Lia lebih sering tinggal di rumah orangtuanya untuk menemani sang ibu. Tetap saja apartemen ini milik Lia.Kemudian yang terjadi selanjutnya, Nara dibuat terngan
"Maksudnya gimana, Pak?" tanya Nara tidak mengerti dengan perkataan Agas."Saya denger dari obrolan karyawan katanya dia ngasih kamu hadiah.""Hadiah? Kapan?" Nara bertanya balik karena dia tidak merasa pernah mendapatkan hadiah dari Pak Aldi.Tunggu dulu."Maksud bapak, hadiah yang diberikan Pak Aldi itu? Bukannya itu titipan dari Pak Agas sendiri?" jawab Nara apa adanya."Dari saya?" Agas tampak tercengang namun segera sadar. "Maksudnya itu hadiah yang saya titipkan ke Aldi untuk kamu?"Nara mengangguk mengiyakan."Ternyata begitu," ucap Agas dengan canggung. "Saya salah sangka.""Memangnya dari siapa Pak Agas denger gosip seperti itu?" tanya Nara penasaran karena selama ini dia sama sekali tidak mendengar gosip itu."Ada di suatu tempat. Saya minta maaf karena salah sangka," ujar Agas dengan malu."Tidak apa-apa, Pak," jawab Nara dengan santai. "Tapi Pak.""Ya?" Agas memandang Nara seakan menunggu apa yang akan selanjutnya dikatakan."Saya enggak nyangka ternyata bapak juga suka go
"Nara, kayaknya sudah waktunya aku lahiran deh," jelas Tasya dari dalam bilik."Lahiran?" Kepala Nara seakan berdengung ketika mendengarnya. Dia sontak jadi panik sendiri. "Mbak, buka pintunya dulu."Saat pintu telah terbuka, tampak Tasya sedang terduduk di closet dengan wajah pucat."Ayo mbak, kita ke rumah sakit."Nara dengan hati-hati memapah Tasya keluar dari toilet. Sepanjang jalan Nara berusaha menenangkan Tasya yang tampak merasa takut.Saat tiba di tempat parkir, mereka bertemu dengan sopir Tasya yang menghampiri mereka setelah melihat majikannya dipapah."Pak, saya mau melahirkan. Tolong anterin ke rumah sakit." Tasya berkata sambil menahan rasa sakit."Baik, Bu. Mari saya bantu," ucap pak sopir sambil ikut membantu Nara memapah Tasya."Kamu ikut ya, Nara. Temenin saya," pinta Tasya sambil menggenggam lengan Nara dengan erat."Iya, Mbak. Nara ikut kok," ujar Nara langsung menyetujuinya karena Nara pun merasa tidak tenang kalau tidak menemani Tasya.Mobil melaju dengan cepat m
Alis Agas terangkat saat Nara bertanya seperti itu. "Saya Agas. Masa kamu tidak ingat wajah saya?" tanya Agas dengan bingung "Oh ternyata Pak Agas. Pantesan suaranya kayak familiar gitu," ujar Nara setelah mengetahui identitas orang yang sedang berada di sampingnya. "Habisnya kenapa bapak pake masker?" Rupanya Agas baru sadar kalau dirinya sedang memakai masker. Dia segera melepaskannya. "Tadi saya habis tinjau proyek di daerah yang berdebu. Jadi saya langsung ke sini pas denger kabar kalau Mbak Tasya melahirkan," jelas Agas "Oh begitu. Tapi kenapa saya bisa ada di sini, Pak?" tanya Nara heran. "Memangnya kamu enggak inget?" tanya Agas yang kemudian dibalas dengan gelengan kepala oleh Nara. "Pas saya baru nyampe depan pintu ruang bersalin, kamu pingsan. Katanya mungkin kamu shock," jelas Agas perlahan. "Kamu gak kenapa-napa?" "Enggak Pak. Sepertinya saya agak terkejut aja lihat proses lahiran Mbak Tasya," jawab Nara seadanya. "Saya berterima kasih sama kamu karena sudah memba