LOGINTerbangun dengan posisi tidur tidak menyenangkan membuat tubuh Zaphira Ayu Lutfiah remuk redam. Lengan kirinya terasa kebas tidak karuan, berjam-jam menopang kepalanya tertidur di samping tubuh pasien.
"Oh sial, apa yang telah dilakukan tadi malam? Kenapa berada di ruang yang sama dengan Rashya?" Kelopak mata Zaphira mengerjap berulangkali, seiring alam sadarnya mencuat kembali. Dia terkejut menatap di seberang ranjang, seorang pria tampan tersenyum padanya. Ya Tuhan, siapa dia-? Buru-buru Zaphira merapikan diri beranjak dari kursi, dan tak sengaja mendorong ke belakang menimbulkan suara berderit keras. Lalu, berdiri tegang memandang pria itu memang nyata apa adanya, bukan bayangan atau hantu menakutinya. "Selamat pagi, Nona Zaphira!" sapa Arzu Rakha Kaivan sambil merapatkan jaketnya. Ruang perawatan khusus kakaknya memang luar biasa dingin. Selama ini dia tinggal di negeri bersalju. Namun baru kali ini begitu kepayahan akibat perjalanan panjang ke tanah air, ditambah lagi semalaman belum tidur. Terlalu sibuk matanya menikmati pesona wajah dan tubuh gadis manis yang tak jauh darinya, yang menjadi topic menarik di keluarga Imran Nadhirrizki. "Maaf, anda siapa?" Zaphira bergegas mundur ketika pria asing itu mulai menghampiri. "Hey, apa-apaan ini?" Arzu menghentikan langkahnya seperti orang sedang mengancam membuat gadis itu bergidik ngeri, dan mengangkat kedua tangan ke atas seolah ikut bersikap mundur. "Hey, jangan takut! Aku Arzu Rakha Kaivan, adik bungsu Rashya. Sorry, semalam menyelinap ke kamar ini, tapi kau sudah berada lebih dulu di sini." Zaphira diam tak membalas senyumnya. Pantas saja pria itu begitu mirip Rashya yang ternyata memang adik kandung yang belum pernah dilihatnya. "Sebaiknya aku pergi sekarang, sebentar lagi keluarga dan tunangannya datang. Mereka pasti tak suka ketika melihatku seperti ini, terlalu dekat dengan kakakmu." "Marcella atau Mama-ku?" desak Arzu penasaran. "Dua-duanya!" Dia membalas di dalam hati. Badannya sedikit membungkuk mengambil tas kecil di bawah ranjang rumah sakit. Sudah waktunya harus pergi, menyerahkan pengawasan pasien ke adiknya sendiri. "Sampai bertemu lagi nanti malam, Mas-!" Mata indah Zaphira penuh harapan menatap lekat ke putra sulung Tuan Imran Nadhirrizki. Setiap pagi kalimat itu sering diucapkan sebelum berangkat bekerja, dan terus begitu sampai Rashya kembali melihat dunia. Wow, so sweet-! Arzu mengikuti pandangan gadis itu tertumbuk hanya ke sang kakak. Gesture gadis lugu sederhana berbuat tanpa pamrih menyelamatkan hidup Rashya Afkar Alfarezer. Sangat berbeda jauh dibanding Marcella tak mungkin mau begadang sepanjang malam menemani kekasih. Rasa itu yang hanya bisa dimiliki seorang Zaphira. Sudah malam ke dua puluh satu, kakaknya mengalami koma. Tidak ada respons sedikit pun darinya. Perawat bilang cuma gadis itu menunggu tanpa kenal lelah. Zaphira membawa makan dan minuman sendiri, tanpa meninggalkan pasien jauh darinya. Dan, tadi malam diberi kesempatan menemani di ruangan oleh suster kepala atas pasien khusus kolega pemilik rumah sakit. Arzu baru tiba larut malam di rumah sakit. Mama terus mengajak berbicara empat mata soal keadaan Rashya dan gadis miskin dianggap tak tahu diri mengganggu ketenangan keluarga. Ternyata pendapat ibunya salah besar, menyaksikan sendiri bagaimana gadis itu tak pernah mengeluh, dan menampakkan semangat agar kakaknya segera sadar kembali. Sungguh gadis aneh yang menolak uang imbalan atas setiap tetesan darah diperlukan Rashya, kata papanya bilang begitu sebelumnya. "Ayo 'Ra, kita ke bawah untuk sarapan, aku kedinginan sejak tadi malam," Arzu mengajak setengah memaksa. "Maaf lain kali saja, aku benar-benar harus pergi!" "Ra, ini masih pagi buta, di luar masih gelap! Aku traktir segelas kopi hangat rasanya itu cukup sepadan setelah membuatmu kaget tadi." Gadis itu tetap menggeleng, lalu keluar tanpa menoleh ke Arzu. Di belakang pria asing itu terus mengikuti, dan cafe rumah sakit berada di lantai dasar, mau tidak mau mereka keluar bersama-sama dari kamar pasien. Arzu menyentuh tombol panel lift menutup pintu rapat. Zaphira makin terdiam tak ingin berbicara, pura-pura sibuk mengecek gawai dan membaca beberapa pesan yang terlewat. Tiada hal penting kecuali dari Adzriel, sahabatnya yang menanyakan terus di mana dia berada semalam. Tapi, dia lupa membalas karena sedang di kamar pasien. "Ada pesan dari kekasihmu?" selidik Arzu sambil melirik ke layar gawainya. "Bukan urusanmu!" jawab Zaphira ketus, terlalu pagi untuk berdebat dengan adik Rashya, cuma membuang energi saja. Dia harus mengejar waktu pulang ke kamar sewaan untuk mengambil barang tertinggal, lalu berangkat bekerja di toko bunga. Ting-! Pintu lift terbuka. Baru saja mau melangkah keluar, lengannya langsung ditarik menuruti kemauan Arzu. "Ra, temani dulu ke cafe, nanti aku mengantarmu pulang!" "Hey, aku mau pulang sekarang!" protesnya diabaikan, dan tangannya makin digenggam erat mengikuti pria itu. "Grr-! Apa sih maunya brengsek ini?" menggerutu pelan. Semua memang karena rasa penasaran Arzu Rakha Kaivan ingin mengenal dekat tentang gadis ditolong kakaknya dalam kasus tabrak lari. Dari semalam nama itu terus terngiang di benak. Mama Sisca belum mau berhenti menyebutnya nama perusak kebahagiaan di antara Marcella dan pendonor darah kakaknya. Perbandingan yang unik, jika benar gadis itu mampu mengalahkan pesona tunangannya Rashya selama ini di depan keluarga. Zaphira yang sederhana melawan seorang putri Tuan Hadiningrat pengusaha kaya raya. "Duduklah di sini, aku pesankan minum dan makanan dulu untuk kita berdua!" tegas Arzu, menyuruhnya diam tak ke mana-mana. Matanya melirik tajam ke Zaphira yang langsung memalingkan wajah darinya. Cantik-! Desisnya pelan. Lalu, dia menuju counter pemesanan memilih menu sarapan dan dua cangkir kopi panas menghangatkan mereka setelah kedinginan tadi malam. Aku lebih mampu menghangatkanmu daripada Rashya yang tertidur koma tak berdaya-!" bisik hati Arzu, begitu senang menatap gadis itu, dan enggan berada jauh darinya. Zaphira menuruti permintaannya, dan jari jemari saling bertautan di atas meja menunggu pria itu kembali. Hati gelisah menanggapi banyak pertanyaan tentang asal usulnya, juga hubungannya dengan Rashya. Tertidur di ruang pasien suatu kesalahan terbesar. Dia seharusnya tidak mendekati kakak Arzu, apalagi sampai menggenggam tangan pria koma semalaman Adiknya yang brengsek pasti melihat jelas apa yang tak patut dilakukannya. Sementara Arzu terus menoleh ke Zaphira sambil berdiri menunggu pesanan disiapkan. Cafe di rumah sakit mulai ramai dikunjungi karyawan dan keluarga pasien yang tak jarang dari para wanita mencuri pandang ke arahnya Andai saja mereka melihat Rashya Afkar Alfarezer lebih dulu, Arzu tak ada apa-apanya lagi. Kedua putra Tuan Imran memang tampan, namun kakaknya menawan. Tersenyum Rashya sedikit saja, semua wanita bertekuk lutut padanya, tak terkecuali Zaphira-! Dia menoleh ke belakang lagi usai membalas senyum pengunjung di cafe, dan menebar pesona ke mereka. Oh, sial-! Gadis yang diinginkan malah meninggalkan dia sendiri. Kabur tanpa pesan dengan melarikan diri dari sergapan adik bungsu Rashya yang sedang berusaha mencari perhatian darinya. Awas kau, Zaphira-! Arzu akan membalas lebih kejam agar dapat bersama lagi setiap malam, walau harus kedinginan menjaga sang kakak yang sedang koma yang hidupnya sudah tak berguna. ***Sore hari Bramastra menjumpai Rasyha di rumah sakit. Kabar Zaphira pingsan didengar dari Mala yang begitu khawatir Arzu pergi tanpa ada menemani. "Hai, bro!" sapanya ke pengantin baru berada di luar kamar rawat inap. "Istrimu bilang kau ke sini diam-diam tanpa diketahui orang tua-mu." Arzu menyalami pengacara keluarga, "Eh iya, Bram. Aku khawatir Mama dan Papa panik kalau mendengar Rara dirawat, jadi lebih baik sendiri saja ke sini. Temui mereka ada di dalam sekarang." Oh, okay. Sebelum dia masuk sempat menyampaikan kebingungan atas keputusan Tuan Imran tadi pagi. "Ada apa dengan kalian sebenarnya, kenapa tuntutan hukum atas Marcella ditarik begitu mudah?" Adik Rashya meluapkan kekesalan yang sama, "Papaku yang memutuskan, dan sahabatmu setuju padahal aku tidak. Jalang itu sangat berbahaya dibebaskan tanpa ada sanksi hukum yang pasti." Mereka sama-sama tahu, putri Tuan Adi Hadiningrat mengalami masalah kejiwaan setelah gagal menikah dan kecelakaan. Ketika pulih malah sikap
Esoknya, Tuan Adi Hadiningrat dan keluarga langsung mendatangi kediaman Tuan Imran Nadhirrizki untuk meminta maaf. Dengan rasa malu dan terkejut sikap putrinya yang kejam melukai pengantin pria. "Maafkan kami, Mas Imran dan Mbak Sisca. Sungguh tak tahu kenapa Cella tega berbuat begitu merusak nama keluarga dan hubungan baik kita selama ini," ujarnya di bawah tatapan marah semua orang. Dengan suara getir dan wajah sembab usai menangis semalaman, Nyonya Fanny ikut menambahkan, "Mbak Sisca, tolong lepaskan putriku dari tuntutan penjara. Dia memang labil jiwanya sejak kecelakaan tiga tahun lalu." Arzu dan Mala terpaksa belum menikmati bulan madu pernikahan mereka. Ulah Marcella membuat istrinya jadi ketakutan kehilangan suami yang baru dinikahi kemarin pagi. Kini tinggal Rashya dan Zaphira menemani kedua adik setelah Mariana diantar pulang oleh sopir, sementara Bramastra masih mengurus pelaku penusukan di kantor kepolisian. Akhirnya Tuan Imran Nadhirrizki memberikan jawaban ya
Malam resepsi pernikahan Arzu Rakha Kaivan dan Nurmala Sasmita begitu megah dan mewah di sebuah hotel di Jakarta. Sebelumnya ijab kabul dilakukan di kediaman Tuan Imran Nadhirrizki pada pagi hari. Ayu, kakak Nurmala, dengan terharu menyampaikan rasa terima kasih ke keluarga pengantin pria yang telah meminang putri bungsu Pak Kardi. "Tuan Imran, aku tidak menyangka pesta pernikahan adikku hingga sebesar ini. Sayangnya ayah sudah tiada tak dapat melihat kebahagiaan anaknya," cetusnya. Dengan tersenyum ayah Arzu membalas, "Kami yang malah beruntung Mala mau menerima anakku apa adanya, semoga perkawinan ini mengubah sikap dan prilakunya ketika berkeluarga." Kedua anak laki-laki kini sudah menikah. Rashya begitu bahagia dengan anak dan istrinya, begitu juga putra bungsunya. Perbedaan strata bukanlah jadi halangan menggapai impian anak-anak mereka. "Ayu, nanti adikmu tinggal bersama kami saja. Rumah terlalu besar dan sepi tanpa mereka. Nanti kalian dapat sowan kapan saja," Nyonya
"Shya, aku dan Mala ikut ke Bali ya? Kan bisa menjaga Alpine selagi kalian honeymoon!" Arzu membujuk kakak memperbolehkan pergi bersama mereka. "Hey, kau belum menikah sudah main bawa anak gadis orang!" Rashya menggeleng tegas kemauan adiknya yang keras kepala. "Lah, dulu malah boleh kau membawa Rara ke sana!" protesnya keras. "Kan kamarnya juga pisah, bukan jadi satu sama aku. Ayolah bro, kita butuh liburan selepas membantu pernikahan kalian." Zaphira melerai perseteruan mereka dengan mengajak kedua adik ipar ikut serta ke pulau dewata, "Ngga pa-pa Mas, mereka kelelahan empat hari menyiapkan pesta pernikahan kita. Kasih rewards liburan terbaik saja." "Tapi sayang, kita mau honeymoon bukan diikuti adikku terus menerus. Toh mereka setelah menikah bisa pergi sendiri ke sana!" balas Rashya sebal. Tak lama terdengar teriakan Mama tersayang sedang menggendong Alpine dari teras belakang, "Shya, ajak Arzu dan Mala ke Bali biar cucuku ada yang mengurus!" Oh, My God-! Dia langsung
Suara dering gawai berkali-kali mengganggu Angelina di saat keluarganya sedang menghadapi hal genting. "Mau apa menghubungiku lagi?" tanyanya geram. Malam ini dia dan Bhanu Malik terbang ke Surabaya menemani ibunya pulang menemui orang tua, setelah ayahnya memberi tahu pernikahan mereka tak dapat diselamatkan lagi. "Kenapa kalian tak sabar menunggu kedatangan kami di rumah Rara? Bukankah sesuai kesepakatan menuntut brengsek itu membagi aset mendiang suamiku?" protes Nyonya Ella. "Tidak ada kesepakatan apapun dengan Rara. Semua ditangani pengacaranya sekarang! Papa sampai ingin menceraikan Mama-ku bila kami bersikeras. Sebaiknya anda berhenti menghubungiku sejak malam ini!" Angelina Malik melempar gawainya ke sofa. Rencana yang gagal memaksa Zaphira malah berakibat fatal ke keluarganya sendiri. Duta besar pulang ke Bern tanpa membawa anak dan istri sebagai pelajaran mereka. Pertengkaran berikutnya terdengar di ruang tamu, Arini disidang kedua orang tua tak terima sikap menant
Di tengah suasana pesta pernikahan menjelang sore hari, Angelina dan Bhanu menyusun rencana menekan sepupu mereka saat sendirian tanpa didampingi suami dan sahabatnya. Suatu kebetulan Zaphira sedang mengajak putranya yang mengantuk ke kamar untuk beristirahat. Kedua sepupu mengikuti dan menyergap dari belakang. "Rara, kami butuh surat pernyataan mengembalikan hak bagian warisan ayahmu ke keluarga ayahku!" "Hey, apa-apaan ini?" terkejut lengannya dicengkram kencang hampir membuat Alpine terguncang dalam pelukan. Bhanu tidak mau melepaskan meski Zaphira meronta menepiskan tangannya. "Kami datang ke pernikahanmu demi melindungi kepentingan bisnis yang kau rampas kemarin!" "Brengsek kau!" memaki sepupu kurang ajar merusak pesta pernikahan cuma karena harta ayahnya. "Aku tak ada urusan dengan kalian lagi. Semua dikuasakan ke pengacaraku sekarang!" Perseteruan mereka di selasar diketahui pengasuh Nita yang menyusul majikan perempuan menjaga putranya lalu bergegas melaporkan ke T







