LOGINWaktu tengah malam.
Dari balik kaca bening, Zaphira memandang penuh ketakutan suasana di dalam ruang perawatan intensif, Rashya sedang berbaring antara hidup dan mati. "Oh Tuhan! Tolong selamatkan pria itu, berikanlah aku kesempatan meminta maaf padanya!" Doanya yang tulus berulangkali. Tuan Imran Nadhirrizki merangkul erat istrinya yang terisak tidak sanggup melihat keadaan putra mereka belum menunjukkan hasil memuaskan usai operasi besar sejak kemarin siang. Sebuah peristiwa gawat darurat tiba-tiba terjadi di waktu tengah malam. Denging mesin memekakkan telinga meraung-raung di ruang perawatan intensif. Pasien belum mampu melewati masa kritis dengan baik pasca operasi. Mesin penghitung detak jantung dan tekanan darah tiba-tiba saja menurun drastis. Dokter dan perawat lari berhamburan masuk ke kamar perawatan berusaha segala cara menyelamatkan sang pasien di situasi darurat. Sepasang alat hentak jantung digunakan memicu tekanan darah kembali normal. Perawat bergerak membersihkan area dada pasien. Semua jadi tegang. Keluarga pasien tak pernah putus berdoa demi kesembuhan Rashya dibalik kaca. Kedua tangan Dokter Darsono siap mengambil tindakan medis di tengah masa kritis yang belum selesai dalam waktu 24 jam setelah operasi. Pasien sama sekali belum menampakkan kesadaran, malah menurun tajam. Clear-! Aba-aba dari dokter pun dimulai. Teriakan memberikan perintah, lalu semua orang menjauh tidak mengganggu proses tindakan medis. Bugh-! Satu hentakan keras menekan ke dada pasien. Dalam sekian detik tubuh Rashya terlontar ke atas, kemudian jatuh lagi ke ranjang rumah sakit. Dokter dan perawat fokus memantau ke layar mesin menunjukkan angka tertera detak jantung dan tekanan darah tak berubah. Dokter Darsono bersiap menghentak jantung pasien kedua kali. Satu-satunya cara terakhir menyelamatkan putra kesayangan Tuan Imran Nadhirrizki dan Nyonya Sisca. Bugh-! Bunyi hentakannya begitu kuat sama seperti pertama. Zaphira langsung memejamkan mata, merapal doa tulus di lubuk hati yang paling dalam. "Oh, Tuhan, tolong lepaskan rasa bersalahku padanya. Berikan kesembuhan paripurna bagi Rashya, putra dari Tuan Imran dan Nyonya Sisca." Mesin berbunyi kembali. Kini suaranya mulai teratur tak seperti sebelumnya yang mendenging membuat semua kalang kabut di dalam kepanikan. Tekanan darah pasien telah kembali normal, namun ternyata berujung hal lebih fatal. Pria tampan CEO perusahaan besar, dan tunangannya Marcella Hadiningrat, mengalami proses trauma yang dalam. Sekarang tertidur panjang dengan keadaan koma. Tubuhnya kaku tak bergeming untuk seterusnya. Dokter Darsono menghela nafas berat. Mereka memerlukan keajaiban berharap pasien sadar dengan sendirinya. "Dok, bagaimana kondisi anak kami? Apa sebenarnya terjadi, dan kenapa Rashya belum sadar juga?" Tuan Imran bergegas menghampiri. Istrinya yang berada di luar sedang ditenangkan calon menantu mereka. Jiwa seorang ibu yang rapuh melihat putra sulung bagai es yang membeku. "Kami terus berupaya memberi terbaik untuk pasien. Tekanan bawah alam sadar belum berhasil menyentuh ke permukaan. Putra anda, sementara sedang koma, itu lebih baik agar luka sembuh tanpa banyak bergerak." Gantian tubuh Tuan Imran terasa lemas sulit menerima kenyataan Rashya mengalami koma sebelum sempat bangun usai operasi. "Dok, bisakah anda menjaminnya kembali sadar, hidup normal seperti anak lainnya?" Pengusaha kaya raya itu mencoba berpikiran positif. Pernikahan antara putranya dan putri Tuan Hadiningrat akhirnya tertunda akibat kecelakaan yang mengerikan. Rashya butuh waktu berbulan-bulan kembali pulih dan bekerja lagi. Sanggupkah gadis itu setia dalam suka duka mempertaruhkan cinta mereka, demi tunangan dalam kondisi koma-? "Efek sampingnya dari benturan aspal di kepala dan punggung pasien belum diketahui sampai tersadar nanti. Yang kami khawatirkan, tubuhnya tak sempurna tegak berdiri bila beberapa syaraf penting terganggu." Deg-! Degup jantung Zaphira berdebar tidak sengaja mendengarkan percakapan mereka di dalam ruang intensif. Rashya Afkar Alfarezer bukan lagi pemuda yang gagah dan menawan. Dia yang menyebabkan putra seorang pengusaha terbaring koma sejak saat tengah malam, dan entah kapan akan terbangun lagi. "Tuan," selanya pelan, memecah keheningan di antara mereka. "Maaf aku tak sengaja membuat keadaan putra anda seperti ini." Ayah Rashya tegas menggelengkan kepala, "Ini bukan salahmu, Nona. Penabraknya sengaja mencelakakan, dan aku akan mencari tahu pelakunya, membalaskan semua yang dialami kalian berdua!" Terlukis jelas di wajah pria paruh baya yang menaruh dendam besar. Cahaya mata yang sayu berubah api membara dimakan amarah dan kesedihan. Tuan Imran Nadhirrizki meninggalkan ruang perawatan membiarkan putranya beristirahat tenang di dalam tidur yang damai, meski tubuhnya terus berjuang untuk sembuh. "Eh' Tuan? " sahut Zaphira pelan. Tuan Imran tertegun sejenak menunggu ucapan gadis keras kepala yang tak mau pergi, ingin tetap menemani putranya. Padahal mereka tak mengenal asal usulnya, hanya seseorang yang memiliki perasaan bersalah. "Tuan dan Nyonya, pulang saja dan beristirahat, biar aku yang menjaga pasien di sini," ucapan Zaphira getir, merasa tak mampu berbuat apa-apa, kecuali hadir di rumah sakit meringankan beban keluarga kaya raya. Anggukan ayah Rashya menyetujui pendapatnya, dan mereka sangat kelelahan setelah kemarin siang terus menanti di luar kamar operasi hingga selesai. Kini sudah pukul tiga pagi masih menyaksikan putranya berbaring tanpa ada bisa dilakukan orang tuanya lagi. Usia senja menghalangi mereka beraktifitas lebih keras. Bukan cuma pasien mengalami penderitaan berat, tapi keluarga mereka hancur lebur tanpa pegangan lagi. Tinggal putra bungsu yang berada di luar negeri untuk meneruskan tahta keluarga Imran Nadhirrizki. "Terima kasih atas bantuanmu, Nona! Hubungi nomor ini bila putraku terjadi sesuatu, kapan saja dan jangan pernah ragu!" Disodorkan sebuah kartu nama ke gadis lugu. Sedikit gemetar Zaphira membacanya sekilas, nama pengusaha besar tertulis jelas. Disimpan kartu baik-baik, berjanji pada diri sendiri terus menjaga Rashya hingga tiba saatnya membuka mata. Bukan imbalan uang, atau perhatian dari keluarganya yang diinginkan. Dia sedang menebus rasa bersalah dan berdosa setiap saat menusuk hati. Kini luka kecil di lengan dan bahu Zaphira berangsur sembuh, tetapi keadaan Rashya yang terus memburuk. "Baiklah, Tuan!;Selamat beristirahat, dan hati-hatilah di jalan." Dia mengangguk hormat melepas pria paruh baya itu keluar menemui istri, dan menggandeng segera pulang. Sementara tunangan Rashya menatap sinis sebelum beranjak. Marcella tak menyukai gadis gembel menjaga calon suaminya, tapi apa mau dikata, tubuhnya lelah kalah. Nizar memandang Zaphira sejenak lalu merangkul bahu tunangan Rashya mengajaknya pulang. Pagi ini, mereka harus berangkat ke kantor, dan kembali menengok Rashya setelah pulang bekerja. Dari balik lift terlihat semburat senyum Tuan Imran menatap gadis yang gigih dan bersemangat dalam menjalani hidup. Zaphira, lebih cocok mendampingi Rashya yang sering bersikap urakan dan pemberontak daripada bersama Marcella suatu saat nanti. "Berhati-hatilah Nona, jaga dirimu baik-baik!" bisiknya dalam hati. Lalu, pintu lift menutup memisahkan mereka meninggalkan putra kesayangan, dan gadis asing yang bersamanya Tiada yang pernah tahu tentang masa depan mereka selanjutnya. Pria terbaring koma tidak pernah ingat soal gadis pernah ditolongnya, namun kini dia memberikan kekuatan besar tak sebanding tunangannya. ***Sore hari Bramastra menjumpai Rasyha di rumah sakit. Kabar Zaphira pingsan didengar dari Mala yang begitu khawatir Arzu pergi tanpa ada menemani. "Hai, bro!" sapanya ke pengantin baru berada di luar kamar rawat inap. "Istrimu bilang kau ke sini diam-diam tanpa diketahui orang tua-mu." Arzu menyalami pengacara keluarga, "Eh iya, Bram. Aku khawatir Mama dan Papa panik kalau mendengar Rara dirawat, jadi lebih baik sendiri saja ke sini. Temui mereka ada di dalam sekarang." Oh, okay. Sebelum dia masuk sempat menyampaikan kebingungan atas keputusan Tuan Imran tadi pagi. "Ada apa dengan kalian sebenarnya, kenapa tuntutan hukum atas Marcella ditarik begitu mudah?" Adik Rashya meluapkan kekesalan yang sama, "Papaku yang memutuskan, dan sahabatmu setuju padahal aku tidak. Jalang itu sangat berbahaya dibebaskan tanpa ada sanksi hukum yang pasti." Mereka sama-sama tahu, putri Tuan Adi Hadiningrat mengalami masalah kejiwaan setelah gagal menikah dan kecelakaan. Ketika pulih malah sikap
Esoknya, Tuan Adi Hadiningrat dan keluarga langsung mendatangi kediaman Tuan Imran Nadhirrizki untuk meminta maaf. Dengan rasa malu dan terkejut sikap putrinya yang kejam melukai pengantin pria. "Maafkan kami, Mas Imran dan Mbak Sisca. Sungguh tak tahu kenapa Cella tega berbuat begitu merusak nama keluarga dan hubungan baik kita selama ini," ujarnya di bawah tatapan marah semua orang. Dengan suara getir dan wajah sembab usai menangis semalaman, Nyonya Fanny ikut menambahkan, "Mbak Sisca, tolong lepaskan putriku dari tuntutan penjara. Dia memang labil jiwanya sejak kecelakaan tiga tahun lalu." Arzu dan Mala terpaksa belum menikmati bulan madu pernikahan mereka. Ulah Marcella membuat istrinya jadi ketakutan kehilangan suami yang baru dinikahi kemarin pagi. Kini tinggal Rashya dan Zaphira menemani kedua adik setelah Mariana diantar pulang oleh sopir, sementara Bramastra masih mengurus pelaku penusukan di kantor kepolisian. Akhirnya Tuan Imran Nadhirrizki memberikan jawaban ya
Malam resepsi pernikahan Arzu Rakha Kaivan dan Nurmala Sasmita begitu megah dan mewah di sebuah hotel di Jakarta. Sebelumnya ijab kabul dilakukan di kediaman Tuan Imran Nadhirrizki pada pagi hari. Ayu, kakak Nurmala, dengan terharu menyampaikan rasa terima kasih ke keluarga pengantin pria yang telah meminang putri bungsu Pak Kardi. "Tuan Imran, aku tidak menyangka pesta pernikahan adikku hingga sebesar ini. Sayangnya ayah sudah tiada tak dapat melihat kebahagiaan anaknya," cetusnya. Dengan tersenyum ayah Arzu membalas, "Kami yang malah beruntung Mala mau menerima anakku apa adanya, semoga perkawinan ini mengubah sikap dan prilakunya ketika berkeluarga." Kedua anak laki-laki kini sudah menikah. Rashya begitu bahagia dengan anak dan istrinya, begitu juga putra bungsunya. Perbedaan strata bukanlah jadi halangan menggapai impian anak-anak mereka. "Ayu, nanti adikmu tinggal bersama kami saja. Rumah terlalu besar dan sepi tanpa mereka. Nanti kalian dapat sowan kapan saja," Nyonya
"Shya, aku dan Mala ikut ke Bali ya? Kan bisa menjaga Alpine selagi kalian honeymoon!" Arzu membujuk kakak memperbolehkan pergi bersama mereka. "Hey, kau belum menikah sudah main bawa anak gadis orang!" Rashya menggeleng tegas kemauan adiknya yang keras kepala. "Lah, dulu malah boleh kau membawa Rara ke sana!" protesnya keras. "Kan kamarnya juga pisah, bukan jadi satu sama aku. Ayolah bro, kita butuh liburan selepas membantu pernikahan kalian." Zaphira melerai perseteruan mereka dengan mengajak kedua adik ipar ikut serta ke pulau dewata, "Ngga pa-pa Mas, mereka kelelahan empat hari menyiapkan pesta pernikahan kita. Kasih rewards liburan terbaik saja." "Tapi sayang, kita mau honeymoon bukan diikuti adikku terus menerus. Toh mereka setelah menikah bisa pergi sendiri ke sana!" balas Rashya sebal. Tak lama terdengar teriakan Mama tersayang sedang menggendong Alpine dari teras belakang, "Shya, ajak Arzu dan Mala ke Bali biar cucuku ada yang mengurus!" Oh, My God-! Dia langsung
Suara dering gawai berkali-kali mengganggu Angelina di saat keluarganya sedang menghadapi hal genting. "Mau apa menghubungiku lagi?" tanyanya geram. Malam ini dia dan Bhanu Malik terbang ke Surabaya menemani ibunya pulang menemui orang tua, setelah ayahnya memberi tahu pernikahan mereka tak dapat diselamatkan lagi. "Kenapa kalian tak sabar menunggu kedatangan kami di rumah Rara? Bukankah sesuai kesepakatan menuntut brengsek itu membagi aset mendiang suamiku?" protes Nyonya Ella. "Tidak ada kesepakatan apapun dengan Rara. Semua ditangani pengacaranya sekarang! Papa sampai ingin menceraikan Mama-ku bila kami bersikeras. Sebaiknya anda berhenti menghubungiku sejak malam ini!" Angelina Malik melempar gawainya ke sofa. Rencana yang gagal memaksa Zaphira malah berakibat fatal ke keluarganya sendiri. Duta besar pulang ke Bern tanpa membawa anak dan istri sebagai pelajaran mereka. Pertengkaran berikutnya terdengar di ruang tamu, Arini disidang kedua orang tua tak terima sikap menant
Di tengah suasana pesta pernikahan menjelang sore hari, Angelina dan Bhanu menyusun rencana menekan sepupu mereka saat sendirian tanpa didampingi suami dan sahabatnya. Suatu kebetulan Zaphira sedang mengajak putranya yang mengantuk ke kamar untuk beristirahat. Kedua sepupu mengikuti dan menyergap dari belakang. "Rara, kami butuh surat pernyataan mengembalikan hak bagian warisan ayahmu ke keluarga ayahku!" "Hey, apa-apaan ini?" terkejut lengannya dicengkram kencang hampir membuat Alpine terguncang dalam pelukan. Bhanu tidak mau melepaskan meski Zaphira meronta menepiskan tangannya. "Kami datang ke pernikahanmu demi melindungi kepentingan bisnis yang kau rampas kemarin!" "Brengsek kau!" memaki sepupu kurang ajar merusak pesta pernikahan cuma karena harta ayahnya. "Aku tak ada urusan dengan kalian lagi. Semua dikuasakan ke pengacaraku sekarang!" Perseteruan mereka di selasar diketahui pengasuh Nita yang menyusul majikan perempuan menjaga putranya lalu bergegas melaporkan ke T







