Home / Romansa / CEO Mager dan Pembantu Kesayangannya / 5. Selamat Tinggal Masa Depan

Share

5. Selamat Tinggal Masa Depan

Author: Ardian R
last update Huling Na-update: 2021-04-08 14:46:42

“Ay, kau di mana? Kapan kita nikah?”

Matilah Ayana kalau begini, di mana lagi ia harus bersembunyi demi menghindari kegilaan majikannya itu. Entah alasan apalagi yang harus ia katakan agar Daniel tidak terus mengajaknya menikah.

“Ay....”

Langkah kaki terdengar mendekat ke arah Ayana membuat jantungnya berdetak kencang. Namun, ia sedang berada di ruang bawah tanah. Tidak mungkin, kan, Daniel menyusulnya? Berjalan saja dua langkah lelaki itu sudah ngos-ngosan.

“Ay, apa yang kau lakukan di situ?”

Ayana hampir terjengkang ke belakang jika saja Daniel tidak memegang tangannya. Mata gadis itu membulat sempurna, benarkah yang dilihat di hadapannya kini adalah Tuan Besarnya? Tidak! Matanya pasti bermasalah.

Demi meyakinkan dirinya jika apa yang dilihatnya itu tidak benar, Ayana segera berdiri dan mengucek-ngucek kedua matanya.

“Tuan—“ Ayana membekap mulutnya tidak percaya.

Melihat tingkah aneh asistennya yang seperti orang bodoh, Daniel langsung menempelkan tangannya di kening Ayana. Ia ingin mengecek suhu tubuh perempuan itu.

“Mmm... suhu tubuhnya normal. Tidak menunjukkan kalau Ay terkena penyakit rabies,” lega Daniel.

Mendengar perkataan tidak berperikemanusiaan Daniel, Ayana memasang wajah cemberut. “Tuan kira aku habis digigit anjing gila!”

Daniel terkekeh kecil melihat pipi Ayana yang memerah. Ternyata jika diperhatikan lebih lama, asistennya itu lucu juga seperti boneka Chucky. Kiyowo sekali Si Jelek Ayana!

“Tuan Besarku, kau benar-benar berjalan dari kamarmu ke ruang bawah tanah?” ragu Ayana.

Daniel melipat kedua tangannya di depan dada. “Tentu saja. Kau kira aku ngesot sampai ke sini.” sinisnya.

“Tapi Tuan? Kau berjalan ke ruang bawah tanah itu sesuatu yang mustahil.” Ayana masih tidak percaya.

Daniel menarik ujung kerah baju Ayana sehingga gadis itu mendekat sedikit. “Papah aku, Ay. Aku ingin duduk.”

Lelaki itu segera melebarkan tangannya, namun Ayana hanya terdiam tidak mengerti.

“Ay, aku lelah. Bisakah kau tidak memasang wajah miskinmu itu? Dan segera membawaku ke kursi,” pinta Daniel dengan nada keras.

Refleks Ayana meraih tangan Daniel dan membawa lelaki itu untuk duduk di kursi. “Nah, begini, kan, enak,” puji Daniel seraya tangannya mengelus puncak kepala Ayana.

Ayana yang mendapat perlakuan manis dari Sang Majikan seketika merona. Semburat merah di pipi putihnya muncul tanpa permisi. Ia tersipu malu. Manis sekali Tuan Besarku!

Sadar telah memuji Daniel secara berlebihan, Ayana menggelengkan kepalanya. Astaga, apa-apaan ia memuji lelaki mageran seperti itu. Amit-amit, jangan sampai Majikannya itu membaca pikirannya. Jika tidak, lelaki itu pasti sudah besar kepala.

“Ay, kenapa kau geleng-geleng tidak jelas?” selidik Daniel.

Ayana tersenyum manis. “Tidak apa, Tuanku. Sebentar, aku akan mengambilkanmu minuman,” pamit Ayana.

Daniel yang mencium gelagat keinginan Ayana untuk kabur darinya pun segera menahan tangan gadis itu. Kali ini, ia tidak akan membiarkan asistennya itu menghilang. Apalagi membuat alasan yang tidak jelas.

“Kau tidak bisa pergi ke mana-mana. Cepat duduk di sampingku,” perintah Daniel.

Mendengar perintah dari Sang Majikan membuat nyali Ayana menciut. Maka dari itu, ia sontak duduk di samping Daniel yang sudah menatapnya tajam.

“Tuan, aku....” Ayana menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ay, jadi kapan kita akan menikah?” Suara lembut Daniel menginvasi pendengaran Ayana.

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Ayana gugup, ia tidak tahu harus menjawab apa? Jika gadis lain mungkin akan senang kegirangan ketika diberikan pertanyaan seperti itu, tidak bagi Ayana. Pertanyaan itu seperti ‘Apakah Ayana bersedia mengabdi pada Daniel seumur hidup?’. Sungguh Ayana masih ingin hidup bahagia, memiliki masa depan cerah bersama lelaki yang dicintainya. Dan tentu, memproduksi bayi-bayi yang rajin. Tidak mager seperti Daniel Hamilton.

“Ay, kenapa diam saja?” tanya Daniel.

“Tuan, apa kau sudah memikirkan semuanya? Menikah itu bukan hal main-main. Kau yakin akan menikahi gadis jelek sepertiku?” Sebenarnya Ayana terluka harus mengejek dirinya sendiri. Namun, siapa tahu saja Tuannya itu akan membatalkan untuk menikahinya jika ia mengatai dirinya sendiri.

“Aku sudah memikirkannya,” ucap Daniel santai.

“Oh iya, Tuan harus memberitahu dan meminta izin pada Tuan Hamilton,” kata Ayana.

Daniel memicingkan matanya. “Kau hanya perlu menjawab kapan pernikahan kita diadakan, Ay. Kau tidak perlu memikirkan hal lain. Paham?”

Ayana mengangguk. “Baik, Tuan!”

“Jadi kapan?” desak Daniel.

“Tuan, bisakah aku berbicara pada keluargaku dulu. Aku tidak bisa memutuskan hal besar seperti ini sendiri,” beritahu Ayana takut-takut.

Daniel menghela napas, jika saja ia tidak ingin menikahi Ayana. Mungkin rambut asistennya itu sudah ia acak-acak. Tenang Daniel, ini demi kelangsungan kemageranmu di masa depan.

Dengan senyum yang dipaksakan. Daniel pun berkata, “Baiklah, kau boleh berbicara dengan keluargamu. Tetapi, harus bersamaku dan di kamarku!” putusnya.

***

Daniel benar-benar bertindak sangat cepat, baru saja ia mengatakan Ibu dan kedua Adiknya akan datang. Berselang beberapa menit setelah mengatakan itu, keluarganya kini tengah duduk di sofa yang ada di kamar Daniel.

Baru kali ini, Daniel membiarkan seseorang masuk ke dalam kamarnya. Pembantu di rumah itu saja dilarang menginjakkan kaki ke kamar majikannya itu, tapi bagaimana bisa ia dengan santainya membiarkan keluarganya berada dalam kamar mewahnya itu? Ayana benar-benar tidak mengerti jalan pikiran lelaki itu.

“Tuan, ada hal apa sehingga memanggil kami ke sini?”

Pertanyaan dari Larissa, ibu kandung dari Ayana menghilangkan kesunyian di kamar ini. Ayana menebak jika ibunya sebenarnya tidak nyaman harus berhadapan dengan Daniel yang notabenenya adalah Majikan Ayana.

Ayana melirik ke arah Daniel, lelaki itu terlihat santai dan tersenyum hangat pada Larissa. Benar-benar seperti menantu idaman. Kumohon Ibu, jangan luluh.

“Mungkin tidak perlu berbasa-basi. Begini Ibu Larissa, aku berencana ingin menikahi Putri cantik Anda.”

Ayana tersedak, begitu pula kedua adiknya. Tidak, bukan karena ia kaget masalah pernikahan yang dikatakan majikannya itu. Tapi apa yang dikatakan Daniel barusan? Putri cantik? Pencitraan sekali Tuan Besarnya itu.

“Tuan, bisakah aku berbicara pada Ibuku? Hanya berdua?” Ayana menyela.

Daniel mengangguk, ia tidak boleh terlihat kejam di mata Ibu Mertuanya. “Silakan, tapi jangan lama yah, Ay,” tuturnya dengan manis.

Diberi kesempatan seperti itu, Ayana segera mengajak Ibunya ke dapur. Setelah merasa aman dari jangkauan Daniel, gadis itu menghela napas. Sekarang ia harus berbicara secara serius dengan Larissa. Pernikahan ini tidak boleh terjadi. Sehingga ia akan meminta Ibunya untuk menolak lamaran majikannya itu.

“Ay, apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Tuan Daniel?” tanya Larissa penasaran.

“Ibu, itu tidak penting sekarang. Yang penting adalah Ibu harus menolak lamaran Tuan Daniel,” pinta Ayana.

“Kenapa Ayana? Kenapa Ibu harus menolak lamaran Tuan Daniel?” tanya Larissa. Ia tidak tahu yang terjadi sekarang. Wanita itu juga kaget karena tiba-tiba dibawa ke rumah mewah majikan anaknya dan diberitahu tentang pernikahan Ayana.

“Aku tidak bisa menjelaskan sekarang, Ibu. Aku tidak ingin menikah dengan Tuan Daniel, dan kau harus membantuku untuk menolaknya.”

“Ay, apa sudah selesai mengobrolnya dengan Ibu Mertua?” Daniel mengagetkan Ayana. Lelaki itu tampak berdiri dengan tampan di sebelah pantri.

“Tuan....”

“Oh iya, Ibu Mertua. Rencananya kami akan menikah tiga hari lagi setelah kepulangan Ayahku dari Paris.” Daniel mendekati Larissa lalu mengajaknya keluar.

Apa-apaan ini?

Ayana menunduk pasrah. “Selamat tinggal masa depan cerah dan bayi-bayi rajinku!” Ayana menangis sejadi-jadinya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • CEO Mager dan Pembantu Kesayangannya   50. Akhir Sebuah Kisah

    "Yang, paku!"Aku mengulurkan tangan ke belakang dengan posisi sedikit menyamping, sementara pandanganku tetap lurus pada dinding. Entah penglihatanku yang miring, atau memang pigura ini yang ingin kupasang sengaja ingin membuat tandukku naik.Astaga, malah lupa aku. Sebenarnya sudah seminggu aku dan Daniel menempati rumah baru kami. Mungkin kalian masih ingat, setahun lalu Daniel memutuskan untuk membangun rumah tidak jauh dari rumah ibuku.Awalnya aku bersikeras menolak, untuk apa coba ia membangun rumah mewah lagi. Sementara ada rumah ayahnya yang kelak akan menjadi miliknya. Bukankah Daniel terlalu membuang-buang uang? Aku menyetujui ia membangun rumah dan pindah ke rumah ibu karena aku kasihan melihatnya memasang tenda di depan rumah demi membujukku. Mungkin jika hanya Daniel yang ada di tenda itu, aku tidak masalah. Biarkan saja suamiku itu merasakan penderitaan. Tapi aku khawatir pada Mark.Dasar memang

  • CEO Mager dan Pembantu Kesayangannya   49. Pindah Rumah

    Mark benar-benar geram, diturunkannya Ardila yang digendong layaknya karung besar di kursi kayu. Tepatnya di bawah pohon yang ada di depan rumah gadis itu. Matanya menyorot tajam, membuat Ardila yang dihempas seperti barang menjadi ciut nyalinya.Sakit tapi tidak berdarah. "Kenapa? Mas kok ngeliatin aku kayak gitu?" Meski takut, namanya juga Ardila gadis barbar tak berakhlak. Mulutnya tetap akan terus mengoceh tanpa henti.Mark menyunggingkan bibirnya, ia tidak menyangka wajah sepolos bayi, kulit seputih susu dan senyum manis yang bikin diabetes bisa berubah menjadi zombie ganas. Ardila memang bukan gadis remahan biasa. Ia harus waspada, perawakan gadis itu saja yang kalem. Tapi di dalamnya, sungguh terlala kata Bang Haji Rhoma."Kamu tau nggak yang kamu jambakin tadi siapa?"Ardila bingung. "Teteh Ayana!"Lagi, bibir Mark tersungging diikuti matanya yang memutar malas

  • CEO Mager dan Pembantu Kesayangannya   48. Daniel Minta Cerai?

    Waktu cepat sekali berlalu, sudah sebulan lebih ia menjalani hari-harinya tanpa Daniel. Oh iya, apa kabar dengan lelaki itu? Pertemuan terakhirnya hanya saat di rumah sakit itu saja. Setelahnya, sang suami tidak pernah lagi mengunjunginya. Sekedar telpon, atau bahkan mengirim pesan pun tidak ada sama sekali.Apa suaminya itu sudah melupakannya? Atau mungkin kini Daniel telah menemukan penggantinya.Ayana merasa rindu pada Daniel, terlihat jelas air matanya mengenang di pelupuk. Ketika ia sendiri, perasaannya benar-benar kacau. Jujur, Ayana ingin kehidupannya seperti dulu. Setiap pagi terbangun untuk membereskan kamar mewah sang suami. Memasak makanan favorit Daniel, dan mengurus lelaki itu dengan baik.Dulu saat masih menjadi pesuruh Daniel, ia sangat ingin bebas, tidak terikat oleh lelaki itu. Tapi sekarang saat semua sudah ia capai, ia jadi ingin kembali menjadi pesuruh. Manusia memang tidak pernah ada puasnya. Dikasih A, m

  • CEO Mager dan Pembantu Kesayangannya   47. Hilang Semua Mimpi

    "Maaf Pak, Bu Ayana tidak hamil. Ia hanya kelelahan dan masuk angin."Terngiang-ngiang, terbayang-bayang, berputar-putar bagaikan kaset rusak. Perih, hati seakan tersayat-sayat. Bagaimana bisa derita ini menimpa Daniel? Ia sudah mengerahkan segala tenaga, waktu dan pikiran.Terus Dokter seenak jidat mengatakan Ayananya tidak hamil. Dimana hati nurani dokter itu?"Huaa...." Daniel menangis pilu, meraung-raung di lantai kamarnya.Haruskah ia bunuh diri? Loncat dari lantai 15 kantornya? Atau minum racun tikus? Hancur sekali perasaannya. Lesu, kepala Daniel menoleh pelan. Napasnya terasa berat. Kereta bayi, pakaian bayi, buket bunga mawar putih untuk Ayana tertata rapi di meja.Mark, bawahannya tetap setia menemaninya. Tidak sedikitpun lelaki itu beranjak dari samping Daniel yang selonjoran di lantai.Mark pernah membaca sebuah buku, dalam buku itu mengatakan; bahagia b

  • CEO Mager dan Pembantu Kesayangannya   46. Calon Ayah

    Kuping Margaret hampir saja pecah jika Daniel tidak menghentikan teriakannya. Bagaimana tidak? Ia baru saja masuk ke kamar tuannya itu dengan niat mengantarkan makanan, namun baru saja selesai meletakkan makanan.Entah kerasukan apa? Tuannya itu loncat kegirangan dengan lengkingan suara seperti tikus kejepit."Tuan!" Terpaksa Margaret bernada tinggi memanggil Daniel. Lagian ada apa dengan lelaki itu yang tersenyum semringah sembari mencium ponselnya bertubi-tubi. Sakit jiwa!"Margaret, Margaretku." Daniel menyimpan ponselnya di meja, lalu menghampiri Margaret. Meraih kedua tangan wanita itu kemudian mengayunkannya ke kiri dan ke kanan.Belum sampai disitu keterkejutan Margaret akan tingkah Daniel yang seperti teletubies. Tubuhnya diputar-putar, mirip film India. Rani Mukherjee mungkin tahan jika diputar seperti itu, tapi Margaret tentu saja tidak. Kepalanya sungguh pusing.Beberapa menit setela

  • CEO Mager dan Pembantu Kesayangannya   45. Hamil?!

    Pagi yang buruk untuk Ayana hari ini. Mual-mual, kepala pusing, tubuh meriang dan pegal-pegal. Ia seperti sangat kelelahan, padahal seingatnya yang ia lakukan hanya pergi ke kampus dan membantu ibunya memasak. Itu saja ia hanya mencuci sayuran.Matanya masih sangat mengantuk, tapi subuh-subuh sudah harus terbangun karena perutnya yang kesakitan. Tenggorokannya sangat kering akibat terlalu banyak memuntahkan isi perut. Ayana benar-benar sakit.Di saat ia sedang meringkuk di kasurnya seperti bayi, Ayana mendengar pintu kamarnya diketuk. Dengan suara berat, perempuan itu menyuruh sang pengetuk masuk."Masuk saja, tidak dikunci."Pintu dibuka, Ario sudah berdiri dengan gagahnya lengkap seragam sekolah—putih abu-abu.Melihat sang kakak yang tak menyambutnya dengan baik, Ario langsung saja menghampiri Ayana."Loh Teteh kenapa?" Ia khawatir dengan kakaknya yang tengah memegangi perutny

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status