Share

Ilham Terluka

Tiba-tiba bannya kempis sehingga membuat mobil itu terasa oleng. Ilham menepikan mobilnya, kemudian turun memeriksa. Dia menghembuskan nafas kasar. Ternyata bannya kempes. Dia mengambil serep ban kemudian dengan tangan perkasanya mulai memutar pengait ban dan memulai menggantikan dengan yang baru. Baru akan mengganti, tiba-tiba ada tiga lelaki menghampiri mereka.

“Tidak boleh parkir di sini. Semua ada aturannya. Kalian harus membayar.” Tias mengerutkan kening. Melihat dari gelagatnya,ada ketidakberesan pada mereka. Tias turun dari mobil, kemudian siaga jika ketiga lelaki itu akan berbuat semena-mana. Tangannya sudah gatal ingin memberi tanda perkenalan pada lelaki di depannya itu, yang sudah belagu.

“Maaf, mas-mas. Kami ‘kan kempes bannya. Bukan karena ingin parkir. Kalau memang harus membayar, kami akan bayar.” Kawanan lelaki dengan baju warna hitam dan tato dimana-mana itu memandang mesum pada diri Tias. Seakan-akan Tias adalah mangsa empuk sebagai penghangat ranjangnya.

“Kalau sama eneng sih tidak usah, tapi temani abang malam ini.” Ilham mengeratkan tangannya. Dia sangat marah melihat sang wanita yang diam-diam sudah mengisi batinnya dilecehkan. Dianmendekat, kemudian menghampiri ketiga lelaki itu. Langkahnya cepat, rasanya dia tidak sabar ingin meremukkan tulang belulang ke empat bajingan itu.

“Yang sopan. Kau minta bayaran berapa?” tanya Ilham.

“Boleh juga, Lo. Gue suka cara lo yang tidak rela wanitanya diganggu cowok lain. Tapi sayangnya, gue sudah tidak tertarik dengan duit lo. Gue lebih tertarik dengan tubuh wanita lo.” Ilham mengeratkan gigi-giginya, hingga bunyi gemeretuk. Dia menggenggam tangannya kuat-kuat.

“Berani lo semeter saja dekat dengannya, habis Lo!” Tapi lelaki yang bertubuh besar dengan tindik di hidungnya dan tato di kedua lengannya, tidak terima dengan sarkasme ilham. Hingga duel tak terelakkan. Ilham yang sudah biasa memenangkan kejuaraan tidak begitu keteteran menghadapi lelaki dengan rambut awut-awutan itu. Mereka bertarung dengan kekuatan tidak seimbang bahkan. Lelaki itu terkapar hanya dengan jurus yang ke tiga. Melihat temannya yang terkapar, lelaki yang sedang berusaha menggoda Tias itu menghampiri Ilham dengan tendangan yang akan melayang ke wajah lelaki dengan kemeja putih itu. Namun, gerakannya bisa dibaca oleh Ilham, hingga tendangannya bisa ditangkis.

Untuk  sejenak, Tias terbengong. Bosnya itu menjadi super keren saat bertarung. Dia tersenyum, kemudian tersadar  jika kali ini sedang dalam mode bahaya. Dia bersiap untuk membantu Ilham bertarung mengalahkan lelaki yang satunya. Rupanya, pergerakan Tias membuat Ilham hilang fokus dan terterndang bertubi-tubi tanpa bisa menangkis, kemudian tersungkur.

“Tias, masuk mobil! jangan keluar!” Dalam keadaan kesakitan, Ilham masih meneriakkan keselamatan untuk sang wanita yang mengisi perasaannya itu.

Akan tetapi, Tias tidak menggubris, dia bahkan melancarkan tendangan. Melihat Tias yang dalam performa prima, Ilham bangkit dan membantunya untuk menyelesaikan pertarungan. Mereka berduet untuk mengalahkan para preman jalanan yang tak tahu malu itu, akan merampok mereka mungkin.

“Ayunkan tendangan!” Ilham memegang kedua lengan Tias dan mengangkatnya, sehingga wanita itu dengan lihai mengarahkan tendangannya ke arah lawan. Satu tendangan mengenai wajah preman dengan jaket jeans dan berambut ikal. Dia sedikit merasa kesakitan. Sang preman dengan jaket kulit tidak terima. Dia maju dan hendak melayangkan tinjunya, tapi Ilham lagi-lagi memberi intruksi kepada Tias untuk mengayunkan tendangan, dengan memutar tubuhnya melewati punggungnya, sehingga kedua kakinya dapat melayang mengenai perut sang preman.

“Wow!” Tias memekik. Dia sering melakuan pertarungan di dalam ring, dengan sabuk hitam menjadi miliknya, tapi itu dulu di sekolah. Dan dengan sisa-sisa kemampuannya, dia bahkan berkolaborasi dengan bosnya real benar-benar melakukannya di dunia nyata.

Ketiga preman itu bangkit Kemudian menyerang bersama-sama. Ilham tidak lengah dia mengaitkan lengannya pada kedua lengan Tias untuk saling suport. Kaki ilham melangkah ke depan, kemudian memutar tubuh  menendang ketiganya. Tendangan itu kena bagian dada salah satu pereman, dan terjerembab ke semak semak. Sekarang giliran Tias yang dia bimbing untuk bermanuver sehingga kaki Tias juga siap melayang dengan bimbingan dari lengan Ilham yang mengayunkan tubuh Tias menuju ke arah kepala lawan kedua preman itu tersungkur hampir bersamaan.

Belum puas rupanya. Mereka segera bangkit, kemudian mengeluarkan sebilah pisau lipat. Mereka mengayun-ayunkan pisau tersebut, sehingga membuat Tias waspada karena ketiganya berada di depannya.

“Sekarang!” Tias memberi instruksi sama Ilham supaya mengayunkan lengannya, sehingga Ilham mengerti dan menganggkat tubuh Tias sehingga wanita itu beradu punggung dengan Ilham. Namun, nasib tidak berpihak. Salah sedikit perhitungan sehingga saat Ilham yang akan beraksi, dia yang maju, sehingga lengan Ilham terkena sabetan pisau.

“Ah, Pak!” Teriak Tias, sehingga dirinya membabi buta menendang lelaki bertato itu, hingga tersungkur ke parit. Bunyi byur terdengar, karena kebetulan aliran irigasi berjalan lancar. Satu lelaki sudah tumbang masuk ke saluran air tinggal berdua. Sedangkan Ilham mengurus lukanya.

“Kalian memang benar-benar minta gue sate.” Tias melayangkan tendangannya. Dia mencoba konsentrasi, walau sebenarnya sudah tidak dapat karena Ilham terasa kesakitan. Dia mengayunkan sebuah galah yang ditemukan di pinggir parit itu dengan gerakan sedikit memutar dia mengarahkan kedua orang itu untuk menyusul salah satu temannya yang sudah lebih dulu terjebur. Parit itu dalam, sehingga paling tidak butuh waktu untuk Tias mengikat lukanya Ilham.

Rupanya, pancingannya berhasil, sehingga dengan licik Tias mengayunkan tongkatnya dan kedua orang itu ambyur ke dalam air. Tias menghempaskan galah itu, kemudian menuju ke tempat dimana Ilham bersimbah darah.

Dia membuka bandananya, yang terbuat dari kain untuk mengikat luka Ilham. Sepertinya, pisau yang digunakan mengandung racun pelumpuh saraf. Tias menotok jalan darah Ilham yang menuju ke jantung. Untuk sementara, mungkin Ilham sedikit aman. Setelah itu, cepat-cepat memapah menuju ke dalam mobil.

“Maafkan saya, Pak. Mungkin mobil bapak akan rusak.” Tias mengemudiakan mobil yang sudah bocor itu, sehingga terasa sangat berat tarikannya. Tapi, tidak ada pilihan lain dari pada jalan kaki. Tias mulai khawatir saat Ilham mulai kehilangan kesadaran. Dia menepi, saat sudah sampai di sebuah desa. Dia mengetuk pintu rumah tersebut.

“Ada apa, Neng?” tanya seorang paruh baya.

“Teman saya terluka, Pak. Bisa tolong tunjukan rumah sakit atau klinik?” Tanya Tias dengan sangat gugup.

“Oh, bawa sini saja dulu, Neng. Akan saya bantu, sambil menunggu petugas medis.” Lelaki paruh baya itu membantu Tias mengangkat tubuh Ilham.

“Bu, Bu ... tolong siapkan air hangat.” Lelaki itu berteriak, mungkin memanggil istrinya. Sang wanita datang dengan sebaskom sir hangat. Dengan keadaan sekeliling, mungkin lelaki itu berprofesi sebagai peracik ramuan herbal.

Lelaki tua itu terlihat mengobati Ilham dengan berbagai alat yang Tias sendiri asing melihatnya. Yang pertama diliahat, lelaki itu menyedot dengan peralatan seperti pumping ASI untuk entah mengambil apanya, tapi darah keluar dari tubuh Ilham. Mungkin, menghisap racun yang masuk.

“Itu apa, Pak?”   

Note : Ah, hebat Tias bisa beladiri. Gitu dong, cewek tidak selalu lemah 'kan? 

Yang ingin kenal sama saya lebih dekat bisa hubungi 088216076937

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status