Share

cepat 4

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2025-04-06 13:25:36

Lorong rumah sakit terasa semakin dingin saat Arman, Ayahnya, dan Ibu Arman menghentikan langkah mereka. Bayangan hitam yang tadi dilihat oleh Asha masih terpatri di benak Arman. Namun, perhatian mereka kini tertuju pada pria paruh baya yang berdiri di depan mereka. Dengan kemeja putih lusuh dan peci di atas kepalanya, pria itu tampak serius namun tenang.

“Bapak dan keluarga maaf kalau saya mengganggu,” ucap pria itu sambil menundukkan kepalanya sedikit. “Saya Pak Ahmad. Saya juga wali pasien di rumah sakit ini. Tapi saya tidak bisa diam melihat situasi keluarga Bapak tadi di lorong.”

Arman menatap pria itu dengan ragu. Ia merasakan dorongan kuat untuk menolak berbicara dengannya, namun ada sesuatu di tatapan pria itu—kejujuran dan ketegasan yang sulit diabaikan. Ayahnya, di sisi lain, menyipitkan mata, mencoba menilai niat Pak Ahmad.

“Kami sedang tidak ingin berbicara dengan orang asing, Pak,” ujar Ayahnya datar, memalingkan wajah.

Pak Ahmad mengangguk, tidak terlihat tersinggung. “Saya paham, Pak. Tapi tolong dengarkan sebentar. Apa yang saya sampaikan ini bisa menyelamatkan keluarga Anda. Kalau tidak saya bicarakan sekarang, akibatnya bisa jauh lebih buruk.”

Arman menoleh ke arah Ayahnya, lalu mendekat untuk berbisik, “Yah, tidak ada salahnya kita dengar apa yang dia katakan. Kalau memang tidak masuk akal, kita abaikan saja. Tapi kalau berguna…”

Ayahnya terdiam sejenak. Setelah menarik napas panjang, ia akhirnya mengangguk. “Baiklah,” katanya dengan nada enggan. “Tapi sebentar saja.”

Ibu Arman menatap Pak Ahmad dengan waspada sebelum beralih pada Arman. “Kalau begitu, Asha dan saya pulang dulu. Kasihan Asha, dia sudah terlalu lelah.”

Arman mengangguk. “Hati-hati di jalan, Bu. Saya akan tetap di sini bersama Ayah.”

Setelah Ibu Arman dan Asha pergi, Arman dan Ayahnya menepi ke kursi panjang di depan ruang ICU bersama Pak Ahmad. Suara mesin rumah sakit yang monoton menemani percakapan mereka.

“Jadi, apa maksud Bapak sebenarnya?” tanya Ayahnya tanpa basa-basi.

Pak Ahmad meluruskan posisi duduknya, menatap Arman dan Ayahnya dengan serius. “Istri Bapak, Bu Siska, tidak sekadar sakit fisik. Ada sesuatu yang menempel di tubuhnya. Jin.”

Perkataan itu membuat Arman dan Ayahnya tertegun. Wajah mereka menegang, sementara tatapan mereka mengeras.

“Jin?” ulang Ayah Arman dengan nada skeptis. “Pak, kami ini orang yang berpikir rasional. Jangan bicara hal-hal yang tidak ada buktinya.”

Pak Ahmad tersenyum tipis, mengangkat satu tangannya perlahan. “Saya paham kalau Bapak ragu. Tapi saya bisa merasakan keberadaannya. Ada sesuatu yang sangat kuat di dalam tubuh istri Bapak. Ini bukan penyakit biasa. Ini adalah hasil dari santet.”

Arman hampir menjatuhkan tubuhnya ke kursi. Kata-kata itu seolah menusuk jantungnya. “Santet? Tidak mungkin… siapa yang tega melakukan itu pada Siska?”

“Saya tidak tahu siapa yang mengirimnya,” kata Pak Ahmad. “Tapi dari energi yang saya rasakan, jin itu dikirim dengan tujuan menghancurkan keluarga Anda.”

Ayah Arman menarik napas panjang, mencoba mencerna informasi itu. “Kalau memang benar seperti yang Anda katakan, apa yang harus kami lakukan?”

Pak Ahmad menundukkan kepala, sejenak terdiam sebelum berbicara lagi. “Pertama-tama, kita harus mengeluarkan jin itu dari tubuh istri Bapak. Tapi ini tidak mudah. Jin yang dikirim lewat santet biasanya sangat kuat. Butuh proses panjang dan kerja sama dari seluruh keluarga.”

“Keluarga kami tidak pernah percaya hal-hal seperti ini,” gumam Ayah Arman, meskipun nadanya mulai melembut.

“Saya tidak meminta Bapak untuk langsung percaya. Saya hanya ingin membantu,” kata Pak Ahmad. “Istri Bapak sedang dalam bahaya besar. Jika jin itu tidak dikeluarkan, kemungkinan tubuhnya akan semakin rusak. Bahkan, nyawanya bisa terancam.”

Suasana hening beberapa saat. Arman memandang ke arah ruang ICU, membayangkan Siska yang kini terbaring di sana. Wajah istrinya yang dulu ceria kini penuh luka dan penderitaan. Ia menggenggam tangannya, mencoba menahan air mata.

“Kalau memang ini satu-satunya cara, saya akan melakukannya,” kata Arman akhirnya, suaranya penuh tekad.

Ayahnya menoleh dengan ekspresi terkejut. “Arman, kau serius? Kita bahkan tidak tahu siapa orang ini.”

Arman mengangguk. “Yah, saya harus mencoba apa saja. Saya tidak bisa kehilangan Siska. Kalau memang ada jin atau apa pun itu di tubuhnya, saya ingin dia disembuhkan.”

Pak Ahmad tersenyum tipis, tampak lega. “Baiklah. Kalau begitu, kita mulai dengan mempersiapkan semuanya. Saya akan memandu Bapak dan keluarga untuk melakukan pengobatan ini. Tapi saya harus memperingatkan, proses ini tidak akan mudah.”

“Apa maksud Anda?” tanya Ayah Arman.

“Jin yang menempel di tubuh istri Bapak akan berusaha melawan. Ia tidak akan diam saja saat kita mencoba mengusirnya. Kemungkinan akan ada hal-hal aneh yang terjadi selama proses ini,” jelas Pak Ahmad.

“Apa pun risikonya, saya siap,” kata Arman tegas.

Pak Ahmad mengangguk. “Kalau begitu, besok pagi saya akan datang ke rumah Anda. Kita akan memulai dari sana.”

Arman mengangguk, meskipun hatinya penuh dengan rasa cemas. Saat ia memandang ke arah ruang ICU sekali lagi, sebuah pertanyaan menghantui pikirannya: Siapa yang tega mengirimkan santet ini kepada keluarganya, dan mengapa?

Namun sebelum mereka beranjak pergi, suara keras dari dalam ruang ICU membuat ketiganya terperanjat. Sebuah benda jatuh dengan bunyi logam beradu lantai, diikuti oleh jeritan seorang perawat.

Pak Ahmad berdiri, wajahnya berubah tegang. “Jin itu mulai bereaksi,” katanya dengan nada gelap.

Arman dan Ayahnya saling pandang, sementara suara dari dalam ruang ICU semakin mengkhawatirkan. Apa yang sedang terjadi di sana?

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 28 C

    Di sisi lain, Arman—seorang duda beranak satu yang juga memiliki latar belakang pendidikan tinggi—sering memperhatikan Dinda. Awalnya, ia hanya menghargai kecerdasannya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kekaguman. Perasaan itu membuatnya gelisah. Ia pun memutuskan untuk berbicara dengan ibunya, Ayu."Ibu, aku ingin bicara sesuatu," kata Arman dengan nada serius saat mereka duduk di ruang tamu.Ayu menoleh, menatap putranya dengan penuh kasih sayang. "Ada apa, Nak? Kau terlihat serius."Arman menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Bagaimana menurut Ibu jika aku ingin melamar Dinda?"Ayu terdiam. Ia memang menyukai Dinda, gadis itu adalah sosok yang baik, pintar, dan berakhlak mulia. Namun, ada satu hal yang membuatnya ragu: perbedaan status mereka. Walaupun sama-sama lulusan S2, Dinda masih gadis, sementara Arman adalah seorang duda dengan seorang anak. Ia tidak ingin Dinda merasa terbebani."Nak, ini bukan perkara mudah. Kau duda

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 28 B

    "Ayah, kardus Mbak Dinda ditaruh di mana?" tanya Ragil yang sedang menjunjung satu kardus bekas berisi buku-buku Dinda untuk kuliah. Di belakang Ragil tampak Edi yang sedang membawa dua tas kain berukuran besar."Eh, ada Mas Ahmad!" ujar Ragil sambil masuk ke dalam ruang tamu, meletakkan kardusnya ke lantai, dan menyalami Arman. Edi pun mengikuti Ragil dan menyalami Arman."Lanjutkan saja ngobrolnya. Saya mau beres-beres barang Mbak Dinda yang sebentar lagi wisuda, jadi sekalian pindahan ke pondok," ujar Ragil dengan senyum lebar. "Letakkan saja di kamar Dinda," jawab Ustadz Ahmad dengan tenang.Ragil mengangguk dan melangkah keluar ruang tamu, diikuti oleh Edi. Mereka berjalan menuju halaman untuk mengambil barang-barang lain dari mobil Xpander milik pondok pesantren.Dinda memang anak yang cerdas dan penuh semangat. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikannya dalam dunia pendidikan agama. Tidak heran jika sekarang ia ingin mengabdikan dirinya di pondok pesantren milik ayahnya

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 28 A

    Seharusnya saya bertanya pada mbok Darmi atau pak Darto, tapi saya tahu hal itu tidak mungkin. Saya ingin sekali melihat makamnya untuk pertama dan terakhir kali dalam hidup saya. Apa ustadz Ahmad kira - kira bisa menunjukkan makam Aisyah dengan kekuatan dzikir atau firasat, atau apapun itu?" tanya Ahmad dengan ragu. Ustadz Ahmad menatap wajah lelaki di hadapan nya dengan prihatin. "Saya tidak bisa mencari makam seseorang dengan cara seperti itu, Pak Arman. Kalau pak Arman ingin mencari makam mbak Ais, lebih baik bertanya pada tetangga atau yang pernah mengenal orang tuanya," ujar Ustadz Ahmad seraya menghela napas panjang.Arman menunduk."Maaf, Ustadz. Apa tidak ada cara lain? Selama mengenal Ais, dia tidak pernah membawa saya ke rumah nya di kampung, dan tidak pernah memperkenalkan saya pada orang tuanya yang sedang bekerja di luar negeri. Bahkan saya hanya melihat foto nya sekali dua kali, jadi saya tidak bisa mengenal saat bertemu dengan pak Darto dan mbok Darmi yang juga sudah

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 27 B

    "Alhamdulillah, kalian datang lagi," ujar Ustadz Ahmad dengan senyum lebar. Ayu dan Arman tersenyum. Arman bersalaman dengan ustadz Ahmad. Sedangkan Ayu hanya mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. "Mari bicara di dalam," ajak Ustadz Ahmad dengan ramah.Ayu dan Arman mengangguk, lalu berjalan mengikuti ustadz Ahmad masuk ke dalam ruang tamu dan duduk di kursi nya yang terbuat dari anyaman rotan. "Bagaimana kabar nya Pak Arman? Apa ada gangguan atau teror lagi yang menyerang keluarga pak Arman?" tanya Ustadz Ahmad serius. Arman dan ibunya menggeleng. "Alhamdulillah tidak ada pak Ustadz. Kami ke sini karena ingin silaturahmi dengan pak Ustadz," sahut Arman tersenyum. Mata ustadz Ahmad berbinar. "Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu, pak Arman, bu Ayu. Insyallah dengan berbuat baik pada sesama makhluk hidup dan selalu berusaha mendekat kan diri pada Allah, rutin salat dan mengaji, puasa sunnah, perbanyak dzikir, kita bisa terjauh dari niat jahat manusia dan jin," ujar U

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    Cepat 27 A

    Dukun tua itu terhuyung ke belakang, matanya terbelalak ketakutan. Dadanya naik turun cepat, napasnya tersengal-sengal. Tangan kasarnya yang penuh kerutan mencengkeram dada seakan hendak mencabut sesuatu yang tak kasat mata dari dalam tubuhnya. Rasa panas menjalar dari perutnya, naik ke dada, lalu menjalar ke tenggorokannya seperti api yang membakar dari dalam."Ukhh... Ukhh..." Batuknya terdengar berat, dan tiba-tiba, darah hitam kental menyembur dari mulutnya, mengotori jubah lusuh yang ia kenakan.Tubuhnya bergetar, menggigil hebat. Ia mencoba berjalan tapi tersandung dan jatuh ke lantai tanah, jari-jarinya mencakar tanah dengan liar, mencari pegangan yang tak ada. Matanya mencari-cari sesuatu, seseorang, tapi tak ada yang bisa menolongnya. Ia berusaha merangkak menuju pintu gubuk reotnya, tetapi tubuhnya terasa semakin berat. Seperti ada ribuan tangan tak terlihat yang menariknya kembali ke dalam kegelapan."Sialan!" gumamnya dengan suara parau. "Santet ini adalah santet paling be

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 26 B

    Ia telah mengamati jadwal Ayu selama beberapa hari. Wanita itu selalu keluar dari kamar setiap beberapa jam, entah untuk mengambil makanan, mengurus administrasi, atau sekadar mencari udara segar. Sabar adalah kunci.Suatu sore, pintu kamar itu terbuka. Ayu keluar dengan langkah cepat, menggenggam kantong plastik kecil berwarna putih. Wajahnya tampak lelah, tetapi ia tetap berjalan menuju tempat pembuangan sampah di ujung lorong.Dukun itu menajamkan penglihatannya. Kantong plastik itu tampak ringan, tapi ia bisa menduga isinya—mungkin tisu bekas, mungkin sisa makanan, atau... sesuatu yang lebih berharga baginya.Saat Ayu melemparkan kantong itu ke dalam tempat sampah dan berbalik pergi, dukun itu menunggu beberapa detik sebelum berdiri dan berjalan santai ke arah yang sama. Sekilas ia melihat ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada yang memperhatikannya. Lalu, dengan gerakan cepat, ia mengambil kantong plastik itu dan menyelipkannya ke dalam sakunya.Di dalamnya, sesuatu yang kecil d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status