Azahra memberikan tisu kepada Ferdi ketika melihat keringat pria itu sangat banyak menempel di pelipis keningnya. “Ini Bang tisunya, sejak tadi Abang keringat terus." Azahra berkata dengan sangat polosnya.
Ferdi semakin salah tingkah ketika semua mata yang ada di dalam ruangan ini memandang ke arahnya. Ferdi bersikap setenang mungkin, ia berharap mama, papa, uncle, dan aunty nya tidak melihat sikapnya yang salah tingkah. Diambilnya tisu yang diberikan oleh Azahra. Diusapnya tisu itu ke pelipis keningnya yang bercucuran keringat. "Mengapa bisa seperti ini," pikir Ferdi. Ia tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya saat ini. Apakah AC di dalam ruangan ini tidak dingin sehingga membuat dirinya merasa sangat kepanasan hingga keningnya bercucuran keringat.
Ferdi mengambil cangkir berisi kopi yang ada di atas meja kaca. Ia meminum kopi yang ada di dalam cangkir itu dengan sangat perlahan-lahan. Sejak tadi pria itu sudah merasakan sesuatu hal yang berbeda. Bahkan dirinya sudah tidak bisa lagi banyak berbicara. Rasa malu, degup jantung yang tak menentu. Membuat pria itu tampak salah tingkah.
"Untung aja tadi azahra mau jemput,” ucap Andi yang memandang Azahra yang duduk di sampingnya.
“Rara kasihan om kalau Bang Ferdi pulang sendiri,” balas azahra. Azahra tersenyum malu ketika memandang ke arah Ferdi.
“Kenapa gitu,” tanya Indah.
“Bang Ferdi pasti nangis tante, soalnya dia sudah berharap akan dijemput sama orang satu RT,” Azahra tertawa dengan menutup mulutnya.
“Ini anak kecil ikut-ikutan ya,” Ferdi sangat kesal ketika mendengar apa yang dikatakan Azahra. Adik sepupunya itu begitu sangat pintar membuat dirinya tidak mampu berkata-kata. Saat ini hati dan perasaannya seperti sedang diaduk-aduk.
“Kecil-kecil gini udah bisa dilamar." Andi sengaja mamandang kearah putranya yang sudah salah tingkah.
Ferdi diam saat mendengar ucapan Papanya. Ia benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk berkata apa-apa. Setiap kali ia berbicara pasti akan mendapatkan balasan yang membuat dirinya semakin terdiam.
Attar hanya tersenyum memandang sikap keponakannya. Melihat sikap genit putrinya yang terlihat malu-malu, Attar bisa mengetahui bahwa putrinya menyukai keponakannya tersebut.
“Isa nggak bisa bayangin kalau nanti Isa naik level lagi. Yang awalnya dipanggil aunty kemudian dipanggil mama,” ucap Alisa yang membuat air berwarna hitam yang baru saja masuk ke dalam mulut Ferdi menyembur keluar.
Wajah pria itu begitu marah ketika dirinya mengalami hal itu untuk yang ketiga kalinya.
“Abang dari tadi kenapa nyembur-nyembur terus, gak ada kerjaan lain apa, pasti minumnya nggak baca bismillah," ucap Azahra yang memberikan tisu ke tangan Ferdi.
Attar, Indah, Andi, dan juga Alisa, hanya tertawa ketika mendengar perkataan polos Azahra.
“Ingat itu Fer, kalau minum baca bismillah, makan apa lagi, biar jangan kayak gitu ya Azahra,” tanya Andi yang mengusap kepala gadis tersebut.
“Iya Om, sejak tadi Bang Ferdi gitu terus, udah 2 kali dan ini kali ketiganya.” Azzahra berkata dengan mengangkat tiga jarinya. Azahra mengambil tisu dan memberikan untuk Ferdi.
“Kalau yang kayak gini nggak usah dihitunglah dek." Ferdi mengambil tisu yang diberikan Azahra dan mengusap mulutnya serta bajunya yang tertumpah air kopi.
“Jadi gimana kamu punya calon istri atau nggak?" tanya Indah yang mengusap punggung putranya.
“Kalau punya kenalkan sama kita,” ucap Attar.
“Iya kalau ada kenalkan sama papa, mama, aunty, dan juga uncle. Ingat kamu itu sudah tua. Kalau gak nikah juga nanti gak bakalan ada lagi yang mau,” jawab Andi.
Azahra merasakan dadanya yang terasa begitu sangat sakit ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh omnya tersebut. Azahra ingin menangis saat ini. Bagaimana bila seandainya Abang sepupunya itu memang sudah memiliki calon istri.
Ferdi hanya diam ketika mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh keluarganya tersebut. Dirinya begitu bingung untuk menjawab apa. Apapun jawabannya sudah pasti dia akan kena selalu.
“Abang mau ke kantor lagi, isi absen pulang,” ucap Andi setelah menghabiskan kopi yang ada di dalam cangkirnya.
“Iya kakak juga mau permisi langsung pulang,” ucap Indah yang memegang tangan suaminya.
“Iya bang," Jawab Attar yang menyalami tangan Abangnya.
"Pa." Ferdi menghentikan kalimat yang akan dikatakannya ketika mamanya langsung memotong ucapannya.
"Azahra sudah sangat rindu sama kamu. Jadi kamu pulang dengan Azahra saja," ucap Indah yang tersenyum.
Ferdi menganggukkan kepalanya tanpa berkata-kata lagi.
"Dad, Rara pulang dulu. Tadi Akbar minta belikan pizza.” Ucap Azahra yang sudah menjanjikan pizza kesukaan adiknya.
“Iya hati-hati ya sayang. Daddy sebentar lagi pulang," Attar berucap dengan mengusap kepala putrinya.
“Iya Daddy,” jawab Azahra yang memeluk Daddynya.
“Udah gadis nggak boleh manja lagi sama Daddy,” ucap Alisa yang melarang putrinya.
“Selagi belum nikah boleh ya dad,” ucap Azahra yang tetap memeluk Daddynya.
“Apa Azahra sudah mau nikah,” tanya Alisa.
Azahra hanya tersenyum ketika mendengar pertanyaan mommynya. “Kata mommy menikah muda itu enak,” ucap Azahra dengan sangat polosnya.
Dengan cepat Alisa menutup mulut putrinya dengan telapak tangannya.
“Ini Mommy kasih cerita apa ke anak,” Attar bertanya dengan memandang istrinya.
“Gak ada by. Isa cuma bilang ke Azahra, Nggak boleh pacaran, dari pada pacaran lebih baik nikah aja,” Alisa menjelaskan.
“Tuh udah bisa dilamar udah mau nikah,” ucap Indah yang mengusap pundak Ferdi.
Ferdi hanya diam menahan rasa malu.
****
Azahra duduk di samping kemudi. Rasa rindunya terhadap pria yang saat ini duduk di sampingnya tidak dapat disembunyikannya. Azzahra memandang Wajah pria tampan tersebut.
Ferdi yang memasang sabuk pengamannya menyadari tatapan Azahra kepadanya. “Apa nggak bosan-bosan Dek dari tadi liatin abang,” tanya Ferdi yang sedikit memutar kepalanya memandang Azzahra.
Azzahra tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Rara itu rindu sekali sama Abang," jujur Rara berkata.
“Pasang dulu dek sabuk pengamannya, nanti kalau sudah pakai sabuk pengaman baru lihatin Abang lagi.”
Azahra tertawa dan memasang sabuk pengaman yang ada di samping kursinya. “Rara sampai lupa Bang, ini efek karena lihatin Abang.” Azzahra menggombali pria tersebut.
Ferdi mengusap keringatnya dengan lengan bajunya.
“Rara itu sekarang sering bangunnya kesiangan Bang,” ucap Azahra yang memandang Ferdi.
“Kenapa bangun kesiangan, apa tidurnya kemalaman,” tanya Ferdi yang sudah menjalankan mesin mobilnya.
Azahra tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Karena Rara tuh ingin selalu bermimpi tentang abang."
Ferdi diam dengan mulut terbuka ketika mendengar gombalan dari adik sepupunya.
“Bagi Rara nggak kaya sih enggak apa-apa bang, asal bisa cukup cukupan aja,” ucap Azzahra.
“Cukup apanya,” tanya Ferdi.
“Cukup lihatin Abang,” jawab Azahra yang tersenyum. Azahra begitu sangat senang menggoda pria yang duduk disampingnya, melihat Abang sepupunya salah tingkah seperti ini. Jiwa usilnya semakin meningkat.
“Pintar ya Dek gombalin,” ucap Ferdi.
Azahra menganggukkan kepalanya. “Abang nggak mungkin gombalin Raram makanya Rara yang gombalin Abang,” ucapnya dengan sangat polosnya.
Ferdi hanya memejamkan matanya ketika mendengar jawaban gadis tersebut. Situasi seperti ini tidak pernah terbayangkan oleh Ferdi sebelumnya. 3 tahun terakhir ini sikap Gadis itu begitu sangat tertutup terhadapnya. Azahra hanya menghubunginya lewat via telepon dan bercerita seperti biasanya.
Ferdi hanya diam mengemudikan mobil pria itu sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.
“Bang, gimana kalau Kita main,” usul Azahra.
“Kita ini udah besar Dek Masa masih mau main,” ucap Ferdi.
“Biar jangan mengantuk bang,” jawab Azahra.
“Gimana mainnya,” tanya Ferdi.
“Abang ambil hati Rara, dan Rara akan mengambil hati Abang.” Azzahra tertawa kecil ketika mengutarakan keinginannya.
Ferdi menelan salivanya ketika ia menyadari bahwa dirinya kena lagi oleh gadis tersebut.
“Untung aja kita naik mobil Ya bang nggak naik motor,” ucap Azahra yang memandang pria yang saat ini mengemudikan mobil dengan memandang ke depan.
“Kalau naik motor kenapa,” tanya Ferdi.
“Pasti di stop polisi Bang,” jawab Azahra.
Ferdi mengerutkan keningnya ketika mendengar ucapan adik sepupunya, mana mungkin dirinya di stop polisi. “Apa sebab dek,” tanya Ferdi.
“Iya soalnya kan kita tarik 3,” jawab Azahra.
“Siapa saja,” tanya Ferdi.
“Rara, abang dan cinta,” jawab Azahra yang tersenyum.
Ferdi sudah tidak tahan digombalin oleh Azahra habis-habisan. Pria itu memberhentikan Mobilnya di pinggir jalan dan menarik nafasnya dengan sangat keras kemudian menghembuskan napasnya.
“Apa Bang, mau ngasih Rara sesuatu ya,” tanya Azahra yang berharap pria itu akan menggombalinya juga.
“Sekali lagi ngomong mulutnya Abang lakban,” ucap Ferdi yang menunjuk hidung gadis tersebut.
Azahra menelan salivanya ketika mendengar ucapan pria tersebut.
“Di dalam mobil nggak ada lakban Bang,” ucapnya kemudian.
“Di tas Abang ada,” jawab Ferdi.
Azahra kemudian diam dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Kenapa jantung aku berdebar-debar seperti ini melihat sikapnya, rasanya aku tidak mampu mengendalikan diri aku. Ada apa ini,” Ferdi bertanya di dalam hatinya, perasaan seperti ini sudah lama tidak dirasakannya.
****
Sejak tadi ekor mata pria itu tidak ada henti-hentinya melirik ke arah kursi yang ada di sampingnya. Dilihatnya Azahra yang hanya diam memandang keluar jendela tanpa berbicara lagi. Melihat sikap Azahra seperti ini, membuat Ferdi merasa bersalah. "seharusnya aku gak larang dia berbicara," sesal Ferdi. Suasana di dalam mobil ini terasa hening tanpa ada celoteh gadis genit di sampingnya. Hanya suara musik di dalam mobil yang terdengar memecahkan kesunyian. "nyesel juga nyuruh dia diam, jadi sepi." Ferdi berkata di dalam hati. Berulang kali pria itu memandang Azahra secara diam-diam.“Adek,” panggil Ferdi.“Hmmm,” saut Azahra yang tidak memandang ke arahnya.“Kok jawab nya cuma gitu dek?" Tanya Ferdi.Azzahra hanya diam tanpa menjawab.“Adek lihatin apa?" Ferdi berusaha untuk mengajak gadis itu berbicara.“Nggak ada,” jawab Azahra.“Kenapa lihatnya cuman ke san
Selama di perjalanan menuju ke rumah Azahra, Ferdi tidak ada henti-hentinya merasakan degup jantungnya yang tidak menentu. Suhu tubuhnya yang berubah setiap saat. Terkadang panas hingga keringat bercucuran di pelipis keningnya, saat gadis remaja itu menggombalinya. Namun juga terkadang adem ketika melihat senyum manis gadis tersebut. Pria itu tidak ada henti-hentinya tertawa ketika Gadis itu bercerita sangat lucu kepadanya. "Apa ini yang dikatakan cinta itu berjuta rasanya," pikir Ferdi di dalam hati. Namun pria itu secepat mungkin menghilangkan pikirannya.Ferdi memberhentikan Mobilnya di halaman rumah milik unclenya. Pria itu memandang sekilas gadis yang duduk disampingnya."Abang turun dulu ya," pinta gadis tersebut.“Iya,” jawab Ferdi yang sedikit tersenyum.Azahra membuka pintu mobilnya dan kemudian turun dari dalam mobil yang diikuti oleh Ferdi.Ferdi keluar dari dalam mobil, matanya tertuju memandang sosok anak laki-laki yang ber
Ferdi masuk ke dalam kamar tidurnya. Kamar ini sudah 4 tahun ditinggalkannya, namun interior dan posisi barang-barang di dalam kamar itu masih sama seperti yang di tinggalkannya dulu. "Kenapa kamar ini nggak pernah direnovasi selama aku tinggalkan." Pria itu bertanya dengan tersenyum tipis.Ferdi melangkahkan kakinya menuju ke arah lemari pakaian miliknya. Kakinya terhenti ketika berada di salah satu pintu lemari yang menjadi tujuannya. Dibukanya pintu lemari tersebut dan membuka laci kecil dengan menggunakan kunci yang diambilnya dari dalam saku celananya. Ferdi mengambil surat yang pernah diberikan oleh neneknya Azahra kepadanya.Surat ini selalu disimpannya dengan sebaik mungkin. Ferdi berjalan menuju ke tempat tidur. Ia duduk di atas tempat tidur dengan menurunkan kakinya ke lantai. Dibukanya surat itu dan membacanya. Surat ini begitu sering dibacanya ketika dirinya merindukan mama Nurjannah.“Mama selama ini aku selalu mengatakan kepada mama, ba
“Mau ke mana,” Andi bertanya kepada putranya ketika pria itu sedang makan bersama dengan istrinya.“Mau jalan,” jawab Ferdi.“Belum sampai sehari di rumah udah mau pergi, bukannya ikut makan malam di sini,” ucap Indah.“Kalau seandainya aku duduk di sini makan malam, yang ada aku tuh bakalan diomelin ma,” jawab Ferdi.“Diomelin kenapa?" Indah pura-pura tidak tau.“Karena belum dapat calon istri,” jawabnya.“Kalau kami tidak sibuk mengingatkan kamu seperti ini, ya kamu nggak nikah-nikah nanti. Mulut Kami ini sudah capek memberitahu. Bila seandainya pohon, mungkin daunnya sudah rimbun, seperti itulah kami berbicara mengingatkan, menawarkan, dan meminta kamu untuk menikah. Bila kamu tidak bisa mencari istri kami carikan,” tutur Andi. Andi tidak mengerti mengapa dirinya selalu mengalami hal seperti ini. Dulu adiknya begitu tidak mau disuruh menikah dengan berbagai alas
“Akbar nanti mau main apa," tanya Ferdi."Tentu saja aku ingin bermain basket." Akbar berkata dengan mempraktekkan gerak tangannya yang menunjukkan bahwa dirinya sedang melemparkan bola ke keranjang.Ferdi tersenyum ketika mendengar penjelasan dari anak laki-laki tersebut.“Aku juga ingin bermain game, pokoknya aku ingin bermain sepuasnya,” Akbar mengangkat kedua tangannya ke atas."Apa tidak mau mandi bola.” Ferdi menawarkan.Azahra tertawa saat mendengar penawaran yang diberikan oleh Ferdi. Adik laki-lakinya itu begitu tidak mau diajak masuk ke arena mandi bola.Ferdi memandang Azahra dengan mengerutkan keningnya.“Tidak, aku tidak mau mandi bola, itu arena bermain anak-anak bayi,” jawab Akbar.“Abang lihat banyak kok anak-anak seumuran Akbar yang main di arena mandi bola,” jelas Ferdi.“Aku ini sudah SD bukan anak TK,” protes Akbar.Azahra hanya
"Apa masih mau main di sini?" tanya Ferdi yang memandang Azahra.Azahra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dirinya masih ingin menikmati kebersamaan bersama dengan pria yang saat ini sedang memegang tangannya. "Kalau Daddy tahu pasti marah. Tapi ini ceritanya beda." Azahra berkata dalam hatinya. “Anggap saja dirinya saat ini mencari kesempatan yang ada." Pikirnya. Ia seakan tidak ingin pria itu melepaskan tangannya. Pria itu memegang kedua tangannya dengan posisi pria itu berada di depannya, sehingga azzahra bisa melihat wajah tampan pria itu dengan sangat dekat seperti ini. Senyum pria itu mampu menyejukkan hatinya.“Abang ajarin ya biar bisa seluncuran seperti Akbar. Lihat tuh Akbar sudah pandai seluncurannya." Ferdi berkata dengan memandang ke arah arah Akbar yang berada di depannya. "Lihat itu dek, Akbar udah dapat cewek.”Ferdi tersenyum ketika melihat anak laki-laki itu sudah menemukan teman perempuan, dan sekarang Akbar sedang
“Enggak udah beda, kamar yang sekarang di samping kamar yang lama,” jawab Attar.“Kalau gitu nggak usah dianterin, biar abang yang bawa Akbar sendiri. Masih ingat kamarnya,” ucap Ferdi.“Nanti nggak bisa buka pintu,” ucap Azahra.“Bisa,” jawab Ferdi yang kemudian pergi meninggalkan ruang tamu tersebut."Daddy,” Azahra tersenyum dan duduk disamping Daddynya. Tangannya melingkar di pinggang Daddynya."Anak Deddy kelihatannya terlalu senang ya,” Attar tersenyum dan mengusap kepala putrinya.Azahra hanya tersenyum malu mendengar ucapan Daddynya.“Jadi anak gadis nggak boleh genit,” Attar berucap dengan sedikit menarik hidung putranya.“Gak Genit kok dad,” jawab Azahra.“Gak genit, cuman ya seperti itulah,” ucap Alisa.Azahra hanya memajukan bibirnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Daddy dan juga mommyny
Sejak pulang dari mall Azahra tidak ada henti-hentinya tersenyum. Wajahnya bersemu merah ketika mengingat wajah pria yang begitu sangat dicintainya. Diletakkannya tangannya di atas dadanya dan memejamkan matanya. Ia merasakan degup jantungnya yang saat ini masih terasa berdebar. "Cinta itu tidak memandang usia. Banyak kok gadis usia muda cinta dengan laki-laki yang usia mapan. Bahkan mommy juga seperti itu." Azahra tersenyum lebar ketika mengingat hal tersebut. Dirinya berencana untuk mencari informasi tentang masa lalu mommynya. Bagaimana ceritanya mommynya bisa menikah dengan Dedinya. Hal ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. "Jangan-jangan mommy juga sama seperti Rara yang ngejar-ngejar Daddy lebih dulu." Azahra mengambil kesimpulan.Azahra memandang wajahnya di depan cermin, hijab yang tadi dipakainya sudah dilepasnya. Rambutnya yang berwarna kecoklatan lurus dan juga panjang sudah di gerainya. "Ternyata Rara itu memang sama seperti mommy. Rambutnya sama