🌹🌹🌹
Utari pulang menggunakan taksi ia tak berhenti menggerutu dengan semua perlakuan Marvel padanya.
"Apa dia memang seperti itu! Dia pikir aku ini apa!"
Sopir taksi yang mendengar ucapan Utari melirik sekilas. Ia tak ingin banyak tanya, pasti gadis ini adalah salah satu wanita panggilan om om yang biasa jadi penumpang rutin tiap malamnya.
"Alamatnya, Non!" tanya sopir taksi itu memecah kesunyian.
"Jalan saja, Pak! Nanti aku beri tahu!" Utari menjawab malas.
Gadis itu kembali memikirkan tentang Marvel. Laki-laki angkuh, arogant itu kini menjadikan dirinya sebagai kekasih gelap.
"Huuuh ... Kenapa aku tak bisa menolaknya!" Utari mengeluh kesal mengingat sikapnya yang pasrah dengan perlakuan Marvel.
Utari telah kehilangan segala-galanya, bagaimana jika terjadi apa-apa padanya mungkinkah pria itu akan mempertanggung jawabkan perbuatannya itu.
Utari meremas tangannya yang terasa begitu dingin.
Di persimpangan jalan gadis itu meminta sopir taksi itu menurunkannya.
Pikirannya semakin kacau, jawaban apa yang akan di berikan pada ibunya saat ini. Pulang larut malam bagi seorang gadis sepertinya.
"Utari ....!" panggil satu suara yang tiada lain adalah Ibunya.
Gadis itu tak sadar bila sudah sampai di depan pintu rumahnya.
"Ibu ....!" kejutnya
"Kamu dari mana? Mengapa baru sampai di rumah jam segini!" tegur wanita setengah baya itu dengan tatapan menyelidik.
"Itu ... Itu, Bu! Ada kelas tambahan untuk para semester akhir!" gugup Utari merasa di telanjangi oleh tatapan tajam wanita yang melahirkannya itu.
"Ibu tidak suka kamu berbohong!"
"Be ... Betul, Bu!" Utari semakin gugup.
"Masuklah! Ayahmu sudah menunggu!" wanita tua itu segera melangkah ke dalam menemui suaminya yang sudah duduk di ruang tengah.
5
Utari pulang menggunakan taksi ia tak berhenti menggerutu dengan semua perlakuan Marvel padanya.
"Apa dia memang seperti itu! Dia pikir aku ini apa!"
Sopir taksi yang mendengar ucapan Utari melirik sekilas. Ia tak ingin banyak tanya, pasti gadis ini adalah salah satu wanita panggilan om om yang biasa jadi penumpang rutin tiap malamnya.
"Alamatnya, Non!" tanya sopir taksi itu memecah kesunyian.
"Jalan saja, Pak! Nanti aku beri tahu!" Utari menjawab malas.
Gadis itu kembali memikirkan tentang Marvel. Laki-laki angkuh, arogant itu kini menjadikan dirinya sebagai kekasih gelap.
"Huuuh ... Kenapa aku tak bisa menolaknya!" Utari mengeluh kesal mengingat sikapnya yang pasrah dengan perlakuan Marvel.
Utari telah kehilangan segala-galanya, bagaimana jika terjadi apa-apa padanya mungkinkah pria itu akan mempertanggung jawabkan perbuatannya itu.
Utari meremas tangannya yang terasa begitu dingin.
Di persimpangan jalan gadis itu meminta sopir taksi itu menurunkannya.
Pikirannya semakin kacau, jawaban apa yang akan di berikan pada ibunya saat ini. Pulang larut malam bagi seorang gadis sepertinya.
"Utari ....!" panggil satu suara yang tiada lain adalah Ibunya.
Gadis itu tak sadar bila sudah sampai di depan pintu rumahnya.
"Ibu ....!" kejutnya
"Kamu dari mana? Mengapa baru sampai di rumah jam segini!" tegur wanita setengah baya itu dengan tatapan menyelidik.
"Itu ... Itu, Bu! Ada kelas tambahan untuk para semester akhir!" gugup Utari merasa di telanjangi oleh tatapan tajam wanita yang melahirkannya itu.
"Ibu tidak suka kamu berbohong!"
"Be ... Betul, Bu!" Utari semakin gugup.
"Masuklah! Ayahmu sudah menunggu!" wanita tua itu segera melangkah ke dalam menemui suaminya yang sudah duduk di ruang tengah.
Ayah Utari memberikan tatapan tajam pada putrinya yang jam 10 malam baru pulang ke rumah. Ia tidak pernah mengijinkan semua anak-anak untuk pulang larut malam.
"Kamu darimana?" Ayah Utari tanpa basa-basi lagi untuk menunjukkan sikap tidak suka pada Utari karena kepulangannya ini.
"Anu ... Anu, Yah!" Utari tak sanggup menjelaskan kegugupan melanda hatinya.
"Ayah tidak pernah mengajarkanmu untuk pulang malam! Kamu itu perempuan, jika terjadi apa-apa siapa yang akan bertanggung jawab akan keselamatanmu!" suara bas ayah Utari memenuhi ruangan tersebut.
"Maafkan Utari, Yah! Utari tidak akan mengulanginya lagi!" ungkap Utari lalu menjatuhkan diri di bawah kaki ayahnya. Isak tangisnya mulai terdengar.
"Kami menyayangimu, Nak! Kami takut terjadi apa-apa padamu!" suara Lembut ayah Utari mulai terdengar. Lelaki tua itu begitu menyayangi Utari, ia teramat takut akan terjadi sesuatu pada putrinya.
"Utari janji tidak akan mengulanginya lagi, Yah!" isak Utari.
"Masuklah ke kamarmu!" ucapnya memberi perintah.
"Terima kasih, Ayah!" Utari segera melangkah menuju kamarnya.
Ayah dan Ibunya menarik nafas panjang melihat anaknya kini telah beranjak dewasa. Mereka harus lebih waspada untuk menjaga Utari.
Utari melempar tasnya ke sembarang tempat, ucapan ayahnya begitu tergiang-ngiang di telinga nya
Gadis itu menangis tak tahu apa yang bisa diperbuat sekarang. Awal kehancuran baru saja menghampirinya. Pesona seorang Marvel mampu membuatnya hilang ingatan, hingga menyerahkan mahkota berharga yang selalu di jaga selama ini.
"Akan kupastikan kau tak akan lepas, dari tanggung jawabmu ini!" Utari mengepalkan tangannya.
"Siapapun yang menghalangi akan aku singkirkan!"
Utari menghapus air matanya dan mencoba untuk melelapkan netranya
Ayah Utari memberikan tatapan tajam pada putrinya yang jam 10 malam baru pulang ke rumah. Ia tidak pernah mengijinkan semua anak-anak untuk pulang larut malam.
"Kamu darimana?" Ayah Utari tanpa basa-basi lagi untuk menunjukkan sikap tidak suka pada Utari karena kepulangannya ini.
"Anu ... Anu, Yah!" Utari tak sanggup menjelaskan kegugupan melanda hatinya.
"Ayah tidak pernah mengajarkanmu untuk pulang malam! Kamu itu perempuan, jika terjadi apa-apa siapa yang akan bertanggung jawab akan keselamatanmu!" suara bas ayah Utari memenuhi ruangan tersebut.
"Maafkan Utari, Yah! Utari tidak akan mengulanginya lagi!" ungkap Utari lalu menjatuhkan diri di bawah kaki ayahnya. Isak tangisnya mulai terdengar.
"Kami menyayangimu, Nak! Kami takut terjadi apa-apa padamu!" suara Lembut ayah Utari mulai terdengar. Lelaki tua itu begitu menyayangi Utari, ia teramat takut akan terjadi sesuatu pada putrinya.
"Utari janji tidak akan mengulanginya lagi, Yah!" isak Utari.
"Masuklah ke kamarmu!" ucapnya memberi perintah.
"Terima kasih, Ayah!" Utari segera melangkah menuju kamarnya.
Ayah dan Ibunya menarik nafas panjang melihat anaknya kini telah beranjak dewasa. Mereka harus lebih waspada untuk menjaga Utari.
Utari melempar tasnya ke sembarang tempat, ucapan ayahnya begitu tergiang-ngiang di telinga nya
Gadis itu menangis tak tahu apa yang bisa diperbuat sekarang. Awal kehancuran baru saja menghampirinya. Pesona seorang Marvel mampu membuatnya hilang ingatan, hingga menyerahkan mahkota berharga yang selalu di jaga selama ini.
"Akan kupastikan kau tak akan lepas, dari tanggung jawabmu ini!" Utari mengepalkan tangannya.
"Siapapun yang menghalangi akan aku singkirkan!"
Utari menghapus air mata dan mencoba untuk melelapkan netranya. Ia tak mau memikirkan dulu, kepalanya sudah terasa pening.
🌹🌹🌹Marvel mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi ia tak ingin ibunya semakin kecewa. Kalau Riana ia tak peduli gadis itu sudah terbiasa kecewa karenanya.Sepuluh menit kemudian Marvel sampai juga di halaman rumahnya. Ia bergegas turun dan menemui kedua orang tuanya. Rumah mewah itu sudah nampak sepi."Ya Tuhan ... Aku terlambat! Semua orang sudah pulang!" Marvel segera membuka pintu rumahnya.Ia melihat ayah dan ibunya masih tengah asyik ngobrol di ruang tengah mereka hanya tinggal berdua.Marvel mengucapkan salam, namun ayah dan ibunya tak menanggapi. Malah mereka semakin asyik mengobrol."Ayah, Ibu! Maaf aku terlambat!" ucapku saat berada tepat di hadapan mereka berdua.Ayah Marvel memberi tatapan tajam menusuk sedang ibunya hanya diam tak menanggapi."Mana Riana, Bu!" tanya Marvel dan pria itu yakin kalau gadis itu telah pulang."Kenapa tidak sekalian besok pagi pulangnya!" cetus ibu Marvel
🌹🌹🌹 Setalah pulang dari rumah Marvel, Riana memutuskan untuk jalan kaki saja menuju rumahnya. Ia tahu itu teramat jauh tapi rasa kecewa terhadap kekasihnya membuat ia mampu melakukannya. Selangkah demi selangkah ia menyusuri jalanan beraspal yang masih begitu ramai. "Sebenarnya Marvel kemana, mengapa dia tidak cepat pulang." gerutu Riana dengan bibir manyun. "Apa mungkin Marvel, masih bersama Utari!" pikir gadis itu menerka-nerka. "Ah, bodoh amat dengan mereka berdua!" geramnya menendang satu botol bekas minuman ke sembarang tempat. Tanpa sengaja mengenai punggung seseorang. "Astagfirullah ...." pekiknya lalu berlari mendekati orang yang terkena tendangan botol bekas itu. "Maaf, Mas! Saya tidak sengaja!" ucapnya panik saat melihat baju pria di depannya ini basah terkena tumpahan sisa-sisa minuman di botol yang ditendangnya. "Maaf, maaf! Lihat nih, basah!" sungut pria itu samb
🌹🌹🌹Erik membawa gadis yang baru dikenalnya itu berjalan menjauh dari para preman itu. Iapun segera melepaskan rangkulannya."Maaf! Aku harus berbuat begitu, agar mereka tak curiga!" ucap Erik sambil memandang gadis di sampingnya.Riana terdiam dan akhirnya tersenyum simpul ia tak percaya jika pria di hadapannya ini telah menolong dari para preman itu."Terima kasih, maaf sudah menaruh curiga padamu!" kekeh Riana."Aku tahu! Tampang sepertiku ini sudah pasti mencurigakan!" Erik tertawa lepas. Riana ikut tertawa mendengar ucapan Erik."Dimana rumahmu! Mengapa gadis secantik kamu keluyuran di jalan malam-malam begini!" tanyanya lagi seraya menatap wajah bening Riana. Gadis itu begitu anggun dan nampak begitu cantik di mata Erik. Hingga untuk berlaku kurang sopanpun ia enggan."Aku dari rumah calon mertuaku! Aku lagi kesal dan aku memutuskan jalan kaki untuk pulang!" ungkap Riana dengan wajah di te
🌹🌹🌹"Riana, tunggu!" panggil seseorang di belakang gadis itu.Riana menoleh dan melihat Utari mendatanginya. Wajah kalem Riana terlihat tidak suka dengan kehadiran gadis ini."Dimana, Marvel! Kenapa aku hubungi tidak aktif!" tanya Utari tanpa basa-basi."Kamu pikir aku menyembunyikannya! Bukankah dia semalam bersamamu!" sahut Riana dengan suara lembutnya.Utari semakin masam mendengar sindiran Riana. Ia yakin tak mungkin Marvel menceritakan kebersamaannya semalam."Carikan pria itu untukku, ada yang ingin aku bicarakan! Aku yakin kamu pasti tahu dimana keberadaannya." Utari memberi perintah pada Riana.Riana tertawa mendengar permintaan itu. Apa gadis di hadapannya ini sudah gila seenaknya saja memberi perintah."Kamu pikir aku kacungmu!" sergah Riana dengan senyum tersungging."Plak ... Plak!"Tamparan kelas mendarat di pipi manis Riana. Gadis itu menatap tajam pada Utari apa maks
🌹🌹🌹Utari yang melihat Marvel menarik tangan Riana, segera mengikutinya. Perasaan cemburu menguasai hati, ia harus berusaha merebut cinta dan perhatian dari Marvel.Utari juga melihat bagaimana Riana begitu kasar pada Marvel membuat harapan baru di hatinya, untuk semakin besar memiliki pria itu.Tak lama ia melihat Marvel pergi dan iapun segera menyusul kemana langkah pria itu."Marvel ... Tunggu!" panggilnya dengan berlari.Marvel menggumam tak jelas melihat kehadiran Utari."Aku merindukanmu!" ucap Utari dengan cepat memeluk pria di hadapannya itu.Marvel melepaskan diri dari pelukan Utari, pria itu merasa risih dengan kelakuan gadis itu."Jaga sikapmu, ini tempat umum! Jangan sampai orang mengira, kamu adalah wanita murahan!" cetus Marvel dengan tangan bersidekap di dada."Marvel ...." sembur Utari merasa tak terima dengan ucapan kekasihnya itu."Aku kekasihmu, wajar saja aku memelukm
🌹🌹🌹Marvel dan Riana semakin salah tingkah dengan semua pertanyaan dari nenek."Aku ingin bulan depan kalian bertunangan!" cetus Nenek dan itu membuat kedua insan itu terkejut dan tak mampu menjawab apa-apa."Aku tak ingin ada penolakan lagi!" tambah Nenek lagi lalu meminta Riana mengikutinya ke dapur."Aku tak ingin Marvel semakin semena-mena padamu, Na!" lirih Nenek sambil mengusap lembut tangan Raina."Aku baik-baik saja, Nek! Bahkan Marvel begitu sayang padaku!" sahut Riana dengan penuh kelembutan.Nenek tertawa manis, ia tahu Riana berbohong padanya. Marvel tak mungkin secepat itu berubah. Dan semalam Diah sudah menghubunginya dan mengatakan semua Ia sangat yakin bila sudah bertunangan Marvel tak akan berani macam-macam lagi."Pasti nenek menghasut lagi Riana!" Marvel mengacak rambut, saat Nenek dan kekasihnya tak muncul-muncul juga.Tanpa sadar akhirnya Marvel terlelap juga di sofa empuk i
🌹🌹🌹Teramat pagi Riana telah tiba di kampus, setelah semalam harus menginap di rumah Neneknya Marvel."Siapa menghubungiku sepagi ini!" kening Riana bertautan melihat nomor baru menghubunginya.Gadis itu enggan untuk menjawab panggilan itu. Ia membiarkan meski berkali-kali dering panggilan itu masuk."Woy, kupingmu budek ya, Na!" tegur Jeni saat melihat Riana hanya diam mengabaikan panggilan masuk itu."Ribut, Ah!" jawab Riana malas.Jeni segera merampas gawai Riana dan mengecek nomor yang telah memanggilnya berkali-kali. Namun ia juga tak mengenalinya."Kira-kira siapa yang menghubungiku sepagi ini, Jen!" tanya Riana pada sahabatnya itu."Mungkin calon pacar barumu, Na!"Mata Riana segera membulat dan memberi kepalan tangan pada sahabatnya itu."Gimana hubunganmu dengan lelaki brengsek itu, Na! Semoga tidak berlanjut, aku selalu berdoa untuk itu!""Doamu jelek amat sih! Harusnya
🌹🌹🌹Jeni tak sanggup lagi melihat sahabatnya terus-menerus disakiti. Ia harus melakukan sesuatu untuk membuka mata Riana agar gadis itu bisa melihat keburukan kekasihnya itu."Sebenarnya kamu mencintai Marvel itu karena apa sih, Na! Mengapa cintamu begitu bodoh?" celetuk Jeni dengan penuh kekesalan."Aku mencintainya karena Allah, Jen! Aku percaya dia akan sadar dengan perlakuannya itu!""Kapan? Sampai kamu mati!" ketus Jeni.Riana hanya mampu diam, ia menyadari semuanya tapi entahlah rasa cinta pada Marvel dapat mengalahkan segalanya."Kamu itu wanita bodoh yang aku kenal selama ini, disakiti, diduakan tetap diam saja! Kemana sebenarnya hatimu, Na!""Aku saja tak sanggup melihatnya!" imbuh Jeni lagi seraya ikut duduk di samping Riana."Marvel seperti itu hanya ingin mencari yang terbaik, Jen! Wajarlah laki-laki mempunyai banyak cinta!" ucap Riana dengan ketenangan hati yang besar."Wajar kamu bilang