🌹🌹🌹
Marvel mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi ia tak ingin ibunya semakin kecewa. Kalau Riana ia tak peduli gadis itu sudah terbiasa kecewa karenanya.
Sepuluh menit kemudian Marvel sampai juga di halaman rumahnya. Ia bergegas turun dan menemui kedua orang tuanya. Rumah mewah itu sudah nampak sepi.
"Ya Tuhan ... Aku terlambat! Semua orang sudah pulang!" Marvel segera membuka pintu rumahnya.
Ia melihat ayah dan ibunya masih tengah asyik ngobrol di ruang tengah mereka hanya tinggal berdua.
Marvel mengucapkan salam, namun ayah dan ibunya tak menanggapi. Malah mereka semakin asyik mengobrol.
"Ayah, Ibu! Maaf aku terlambat!" ucapku saat berada tepat di hadapan mereka berdua.
Ayah Marvel memberi tatapan tajam menusuk sedang ibunya hanya diam tak menanggapi.
"Mana Riana, Bu!" tanya Marvel dan pria itu yakin kalau gadis itu telah pulang.
"Kenapa tidak sekalian besok pagi pulangnya!" cetus ibu Marvel dengan tatapan penuh kekecewaan.
"Ayah dan Ibu tidak pernah mengajarimu untuk menjadi seseorang yang buta hati mati rasa! Apa sebenarnya kekurangan Riana hingga kamu selalu menyakiti hatinya!" Bentak Ayah Marvel tak mampu lagi menahan kesabarannya.
Putra pewaris seluruh hartanya mempunyai sikap yang jauh berbeda dengannya.
"Apa kau tidak bisa mencintai satu wanita saja!" Ibu Marvel ikut memarahi anak semata wayangnya itu.
"Maaf, Bu!"
"Kamu pikir dengan maafmu, akan merubah sifat burukmu itu! Pikirkan baik-baik sebelum semua terlambat, Vel! Riana adalah gadis yang tepat untuk mendampingimu!" tandas Ayah Marvel dengan emosi memuncak.
"Aku masih muda, Yah! Aku masih bisa jatuh cinta lagi! Aku tak ingin terikat, aku sudah memberi tahu Riana jika dia tak mampu bertahan, aku ijinkan dia pergi!" kilah Marvel
"Plaak ... Plak ....!" Tamparan keras mendarat di pipi Marvel. Pria itu meringis kesakitan.
"Ayah ....!" Ibu Diah terkejut melihat suaminya tega menampar anak yang begitu ia sayangi.
"Hanya karena Riana, Ayah menamparku!" delik Marvel menatap kasar pada ayahnya.
"Bukan karena Riana! Tapi ini karena kelakuan burukmu!" tukas Ayah Marvel lalu meninggalkan ruangan itu.
"Ibu juga kecewa padamu, Vel! Kau tahu Riana begitu menjagamu, saat Om dan Tante menanyakan keberadaan mu ia dengan tegas menutupi semua keburukanmu! Bahkan Ibu tahu saat itu hatinya kecewa! Matanya selalu ke arah pintu, ia begitu menanti kedatanganmu!" penjelasan Ibu Diah membuat Marvel terdiam.
"Mungkin saat ini matamu tertutup oleh kebaikannya, tapi nanti jika sudah kehilangannya, kamu pasti akan menyadari!"
Marvel merenungi setiap ucapan Ibunya itu. Mungkin ada benarnya. Ia memang harus mempertahankan Riana.
"Marvel tahu, Bu! Riana melakukan semua itu karena mencintaiku!"
"Jika kamu tahu, jaga dia! Jangan biarkan dia meninggalkanmu!" tandas Ibu Diah dan meninggalkan putranya sendiri di ruang itu.
Marvel mengacak rambutnya. Ia tahu pasti Riana saat ini kecewa tapi untuk menghubungi gadis itu ia enggan.
Kalau Riana mencintainya dan membuktikan apa yang pernah diucapkan itu pasti pintu maaf selalu terbuka untuknya.
"Mungkin saat ini matamu tertutup oleh kebaikannya, tapi nanti jika sudah kehilangannya, kamu pasti akan menyadari!"
Marvel merenungi setiap ucapan Ibunya itu. Mungkin ada benarnya. Ia memang harus mempertahankan Riana.
"Marvel tahu, Bu! Riana melakukan semua itu karena mencintaiku!"
"Jika kamu tahu, jaga dia! Jangan biarkan dia meninggalkanmu!" tandas Ibu Diah dan meninggalkan putranya sendiri di ruang itu.
Marvel mengacak rambutnya. Ia tahu pasti Riana saat ini kecewa tapi untuk menghubungi gadis itu ia enggan.
Kalau Riana mencintainya dan membuktikan apa yang pernah diucapkan itu pasti pintu maaf selalu terbuka untuknya.
"Ayah begitu kecewa pada anak itu, Bu!" sendu Ayah Marvel saat melihat istrinya sudah menyusul ke dalam kamar.
Pria setengah baya itu menarik nafas dalam. Memikirkan darimana Marvel mewarisi sifat buruknya saat ini. Seingatnya ia tak pernah seperti itu. Mencintaipun hanya sekali hingga seumur hidup.
Ibu Marvel mengelus lembut tangan suaminya untuk sedikit membantu mengurangi kegelisahan pria itu.
"Entah dari mana dia mewarisi sifat buruknya itu, Bu!" Ayah Marvel masih saja memikirkan tentang anaknya.
"Sudahlah, Yah! Marvel masih muda, jiwa ababilnya masih labil kemana-mana! Ibu yakin, nanti dia akan berubah!" tutur Ibu Diah begitu lembut.
Pak Wijaya hanya mengangguk lemah.
"Ayah begitu kecewa pada anak itu, Bu!" sendu Ayah Marvel saat melihat istrinya sudah menyusul ke dalam kamar.
Pria setengah baya itu menarik nafas dalam. Memikirkan darimana Marvel mewarisi sifat buruknya saat ini. Seingatnya ia tak pernah seperti itu. Mencintaipun hanya sekali hingga seumur hidup.
Ibu Marvel mengelus lembut tangan suaminya untuk sedikit membantu mengurangi kegelisahan pria itu.
"Entah dari mana dia mewarisi sifat buruknya itu, Bu!" Ayah Marvel masih saja memikirkan tentang anaknya.
"Sudahlah, Yah! Marvel masih muda, jiwa ababilnya masih labil kemana-mana! Ibu yakin, nanti dia akan berubah!" tutur Ibu Diah begitu lembut.
Pak Wijaya hanya mengangguk lemah.
🌹🌹🌹 Setalah pulang dari rumah Marvel, Riana memutuskan untuk jalan kaki saja menuju rumahnya. Ia tahu itu teramat jauh tapi rasa kecewa terhadap kekasihnya membuat ia mampu melakukannya. Selangkah demi selangkah ia menyusuri jalanan beraspal yang masih begitu ramai. "Sebenarnya Marvel kemana, mengapa dia tidak cepat pulang." gerutu Riana dengan bibir manyun. "Apa mungkin Marvel, masih bersama Utari!" pikir gadis itu menerka-nerka. "Ah, bodoh amat dengan mereka berdua!" geramnya menendang satu botol bekas minuman ke sembarang tempat. Tanpa sengaja mengenai punggung seseorang. "Astagfirullah ...." pekiknya lalu berlari mendekati orang yang terkena tendangan botol bekas itu. "Maaf, Mas! Saya tidak sengaja!" ucapnya panik saat melihat baju pria di depannya ini basah terkena tumpahan sisa-sisa minuman di botol yang ditendangnya. "Maaf, maaf! Lihat nih, basah!" sungut pria itu samb
🌹🌹🌹Erik membawa gadis yang baru dikenalnya itu berjalan menjauh dari para preman itu. Iapun segera melepaskan rangkulannya."Maaf! Aku harus berbuat begitu, agar mereka tak curiga!" ucap Erik sambil memandang gadis di sampingnya.Riana terdiam dan akhirnya tersenyum simpul ia tak percaya jika pria di hadapannya ini telah menolong dari para preman itu."Terima kasih, maaf sudah menaruh curiga padamu!" kekeh Riana."Aku tahu! Tampang sepertiku ini sudah pasti mencurigakan!" Erik tertawa lepas. Riana ikut tertawa mendengar ucapan Erik."Dimana rumahmu! Mengapa gadis secantik kamu keluyuran di jalan malam-malam begini!" tanyanya lagi seraya menatap wajah bening Riana. Gadis itu begitu anggun dan nampak begitu cantik di mata Erik. Hingga untuk berlaku kurang sopanpun ia enggan."Aku dari rumah calon mertuaku! Aku lagi kesal dan aku memutuskan jalan kaki untuk pulang!" ungkap Riana dengan wajah di te
🌹🌹🌹"Riana, tunggu!" panggil seseorang di belakang gadis itu.Riana menoleh dan melihat Utari mendatanginya. Wajah kalem Riana terlihat tidak suka dengan kehadiran gadis ini."Dimana, Marvel! Kenapa aku hubungi tidak aktif!" tanya Utari tanpa basa-basi."Kamu pikir aku menyembunyikannya! Bukankah dia semalam bersamamu!" sahut Riana dengan suara lembutnya.Utari semakin masam mendengar sindiran Riana. Ia yakin tak mungkin Marvel menceritakan kebersamaannya semalam."Carikan pria itu untukku, ada yang ingin aku bicarakan! Aku yakin kamu pasti tahu dimana keberadaannya." Utari memberi perintah pada Riana.Riana tertawa mendengar permintaan itu. Apa gadis di hadapannya ini sudah gila seenaknya saja memberi perintah."Kamu pikir aku kacungmu!" sergah Riana dengan senyum tersungging."Plak ... Plak!"Tamparan kelas mendarat di pipi manis Riana. Gadis itu menatap tajam pada Utari apa maks
🌹🌹🌹Utari yang melihat Marvel menarik tangan Riana, segera mengikutinya. Perasaan cemburu menguasai hati, ia harus berusaha merebut cinta dan perhatian dari Marvel.Utari juga melihat bagaimana Riana begitu kasar pada Marvel membuat harapan baru di hatinya, untuk semakin besar memiliki pria itu.Tak lama ia melihat Marvel pergi dan iapun segera menyusul kemana langkah pria itu."Marvel ... Tunggu!" panggilnya dengan berlari.Marvel menggumam tak jelas melihat kehadiran Utari."Aku merindukanmu!" ucap Utari dengan cepat memeluk pria di hadapannya itu.Marvel melepaskan diri dari pelukan Utari, pria itu merasa risih dengan kelakuan gadis itu."Jaga sikapmu, ini tempat umum! Jangan sampai orang mengira, kamu adalah wanita murahan!" cetus Marvel dengan tangan bersidekap di dada."Marvel ...." sembur Utari merasa tak terima dengan ucapan kekasihnya itu."Aku kekasihmu, wajar saja aku memelukm
🌹🌹🌹Marvel dan Riana semakin salah tingkah dengan semua pertanyaan dari nenek."Aku ingin bulan depan kalian bertunangan!" cetus Nenek dan itu membuat kedua insan itu terkejut dan tak mampu menjawab apa-apa."Aku tak ingin ada penolakan lagi!" tambah Nenek lagi lalu meminta Riana mengikutinya ke dapur."Aku tak ingin Marvel semakin semena-mena padamu, Na!" lirih Nenek sambil mengusap lembut tangan Raina."Aku baik-baik saja, Nek! Bahkan Marvel begitu sayang padaku!" sahut Riana dengan penuh kelembutan.Nenek tertawa manis, ia tahu Riana berbohong padanya. Marvel tak mungkin secepat itu berubah. Dan semalam Diah sudah menghubunginya dan mengatakan semua Ia sangat yakin bila sudah bertunangan Marvel tak akan berani macam-macam lagi."Pasti nenek menghasut lagi Riana!" Marvel mengacak rambut, saat Nenek dan kekasihnya tak muncul-muncul juga.Tanpa sadar akhirnya Marvel terlelap juga di sofa empuk i
🌹🌹🌹Teramat pagi Riana telah tiba di kampus, setelah semalam harus menginap di rumah Neneknya Marvel."Siapa menghubungiku sepagi ini!" kening Riana bertautan melihat nomor baru menghubunginya.Gadis itu enggan untuk menjawab panggilan itu. Ia membiarkan meski berkali-kali dering panggilan itu masuk."Woy, kupingmu budek ya, Na!" tegur Jeni saat melihat Riana hanya diam mengabaikan panggilan masuk itu."Ribut, Ah!" jawab Riana malas.Jeni segera merampas gawai Riana dan mengecek nomor yang telah memanggilnya berkali-kali. Namun ia juga tak mengenalinya."Kira-kira siapa yang menghubungiku sepagi ini, Jen!" tanya Riana pada sahabatnya itu."Mungkin calon pacar barumu, Na!"Mata Riana segera membulat dan memberi kepalan tangan pada sahabatnya itu."Gimana hubunganmu dengan lelaki brengsek itu, Na! Semoga tidak berlanjut, aku selalu berdoa untuk itu!""Doamu jelek amat sih! Harusnya
🌹🌹🌹Jeni tak sanggup lagi melihat sahabatnya terus-menerus disakiti. Ia harus melakukan sesuatu untuk membuka mata Riana agar gadis itu bisa melihat keburukan kekasihnya itu."Sebenarnya kamu mencintai Marvel itu karena apa sih, Na! Mengapa cintamu begitu bodoh?" celetuk Jeni dengan penuh kekesalan."Aku mencintainya karena Allah, Jen! Aku percaya dia akan sadar dengan perlakuannya itu!""Kapan? Sampai kamu mati!" ketus Jeni.Riana hanya mampu diam, ia menyadari semuanya tapi entahlah rasa cinta pada Marvel dapat mengalahkan segalanya."Kamu itu wanita bodoh yang aku kenal selama ini, disakiti, diduakan tetap diam saja! Kemana sebenarnya hatimu, Na!""Aku saja tak sanggup melihatnya!" imbuh Jeni lagi seraya ikut duduk di samping Riana."Marvel seperti itu hanya ingin mencari yang terbaik, Jen! Wajarlah laki-laki mempunyai banyak cinta!" ucap Riana dengan ketenangan hati yang besar."Wajar kamu bilang
1🌹🌹🌹Marvel semakin gelisah dengan semua pertanyaan ayah Utari bahkan laki-laki paruh baya itu meminta untuk segera meresmikan hubungannya dengan Utari. "Bagaimana, Nak Marvel! Kapan kamu akan membawa orang tuamu kemari?""Itu pak ... Itu, ayah saya masih ada urusan di luar negeri bila sudah selesai saya akan bawa mereka kemari!" Jawab Marvel asal saja."Kemana sih, Utari! Kenapa dia lama sekali di dalam!" gerutu Marvel dalam hati."Wah asyik ya ngobrolnya, yuuk kita makan. Semua menu hidangan sudah tersedia!" celetuk Utari dengan senyum manis dan segera mengajak Marvel untuk mengikuti langkah ayahnya."Aku mau pulang, Tar! Ada yang harus aku lakukan. Nanti lain kali aku ke sini lagi deh!" Marvel menarik tangan Utari untuk mendengarkannya lebih dulu."Ayah akan tersinggung kalau kamu menolaknya, Vel! Tolong hargai perasaan ayah dan ibuku!" Utari merasa tidak suka mendengar penolakan Marvel unt