Malam itu, suasana di tempat karaoke lebih riuh dari biasanya. Lampu neon berkelip-kelip, suara musik berdentum dari balik pintu-pintu ruangan yang tertutup rapat, dan gelas-gelas berisi minuman beralkohol berderet di meja bar. Bagi Alika, ini hanyalah malam biasa. Ia sudah terbiasa dengan keramaian, dengan tatapan penuh gairah para pria yang menganggapnya sekadar hiburan, dan dengan dunia penuh kepalsuan yang menyelimuti tempat ini.
Namun malam itu, ada sesuatu yang berbeda. “Alika,” suara Momy, perempuan paruh baya yang mengatur semua jadwal pemandu karaoke di tempat itu, memanggilnya dari meja resepsionis. Wajahnya yang dipoles tebal tampak serius. “Malam ini kamu ada tamu spesial. Mereka minta langsung kamu yang dampingi.” Alika menaikkan alisnya. “Tamu spesial? Biasanya siapa pun bisa. Kenapa harus aku?” Momy tersenyum kecil, seperti menyimpan rahasia. “Ronald yang minta. Kamu kenal Ronald, kan? Dia langganan lama. Katanya, ada temannya yang ulang tahun hari ini. Mereka mau kasih hadiah berbeda buat si temannya itu.” Alika mendesah pelan. Ronald memang salah satu client tetap yang cukup loyal. Ia bukan orang yang sulit dilayani, justru sering kali baik dan royal memberikan tip. Jika malam ini dia meminta sesuatu, kemungkinan besar ada imbalan yang sepadan. “Siapa temannya itu?” tanya Alika, sekadar ingin tahu. “Namanya Adam. Belum pernah ke sini sebelumnya. Katanya, pria kalem, beda sama rombongannya yang suka heboh. Justru itu, Ronald pengen bikin malam ulang tahunnya berkesan. Dan kamu yang harus bikin dia betah.” Alika terdiam sejenak. Dalam pikirannya, klien baru selalu berarti tantangan baru. Ia sudah terbiasa menghadapi macam-macam pria: yang terlalu agresif, yang terlalu cerewet, atau yang hanya ingin ditemani bernyanyi. Tapi seorang pria kalem? Itu justru lebih sulit. Mereka biasanya lebih susah ditebak. Beberapa menit kemudian, Alika melangkah menuju ruang VIP yang disiapkan khusus untuk rombongan Ronald. Dari kejauhan saja sudah terdengar suara tawa yang membahana, bercampur dengan teriakan-teriakan fals mengikuti musik keras. Ia membuka pintu dengan senyum profesional. “Selamat malam, Tuan-tuan.” Sekelompok pria segera menoleh. Ronald, dengan wajah merah karena minuman, langsung bangkit menyambutnya. “Nah, ini dia bintang malam kita! Alika, akhirnya datang juga. Sini, sini, duduk sini!” Alika tersenyum sambil melangkah masuk. Ruangan itu dipenuhi asap rokok dan aroma minuman keras. Di tengah keramaian itu, pandangan matanya menemukan seorang pria yang duduk agak menyendiri di sudut sofa. Wajahnya berbeda—lebih tenang, lebih dewasa, dengan sorot mata yang tidak ikut larut dalam tawa berlebihan. Ronald merangkul bahu pria itu. “Kenalin, ini Adam! Hari ini ulang tahunnya, dan kami semua sepakat kasih hadiah paling spesial: ditemani sama Alika. Percayalah, dia pemandu paling top di sini.” Alika menundukkan kepala sedikit sambil menyunggingkan senyum. “Selamat ulang tahun, Om Adam. Semoga panjang umur dan sehat selalu.” Adam hanya tersenyum tipis. “Terima kasih.” Suaranya berat, tenang, dan berbeda dari kebanyakan pria yang biasa ditemui Alika. Malam pun berlanjut. Ronald dan teman-temannya mulai larut dalam nyanyian dan tawa. Botol demi botol minuman dipesan, makanan ringan memenuhi meja, sementara lampu sorot berganti-ganti warna menambah semarak. Alika duduk di samping Adam, mencoba membuka percakapan. “Jadi, katanya hari ini ulang tahun. Sudah dapat banyak ucapan?” Adam menoleh sekilas. “Cukup banyak. Tapi mereka yang paling ribut soal ini,” jawabnya sambil melirik teman-temannya yang masih berteriak-teriak bernyanyi. Alika terkekeh kecil. “Itu tandanya mereka peduli.” “Peduli atau Cuma cari alasan buat mabuk bersama?” balas Adam, datar tapi masih dengan senyum tipis. Alika sedikit terkejut. Tidak biasanya seorang client berbicara seterang itu. Biasanya, mereka hanya ingin suasana senang-senang tanpa banyak berpikir. Tapi Adam berbeda. Ia seolah hadir di sana hanya karena terpaksa. Sementara itu, Ronald kembali menyodorkan mikrofon pada Alika. “Ayo, nyanyi bareng Adam! Biar makin akrab!” Adam langsung menggeleng tanda penolakan. Ia merasa suaranya tidaklah bagus untuk bernyanyi dan juga hal itu dapat menurunkan imagenya. “Yah.....kamu ini nggak seru banget sih jado orang, ini hari ulang tahunmu bro. Manfaatkan hadiah yang sudah kusiapkan buatmu.” Ucap Ronald yang merasa kecewa karena Adam tidak seantusias itu. Alika dengan cepat melerai suasana yang sempat tegangang dengan berinisiatif untuk menyanyikan lagu khusus buat Adam. Menerima mikrofon itu dengan wajah profesional. “Kalau begitu, biar saya saja ya bernyanyi, saya akan menyanyikan lagu spesial buat Om Adam?” katanya, menoleh pada Adam. Adam menatapnya sebentar, setelah itu dia menengguk sedikit minuman yang ada didepannya lalu mengangguk dengan malas dan pasrah. Alika tidak peduli dengan perasaan Adam yang suka rela atau hanya terpaksa yang penting, dia sudah melerai ketegangan yang sempat tercipta. Musik pun dimulai. Suara Alika mengalun lembut, mengisi ruangan dengan nada yang jernih. Semua mata sempat tertuju padanya, bahkan Adam yang sejak tadi terlihat enggan pun mulai memperhatikan. Suaranya begitu berbeda dari citra “pemandu karaoke” yang biasanya dianggap hanya bisa tertawa dan menggoda. Ada ketulusan dalam nyanyiannya, meski Alika sendiri tahu itu hanyalah bagian dari peran. Alika memperhatikan clientnya yang mulai tenang dan terbawa suasana oleh lagu yang ia bawakan maka saat itu waktu yang tepat. Servis Excellent. Perlahan namun pasti Alika menghampiri Adam, saat itu Adam tidak begitu yakin kira-kira apa yang akan dilakukan Alika padanya. Alika masih terus bernyanyi sambil berdiri tepat dihadapannya. Lets Go Alika. Alika dengan yakin mendudukkan dirinya diatas paha kokoh milik Adam. Adam sangat terkejut, sesekali pinggulnya bergerak pelan hanya untuk mencoba mengaktifkan mode on milik clientnya. Sorakan riuh terdengar diantara teman-teman Adam yang menyaksikan adegan luar biasa yang dimainkan oleh Alika. Alika tersenyum tipis, dia merasakan sesuatu yang sedang tegang disana. “Rupanya, kamu gampang terangsang juga.” Ucap Alika dalam hati. DAMN !!! Rahang Adam mengeras, dia berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol diri namun sepertinya sesuatu disana sudah tidak bisa diturunkan. Adam semakin kacau. Bagaimana tidak, tepat dihadap dan dipangkuannya terdapat wanita super seksi dengan mengenakan dress ketat warna merah. Kulitnya yang putih sangat cocok sekali mengenakannya menambah kesan menggoda yang sangat luar biasa. Setiap gerakannya akan memunculkan aroma parfum yang tak kalah mengoda. Adam sudah mulai hilang kendali, wajahnya sudah memerah dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya. Alika mengetahui itu, tangannya bergerak pelan mengusap keringat dingin di dahinya. Last for this night Alika memeluk Adam dengan hangat, dengan gerakan pelan ia menenggelamkan kepala Adam tepat di tengah dua gundukan sintal itu. Tak lupa Alika mengelus rambut Adam yang terasa halus. Adam tidak menolak. Sepertinya dia menikmati pelayanan yang dilakukan oleh Alika. Ketika malam semakin larut dan sebagian besar rombongan mulai terhuyung karena minuman, Ronald mendekati Adam. “Jadi gimana, Bro? Hadiah ulang tahunmu oke, kan? Alika itu yang terbaik di sini.” Adam hanya tersenyum samar. Dia merasa dirinya seperti sudah tidak waras atas servis yang dilakukan oleh Alika. Ronald tertawa puas, lalu menepuk pundak Adam. “Mantap kan......apa gue bilang, wanita itu indah Dam. Lo harus coba yang namanya wanita.” Adam tersenyum, logikanya benar-benar kacau. Perlakuan Alika sukses membuat dia merasa nikmat dan ingin lagi dengan yang lebih. Pikiran kotornya mulai bermunculan membentuk titik-titik yang semakin padat. “Kalau aku bertemu dengannya lagi, sudah kupastikan dia dia tidak akan lepas dariku.”Pagi itu, Alika melangkah cepat menyusuri koridor kampus. Rambut panjangnya ia ikat sederhana. Wajahnya bersih tanpa polesan berlebih, hanya lip balm tipis yang membuat bibirnya tidak pucat. Ia memang jarang berdandan saat kuliah berbeda jauh dengan sosoknya di malam hari.Malam-malam Alika adalah rahasia yang hanya sedikit orang tahu. Ia bekerja sebagai pemandu karaoke di sebuah tempat hiburan demi membiayai kuliahnya. Di sana ia tampil berbeda, riasan tebal, parfum menyengat, dan senyum yang harus selalu tersedia. Namun di kampus, ia hanya ingin menjadi mahasiswa biasa. Ia ingin hidupnya di pagi dan siang hari tetap sederhana, tidak ada yang mencurigai dunia ganda yang ia jalani.Hari ini, Alika bersiap mengikuti kelas E-Business dan Start-Up. Sudah hampir sebulan mata kuliah ini kosong karena dosen pengampu sedang ada urusan di luar negeri. Begitu ia memasuki ruang kelas, suasana sudah cukup ramai. Teman-temannya saling bercengkerama, beberapa terlihat menguap karena kuliah pagi m
Malam itu, suasana di tempat karaoke lebih riuh dari biasanya. Lampu neon berkelip-kelip, suara musik berdentum dari balik pintu-pintu ruangan yang tertutup rapat, dan gelas-gelas berisi minuman beralkohol berderet di meja bar. Bagi Alika, ini hanyalah malam biasa. Ia sudah terbiasa dengan keramaian, dengan tatapan penuh gairah para pria yang menganggapnya sekadar hiburan, dan dengan dunia penuh kepalsuan yang menyelimuti tempat ini. Namun malam itu, ada sesuatu yang berbeda. “Alika,” suara Momy, perempuan paruh baya yang mengatur semua jadwal pemandu karaoke di tempat itu, memanggilnya dari meja resepsionis. Wajahnya yang dipoles tebal tampak serius. “Malam ini kamu ada tamu spesial. Mereka minta langsung kamu yang dampingi.” Alika menaikkan alisnya. “Tamu spesial? Biasanya siapa pun bisa. Kenapa harus aku?” Momy tersenyum kecil, seperti menyimpan rahasia. “Ronald yang minta. Kamu kenal Ronald, kan? Dia langganan lama. Katanya, ada temannya yang ulang tahun hari ini. Mereka m
Alika menatap bayangan dirinya di cermin kecil yang tergantung di sudut kamar kos sederhana itu. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu menarik napas panjang, mengusap rambut panjangnya yang hitam berkilau, lalu merapikan lipstik merah yang menempel sempurna di bibirnya yang ranum . Gaun hitam ketat yang baru saja ia kenakan membuat tubuh rampingnya semakin terlihat menawan. Sepasang high heels menunggu di lantai, siap menemaninya menjalani malam.Di balik pantulan cermin, Alika nyaris tak mengenali dirinya sendiri. Di siang hari, ia hanyalah mahasiswi di sebuah universitas ternama berpenampilan sederhana, rajin, dan selalu berusaha terlihat ceria di depan teman-temannya. Namun saat malam menjelang, ia berubah menjadi sosok lain, seorang pemandu karaoke kelas premium. Gadis yang dipuja banyak lelaki karena kecantikan dan pesonanya.Kehidupan ganda itu bukanlah pilihan mudah. Tapi bagi Alika, dunia malam adalah pelarian, sekaligus bentuk perlawanan terhadap masa lalu yang suram.Masa L