Home / Romansa / CLIENTKU DOSENKU / Bab-5 Layani Saya!

Share

Bab-5 Layani Saya!

Author: Bhumi Crita
last update Last Updated: 2025-09-12 16:19:04

Adam berdiri di sana, tinggi tegap dengan tatapan yang menusuk tajam. Matanya seolah menelanjangi kebohongan Alika. Nafas Alika tercekat, ia tidak pernah membayangkan pria itu akan berada tepat di hadapannya sekarang.

“Kenapa kabur?” suara Adam rendah, tetapi sarat dengan ketegangan.

Alika terdiam. Lidahnya kelu. Ia hanya bisa menatap Adam dengan mata membesar, jantungnya berdetak tak karuan.

“Alika.” Adam melangkah mendekat, bayangan tubuhnya menutupi Alika dari cahaya lampu jalan. “Kamu pikir aku tidak akan tahu?”

Tubuh Alika bergetar. Ia ingin berlari, ingin kabur sejauh mungkin, tetapi kakinya seolah terpaku di tempat.

“A-aku… aku tidak bermaksud” suaranya pecah, tenggorokannya terasa kering.

Tiba-tiba saja Alika bersimpuh dihadapan Adam. Ia mengatupkan tangan sambil menggosok-gosokkan telapak tangannya benar-benar memohon.

"Maaf Om ampun, aku nggak bermakud buat kabur." Alika masih saja berlutut dibadapan Adam.

Alika menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tubuhnya bergetar menahan isak. Ada perasaan bersalah, takut, malu. Semua jadi satu dalam pikiran Alika. Alika sangat kacau.

Adam tertegun, tidak pernah ia menyangka respon Alika akan seperti itu seolah, dirinya seorang penyandera, dan Alika baru saja tertangkap basah karena ketahuan.

Beberapa detik Adam tertegun, hingga tiba-tiba sebuah ide brilian melintas di kepalanya. Melihat Alika yang tampak lemah dan tak berdaya membuatnya merasa berada satu tingkat di atasnya. Artinya, Adam bisa memanfaatkan kekacauan yang sedang melanda Alika.

Adam menghela napas panjang, ekspresinya sulit dibaca. Ada marah, ada kecewa. “Kenapa memilih kabur seperti ini? Kamu pikir aku tidak tahu?”

"Dasar...tidak bertanggungjawab." Ucapan terakhir yang lolos dari mulut Adam sukses membuat nyali Alika makin menciut.

Air mata menumpuk di pelupuk mata Alika. “Aku… aku tidak bisa, Om. Aku tidak bisa terus begini. Om dosenku sekarang. Aku tidak mau terjebak.”

Kata-katanya meluncur begitu saja, meski ia tidak yakin apakah itu cukup menjelaskan keresahannya.

Adam terdiam cukup lama. Angin malam berembus pelan, membawa keheningan yang mencekam.

Alika semakin kacau. Pikirannya berputar tak karuan, seolah semua jalan buntu menutupinya. Ia terus bertanya-tanya dalam hati, apa lagi yang harus ia lakukan agar Adam tidak meledak marah.

Ia tahu betul, satu emosi kecil saja dari Adam bisa menghancurkan ketenangannya, bahkan mungkin keselamatannya sendiri. Yang lebih menakutkan lagi, ini menyangkut reputasinya di kampus. Sebuah rahasia yang jika terbongkar, akan memusnahkan seluruh masa depannya.

Napasnya tersengal, tangannya dingin menggigil. Dalam keputusasaan, ia hanya bisa mencari cara untuk meredam bara di dada Adam. Ia harus pandai menjaga mood pria itu, menenangkan, meski harga dirinya terasa diremukkan.

Beberapa detik berlalu, seakan satu menit penuh penderitaan. Hingga akhirnya sebuah jalan muncul di kepalanya, pahit tapi mungkin satu-satunya cara. Ia menelan ludah, memberanikan diri mengangkat wajah, meski matanya berkaca-kaca.

“Aku… aku akan nurut sama Om. Tapi tolong… jangan marah lagi, ya?” suaranya lirih, nyaris pecah.

Adam terdiam sejenak, lalu sudut bibirnya perlahan terangkat. Senyum yang muncul bukanlah senyum hangat, melainkan senyum penuh kemenangan. Tatapannya menajam, puas, seolah inilah kalimat yang sejak awal ingin ia dengar dari mulut Alika.

_____

Akhirnya, dengan langkah gontai dan hati yang bergetar, Alika mengikuti Adam menuju mobilnya. Malam yang pengap membuat udara di sekitarnya terasa semakin menekan, seakan setiap helaan napas adalah beban. Pintu mobil terbuka, dan Alika pun masuk dengan ragu, lalu duduk di kursi penumpang di samping Adam.

Namun, baru saja ia hendak menyesuaikan posisi duduknya, tiba-tiba tubuh Adam mendekat. Gerakan itu begitu cepat dan mendadak, membuat Alika tersentak panik. Dari sudut matanya, ia melihat tangan Adam terulur ke arahnya.

Alika terdiam kaku. Nafasnya tercekat, jantungnya berdegup liar tak terkendali. Dalam ketegangan itu, refleks tubuhnya bereaksi sendiri, kedua tangannya meremas jemari hingga kuku-kukunya memutih, seolah cengkeraman itu bisa menahan ketakutannya yang meluap.

Suasana di dalam mobil hening, hanya suara detak jantungnya yang berdentum di telinga. Hingga...

Klik.

Suara kecil itu memecah kecemasan. Ternyata Adam hanya sedang memasangkan seatbelt untuknya. Gerakan sederhana, namun sempat membuat pikirannya porak-poranda.

Alika mengembuskan napas panjang, seakan baru saja selamat dari bahaya besar. Kepalanya menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah antara malu dan lega. Ia menyadari pikirannya benar-benar kacau, terjebak dalam ketakutan berlebihan yang membuat bayangan Adam terasa lebih menyeramkan daripada kenyataan.

Adam melirik sekilas ke arah Alika, keningnya berkerut. Dari sorot mata gadis itu, ia bisa melihat jelas kegelisahan yang berusaha ditutupi. Wajah Alika tegang, jemari tangannya tak henti meremas celana jeansnya, seakan ada badai yang bergemuruh di dalam dadanya.

Sikap itu membuat Adam heran. Bukankah saat di tempat karaoke tempo hari, Alika tampak begitu berani? Saat itu gadis itu bisa tersenyum bebas, bahkan menunjukkan sisi percaya diri yang membuat Adam semakin terikat padanya. Namun kini, di dalam mobil, yang duduk di sampingnya hanyalah seorang gadis yang penuh rasa was-was, seolah setiap detik adalah ancaman.

“Kamu ini kenapa?” tanya Adam akhirnya, suaranya datar tapi penuh selidik.

Alika tersentak kecil, buru-buru menjawab, “Nggak, Om… nggak apa-apa kok.” Suaranya cepat, nyaris terburu-buru, seperti ingin segera menutup topik.

Adam tidak membalas. Hanya ada helaan napasnya yang berat, bercampur dengan dengung mesin mobil. Jalanan Jakarta di malam hari tampak lengang, lampu-lampu kota bergulir di kaca jendela, menciptakan bayangan yang berlarian di wajah Alika.

Mobil itu melaju dengan tenang, tapi di hati Alika, setiap tikungan terasa seperti perjalanan menuju sesuatu yang gelap dan tak pasti. Ia menatap jalanan, mencoba menebak arah, namun sia-sia. Ia benar-benar tidak tahu hendak dibawa kemana.

Hingga akhirnya, mobil itu berbelok. Dari kaca jendela, mata Alika membelalak. Di hadapannya menjulang sebuah gedung apartemen elit di kawasan Jakarta Selatan. Lampu-lampu gedung itu berkilauan, menembus langit malam seperti bintang-bintang buatan manusia.

Alika sempat terkesima. Dulu, setiap kali melewati kawasan ini, ia sering bertanya-tanya, orang seperti apa yang bisa tinggal di tempat semewah ini? Apartemen megah dengan dinding kaca berkilau, pintu masuk yang dijaga ketat, dan mobil-mobil mewah berjejer di halaman. Ia bahkan pernah berandai-andai, andai saja suatu hari aku bisa masuk ke dalamnya, meski hanya sekali.

Dan malam ini, keinginannya itu terwujud. Ia benar-benar akan memasuki salah satu gedung mewah yang dulu hanya bisa ia pandang dari jauh. Namun, hatinya justru terasa berat. Bayangan semu tentang mimpi itu kini berubah menjadi kenyataan yang dingin dan menakutkan.

Karena ia memasuki apartemen itu bukan sebagai tamu yang diundang, bukan sebagai gadis yang berhasil meraih mimpinya. Ia masuk dengan cara yang tidak pernah ia inginkan duduk di samping Adam, dibawa entah untuk tujuan apa.

Adam membuka pintu apartemennya, seketika lampu menyala memperlihatkan ruang yang lumayan luas. Adam mempersilahkan Alika untuk lebih dulu memasuki apartementnya.

Alika masuk dengan ragu ragu. Langkahnya begitu pelan namun, beberapa detik kemudian tangannya diraih oleh Adam menuju kamarnya.

Adam menuntun Alika untuk duduk di kasurnya yang besar dan terasa empuk itu. Alika hanya menurut saja, dia sama sekali tidak bisa menawar malam ini.

Perlahan Adam membuka kemejanya. Tubuh pria itu tegap, bahunya bidang dengan otot yang tampak terukir alami. Setiap gerakannya memancarkan kekuatan, namun tidak kasar, ada harmoni antara tenaga dan daya pikat. Sementara lengannya yang berurat menambah kesan maskulin. Bahkan dalam diam, keberadaannya memancarkan daya tarik yang sulit diabaikan.

Adam menyemprotkan tubuhnya dengan parfum hadiah dari Alika. Detik selanjutnya.

"Layani saya!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CLIENTKU DOSENKU   BAB-24

    Tok… tok… tok… Suara ketukan di kaca mobil terdengar lagi. Alika sontak membeku. Napasnya tertahan, jantungnya seolah berhenti berdetak sesaat. Getaran ponselnya masih terasa di telapak tangan — suara drrrttt yang tadi berulang kini terasa seperti ledakan keras di telinganya. “Om… matiinnn!” bisiknya panik. Suaranya nyaris tak terdengar, tapi cukup membuat Adam menoleh sekilas dengan ekspresi geli di wajahnya. “Tenang, dia nggak bakal tahu,” ucap Adam santai, tapi jemarinya dengan cepat meraih ponsel Alika dan menekan tombol senyap. Namun suara getaran itu sudah telanjur terdengar. Di luar, Henry tampak berhenti sejenak, menatap mobil itu lebih lama dari sebelumnya. Tatapannya tajam dan curiga. Ia mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras. Tok! Tok! Tok! Alika tersentak. Ia spontan meringsek ke bawah kursi, berusaha menyembunyikan seluruh tubuhnya di kolong mobil. Rambutnya berantakan, napasnya tersengal-sengal. “Om… tolong jangan buka kaca ya… sumpah jangan!” katany

  • CLIENTKU DOSENKU   BAB-23

    "Aku....." "Aku su-" DRRRTTTTTTT Suara getar dari ponsel Alika memecah keheningan diantara mereka. Reflek Alika mengambil ponselnya terburu-buru, ia melihat layar ponselnya yang terus bergetar tanda ada panggilan masuk. "Siapa yang menelfon?" ucap Adam sambil sedikit mengintip layar ponsel Alika. "Henry menelfon." Saat Alika hendak memencet tombol hijau untuk membalas panggilan dari Henry, dengan cepat Adam meraih ponsel itu. Adam tidak mematikan panggilan itu, ia hanya merampas ponsel Alika dan membiarkan panggilan dari Henry terus berbunyi tanpa dijawab. "Jangan angkat telfon nya!" Ucap Adam memerintah. Nadanya memang terdengar dingin tapi, Alika seperti merasakan hal lain dari ucapan Adam. Seperti.... "Kumohon Alika, dengarkan dulu ucapanku." Benar saja, ucapanya seperti memohon. Hal ini membuat Alika semakin bingung dengan keadaanya sekarang. Ponselnya terus berdering dan Adam masih memegang kendali atas ponselnya. Pria itu menarik napasnya makin dalam,

  • CLIENTKU DOSENKU   BAB-22

    Ting tung Suara bel apartemen itu kembali lagi berbunyi, dan mereka masih dalam posisi yang sama. Dalam sunyi, bel tersebut berbunyi menggema keseluruh ruangan. Tubuh mereka masih saling menempel, kulit dengan kulit, dada dengan dada hingga detak jantung yang berdebar diantara mereka bisa terdengar dan terasa getarannya. Adam mendengus kesal, ia bangkit dari atas tubuh Alika lalu menggunakan celananya tanpa kembali mengenakan kemejanya. Sebelum benar-benar bangkit meninggalkan tubuh Alika, Adam menutup tubuh Alika kembali dengan kemeja putih itu. Jari-jarinya dengan tenang mengancing satu per satu, dan ia menyibakkan rambut Alika yang berantakan. “Jangan bergerak dulu,” ucapnya lirih. Suaranya datar, tapi tegas. Alika hanya menatapnya dari bawah, matanya masih memantulkan sisa-sisa kebingungan serta sedikit penyesalan. “Kenapa gue mau digituin lagi sih?” rutuknya dalam hati. Langkah sepatu Adam terdengar berat di lantai kayu apartemen. Setiap langkah terasa berirama den

  • CLIENTKU DOSENKU   BAB-21

    “Selamat datang kembali… di neraka kecilmu, Alika.”Alika membeku. Tatapannya yang baru saja berusaha fokus langsung membelalak, napasnya tercekat di tenggorokan. Suara Adam begitu dekat, begitu dingin, hingga membuat tubuhnya seolah tak sanggup bergerak. Ia ingin menjauh, tapi tubuhnya masih terlalu lemah. Tangannya yang terpasang infus hanya bisa bergerak sedikit, gemetar tanpa arah. Ketakutan kembali mencengkeram, menelan sisa-sisa kesadarannya yang baru saja pulih. Adam menatap reaksi itu dengan penuh kesenangan. Jemarinya masih menahan wajah Alika, ibu jarinya bergerak pelan menyapu air mata yang mulai mengalir lagi di sudut matanya. “Tenang saja,” bisiknya, suaranya terdengar nyaris menenangkan—tapi justru membuat bulu kuduk berdiri. “Kamu masih hidup. Dan aku yang memastikan itu.” Mata Adam berkilat. Senyumnya melebar, bukan sekadar puas, tapi juga seolah ingin menunjukkan bahwa kendali sepenuhnya ada di tangannya. Alika menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya le

  • CLIENTKU DOSENKU   BAB-20

    Tubuh Alika melemah, pandangannya kabur, lalu perlahan terkulai. Pecahan botol yang tadi digenggamnya terlepas, jatuh berderak ke lantai. Namun sebelum tubuh rapuh itu benar-benar menghantam kerasnya lantai dan serpihan kaca, Adam lebih dulu menangkapnya. BRUK! Dengan satu gerakan mulus, lengan kokohnya merangkul bahu Alika, menahan tubuh mungil itu dalam dekapan. Kepala Alika terjatuh di dada bidangnya, rambutnya berantakan menempel pada jas Adam. Sekilas, Adam hanya menatap wajah pucat itu, tubuh Alika benar-benar lemas tak ada gerakan sedikit pun. Bibirnya terkatup, napasnya tipis, dan badannya terkulai tanpa daya dalam pelukan Adam. Semua karena rasa takut yang menelannya bulat-bulat. Dan saat itu, sudut bibir Adam perlahan terangkat. Ada sesuatu yang ironis di matanya. Dalam hati, ia setengah tertawa melihat betapa mudahnya ketakutan bisa meruntuhkan keberanian seorang gadis yang beberapa menit lalu masih menantangnya dengan pecahan kaca. Jadi segini nyalimu, Alika? b

  • CLIENTKU DOSENKU   BAB-19

    BRAK! Adam membanting tubuh Alika kedalam mobil. Berkali-kali Alika mencoba membuka pintu mobil, tapi sia-sia, pintunya terkunci rapat. Panik, ia memukul-mukul kaca sambil berteriak minta tolong, berharap ada seseorang di luar sana yang mendengar jeritannya. Adam tetap diam. Tangannya kokoh menggenggam setir, wajahnya tegang, sorot matanya tajam, memantulkan amarah yang jelas sedang mendidih. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, tapi ketegangan di dalam kabin membuat Alika merasa terjebak dalam kurungan besi. Ketakutan yang semakin memuncak membuat Alika nekat. Tangannya meraih setir, membelokkannya dengan kasar. Mobil sontak oleng, klakson dari kendaraan lain bersahutan memenuhi jalan. Adam mengumpat pelan, dengan terpaksa ia meminggirkan mobil dan menghentikannya mendadak di tepi jalan. “Turunkan aku!” seru Alika dengan napas terengah, suaranya pecah, penuh tangis yang tertahan. Adam menoleh pelan. Wajahnya tanpa ekspresi, hanya sorot mata dingin yang membuat darah Alik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status