Share

Chapter 4

Aku berjalan terburu-buru menuju kelas, sepanjang jalan aku terus saja mengumpat. Aku menyesal sekali harus melihat adegan seperti tadi. Sesampainya di kelas, Vanda dan Indi memandangiku dengan tatapan yang aneh. Mungkin mereka menangkap ada yang aneh dari diriku. Tentu saja, napasku terengah-engah. Bagaimana tidak? Aku belum pernah menyaksikan adegan seperti itu sebelumnya bahkan di video seperti yang anak-anak lain bicarakan. Dan hari ini aku harus menyaksikannya secara langsung.

“Ada apa, Ardan?” tanya Indi padaku. Aku masih diam saja, belum sanggup menjawab. Masih berusaha menetralkan napasku. Bahkan jika aku mampu menjawab pun, aku tidak mungkin menceritakan apa yang tadi aku lihat. Apa lagi dengan kenyataan bahwa Vanda pernah menjalin kasih dengan Alex, pasti hal yang baru saja aku lihat akan menyakiti hatinya.

Indi masih penasaran ingin mendengar jawaban dariku, sedangkan Vanda terlihat acuh dan sibuk dengan ponselnya. Pekerjaan kelompok kami kulihat sudah selesai, untuk menghindari Indi aku punya ide untuk meminta anak-anak mengumpulkan tugas saja, lagi pula jam pelajaran Bu Agnes sudah hampir habis. Namun, baru saja aku hendak berdiri sudah terjadi hal yang sama sekali tidak aku inginkan. Alex datang ke kelas bersama dengan Citra, Rachel dan juga Divya. Mereka menghampiri tempat duduk Vanda. Vanda masih tidak memedulikan kedatangan mereka, hanya melirik sekilas kemudian kembali sibuk dengan ponselnya.

“Berdiri kamu!” Perintah Alex, nada suaranya tidak seperti pagi tadi sewaktu pertama bertemu dengan Vanda. Yang pasti ucapan itu ditujukan untuk Vanda.

“Kamu bicara sama siapa? Tolong lebih sopan kalau bicara sama orang lain.” Jawab Vanda masih terlihat santai. Bahkan aku pun sudah gemetar melihat Alex yang mulai marah dan bahkan matanya melotot.

Sedetik kemudian bahkan Alex berani menarik kasar Vanda agar berdiri berhadapan dengannya. Vanda mulai marah dengan sikap Alex padanya. Sedangkan Citra terlihat tersenyum senang. Aku ikut berdiri di samping Vanda. Aku masih khawatir Alex akan melakukan hal yang lebih kasar lagi. Aku sangat mengenal Alex, dia sangat kasar. Sampai sekarang belum ada satu pun yang berani melawan Alex dan teman satu gengnya.

Benar saja, baru aku berhenti memikirkan hal itu Alex sudah mengangkat tangannya hendak menampar Vanda. Aku yang berada di samping Vanda spontan menarik Vanda ke belakang dan alhasil aku yang kena tamparan dari Alex. Tak perlu ditanyakan lagi, tangan kekar Alex memberikan tamparan yang sangat keras. Mungkin wajahku semakin buruk sekarang.

Semua anak hanya ternganga menyaksikannya. Sedangkan Alex berdecak kesal, sudah pasti karena bukan aku target sasarannya.

“Ck, untuk apa membela perempuan ini? Mau jadi pahlawan, hah? Sudah berani kamu melawan saya?” teriak Alex tepat di hadapanku, sangat dekat. Bahkan aku bisa mencium bau rokok dari mulutnya. Aku terdiam, namun aku sempat berpikir, bisa-bisanya Citra mau dicium oleh bibir bau rokok seperti ini.

“Oh, atau jangan-jangan kamu ada rasa dengan perempuan ini? Kamu bermimpi bisa bersanding dengan anak pemilik yayasan sekolah ini? Hey, sadar. Kamu sekolah di sini saja berkat beasiswa dari bapaknya. Dasar tidak tahu malu.” Teriak Alex lagi, kali ini membuat semua teman sekelas tertawa.

Aku masih terdiam, pipiku rasanya sangat panas. Aku ingin sekali membalas perlakuan Alex tapi aku sadar hanya akan membuatku malu karena aku sangat lemah. Aku memilih untuk mengalah.

“Kamu baik-baik saja, Ardan?” tanya Vanda padaku, dia sekarang sedang berdiri di sampingku bahkan menyentuh pipiku. Mungkin aku berlebihan, namun sentuhan singkat itu serasa menyembuhkan panas dan perih akibat tamparan itu. Aku mengangguk, sebagai jawaban atas pertanyaan Vanda.

Vanda berjalan maju, mendekat ke arah Alex. Tangannya terlihat mengepal.

“Dasar laki-laki pengecut. Asal kamu tahu, sikap kamu tadi membuktikan bahwa derajat kamu jauh di bawah Ardan. Kamu hampir saja memukul seorang perempuan, itu membuktikan bahwa kamu sangat rendah. Laki-laki dengan attitude nol seperti kamu menjadi the most wanted di sekolah ini? Ck, mungkin siswi di sini sudah buta. Kalau mereka sadar dan sehat, mereka justru akan jijik melihat laki-laki dengan attitude yang buruk seperti kamu.” Kata Vanda dengan lantang, wajahnya terlihat merah padam. Sama sekali tidak terlihat ketakutan di sana.

“Wow, bahkan kamu membela laki-laki dekil ini. Seleramu sudah berubah, Vanda? Ingat, dulu kamu juga sangat tergila-gila padaku. Bahkan barusan kamu juga berulah dengan membahas masa lalu kita pada kekasihku, bukan? Berarti kamu masih mencintaiku dan tidak terima ketika mengetahui bahwa aku sudah melupakanmu dan menemukan cintaku. Iya kan?” kata Alex juga semakin mendekat ke arah Vanda. Sepertinya pertengkaran ini akan berbuntut panjang.

“Itu sebelum aku tahu bahwa kamu adalah laki-laki dengan attitude nol besar. Kalau sekarang, tentu aku sangat bersyukur sudah bukan siapa-siapa kamu. Karena pasti aku akan sangat malu mempunyai kekasih yang tidak punya moral sama sekali.” Kata-kata Vanda kembali membuat Alex emosi, lagi-lagi dia hendak menampar Vanda. Namun di luar dugaan, Vanda menepis tangan kekar Alex. Membuat semua yang ada di kelas terperangah menyaksikannya.

“Aku bukan wanita lemah, Alex. Kamu lupa? Aku bahkan pernah mengalahkanmu dalam perlombaan silat sewaktu SMP dulu. Kamu pikir aku seperti kekasihmu yang lemah dan hanya bisa berlindung di bawah ketiak pacarnya? Ck, pasangan paling menyedihkan yang pernah aku lihat. Sangat menyedihkan, kalian sangat cocok. Sama-sama tidak punya moral.” Kata Vanda kemudian berbalik badan dan mendekat ke arahku, jarak kami hanya beberapa jengkal sangat dekat, “kamu tadi menghina Ardan? Bahkan dia jauh lebih baik daripada kamu, asal kamu tahu. Dia bisa mendapatkan perempuan mana pun yang dia mau dengan attitudenya yang luar biasa.” Kata Vanda lagi semakin mendekat.

Aku mundur, namun Vanda menahanku dan yang kemudian terjadi sangat di luar dugaan siapa pun. Ya, Vanda mengecup singkat bibirku. Sungguh, ini adalah kali pertama aku mendapat kecupan dari seorang perempuan. Jantungku rasanya berhenti berdetak selama beberapa detik, namun kemudian berdetak berkali lipat lebih kencang dari biasanya. Seakan mau melompat ke luar dari posisinya. Sial, bahkan Vanda langsung keluar seperti tak pernah terjadi apa pun. Seperti mengecup laki-laki bukan lah hal yang tabu baginya. Vanda keliar di bawah tatapan tak percaya anak-anak yang lain. Aku yakin gosip ini akan menyebar di seluruh sekolah ini.

Alex terlihat sangat kesal dengan kata-kata Vanda dan dengan perlakuan Vanda yang mengecup bibirku di depan kedua matanya. Bahkan dia memukul tembok yang ada di dekatnya sampai menimbulkan memar di tangannya. Setelah itu Alex juga keluar dari kelas diikuti oleh Citra, Rachel dan Divya.

Aku mencoba menetralkan diriku, kemudian menenangkan suasana di kelas. Meminta semuanya mengumpulkan tugas dari Bu Agnes. Indi membantuku mengambil tugas anak-anak, kemudian aku membawanya ke ruang guru lebih tepatnya ke meja Bu Agnes.

Aku melihat jam, sekitar lima menit lagi pelajaran akan berganti tapi Vanda belum kembali ke kelas. Aku mencari Vanda setelah mengumpulkan tugas di meja Bu Agnes. Setelah beberapa menit mencari, aku berhasil menemukan Vanda. Justru dia sedang membeli minuman di kantin dan tersenyum ketika melihatku.

“Hai, Ardan. Bedebah itu sudah keluar dari kelas kita?” tanya Vanda padaku, aku tahu yang ia maksud adalah Alex.

Aku hanya mengangguk, rasanya jantungku tidak bisa berdetak normal ketika berhadapan dengan Vanda. Apalagi dengan kejadian yang baru saja terjadi. Itu semakin membuatku selalu memikirkan Vanda.

“Mari kembali ke kelas. Pelajaran akan segera berganti.” Kataku kemudian berjalan mendahului Vanda.

Aku dapat mendengar Vanda menertawakanku, mungkin aku memang pantas ditertawakan. Aku tidak bisa bersikap biasa pada Vanda. Bagaimana aku bisa menjadi guru les privatnya jika bertemu dengannya saja sudah membuatku sangat gugup. Bahkan membayangkannya saja sudah membuat keringat dingin keluar dari tubuhku.

“Ardan, besok kamu sudah bisa mulai mengajarku. Berikan aku kontakmu agar aku bisa mudah menghubungimu. Aku tidak suka belajar di rumah. Aku akan memberitahumu di mana kita akan belajar.” Kata Vanda menghentikan langkahku.

Aku menyerahkan ponselku yang sudah menunjukkan nomor kontakku yang bisa dihubungi. Vanda segera mencatat nomorku ada ponselnya. Kemudian dia terlihat mengirim sebuah stiker love padaku. Sial, sepertinya Vanda memang sengaja mengobrak-abrik pertahananku.

“Tentang yang tadi, aku minta maaf Ardan. Aku sama sekali tidak bermaksud aap-apa. Aku hanya tidak ingin ada yang merendahkanmu, apalagi yang merendahkanmu adalah orang yang jauh lebih rendah dari kamu seperti Alex itu.” Ucap Vanda.

Mengingat kejadian itu saja aku sudah gemetar.

“Tidak perlu dibahas, lupakan saja.” Kataku berusaha tenang di hadapan Vanda.

Kami berjalan beriringan untuk kembali ke kelas. Kini Vanda berjalan di depanku. Aku memandangi Vanda dari atas sampai bawah. Sungguh, Vanda terlihat begitu elok seperti tak ada kekurangan sama sekali. Mungkin benar kata Alex, aku hanya bermimpi bisa bersatu dengan makhluk Tuhan sesempurna dia. Aku mengingatkan diriku sendiri tentang siapa aku dan siapa Vanda. Agar diriku tidak terlalu menaruh harapan. Karena berharap pada sesuatu yang tidak akan tersampaikan hanya akan menyakiti hati. Aku tidak akan membiarkan hatiku merasakan sakit hati hanya karena yang namanya cinta dan membuat fokus belajarku berkurang. Aku mengingatkan kembali kepada diriku, bahwa tujuan hidupku hanya untuk menjadi orang sukses dan bebas dari belenggu hidup susah dan keras seperti yang selama ini aku alami.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status