Share

Chapter 2

“Ardan, Ardan.” Panggil Indi.

Aku mendengar panggilan itu, namun aku masih saja terpaku pada gadis pemilik nama Vanda itu. Entah mengapa aku sangat tertarik padanya. Bahkan dia pun tidak memandangku sebagaimana gadis-gadis sombong di sekolah ini memandangku. Vanda menatapku dengan tatapan menghargai, bahkan dengan sekilas senyum yang menambah elok parasnya.

“Kamu keberatan, Ardan?” tanya Pak Adam padaku.

Kali ini aku mencoba kembali fokus. Dan satu-satunya jalan adalah dengan berhenti memandangi Vanda.

“Ti-tidak, Pak. Saya bersedia.” Jawabku gugup.

“Baiklah, kamu bisa mulai mengajarinya mulai besok setiap pulang dari sekolah selama 2 jam. Masalah gaji bisa kita bicarakan nanti. Sekarang, ajak Vanda masuk kelas. Saya sengaja menempatkan Vanda untuk satu kelas dengan kamu dan juga Indi. Semoga dia tidak salah pergaulan.” Kata Pak Adam membuat hatiku semakin berbunga-bunga. Aku menganggap hari ini adalah hari keberuntunganku.

“Baiklah, Pah. Sekarang aku bisa ke kelas bersama mereka, kan?” tanya Vanda pada Ayahnya.

“Silakan.” Jawab Pak Adam.

Vanda keluar dari ruangan itu, dia juga menarik tangan Indi agar berjalan mengikutinya. Aku yang menyadari itu berpamitan pada Pak Adam dan segera keluar mengikuti mereka.

Kami bertiga berjalan beriringan menuju ke kelas yang berada di lantai dua. Banyak orang yang memerhatikan kami, lebih tepatnya memerhatikan Vanda. Bisa tertangkap jelas oleh telingaku kalau mereka sedang memuji kecantikan Vanda.

“Wah, cantik banget. Si Citra kalah ini pasti.” Kata seorang siswi dengan sedikit berbisik namun terdengar jelas di telingaku.

“Cantik banget, sudah pasti jadi incaran siswa-siswa sini nih.” Kata seorang siswa yang sedang bergerombol. Rasanya ingin sekali aku menutup mata mereka yang menatap Vanda dengan matanya yang dilebarkan itu.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kami sampai di depan kelas XI IPA 3. Saat kami hendak masuk, tiba-tiba terdengar suara seseorang meneriakkan nama Vanda.

“Vanda.” Panggil seseorang itu sambil berlari. Dia adalah Rachel, diikuti oleh Divya di belakangnya.

Vanda terlihat tersenyum senang melihat kedatangan mereka. Bahkan ia melebarkan tangannya, bersiap memeluk kedua orang itu. Mereka pun berpelukan.

“Akhirnya kita bertemu lagi. Kangen banget.” Kata Divya.

“Iya, kenapa lama banget sih perginya. Sudah berapa tahun kita tidak bertemu?” tanya Rachel berusaha mengingat.

“Kurang lebih 5 tahun. Sejak lulus SD.” Jawab Vanda namun kemudian terkekeh.

“Bercanda terus deh.” Kata Divya.

“Kalian terlalu berlebihan. Kita berpisah bahkan belum genap 2 tahun. Sejak lulus SMP, kan?” tanya Vanda.

Aku dan Indi hanya diam mendengarkan percakapan mereka. Menurut pembicaraan mereka, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa mereka dulunya adalah sahabat. Jadi Vanda, Rachel dan Divya adalah sahabat? Bagaimana dengan Citra?

“Di mana Citra?” tanya Vanda, raut wajahnya berubah seperti terlintas kebencian di sana.

“Biasa lah, pacaran sama si Alex. The most wanted di sekolah ini.” Ceplos Rachel yang kemudian dipelototi oleh Divya.

“Jangan dengarkan dia, Vanda. Dia kalau ngomong suka asal.” Kata Divya mencoba kembali mencairkan suasana yang mendadak terasa menegangkan.

Vanda tidak menjawab apa-apa, ia terlihat tersenyum sinis. Dia memandang jauh, melihat ke arah Citra yang sedang berjalan sambil bergandengan mesra dengan Alex. Dapat kulihat tatapan kebencian terpancar jelas pada mata Vanda. Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka?

Citra dan Alex sepertinya sama sekali tidak menyadari kalau ada yang menatap mereka berdua dengan penuh kebencian. Sampai akhirnya mereka sampai di depan kelas dan sangat terkejut ketika melihat keberadaan Vanda. Alex bahkan melepaskan gandengan tangannya pada Citra begitu saja. Alex adalah anak kelas XII yang memang sangat diinginkan oleh semua siswa di sekolah ini. Tinggi, tampan, jago basket, jago menyanyi, berasal dari keluarga kaya raya, dan masih banyak lagi kelebihan yang dia miliki. Sangat berbanding terbalik denganku. Bahkan mungkin semua siswa di sekolah ini juga merasa iri dengannya. Namun sudah bukan rahasia umum lagi kalau Alex adalah anak yang angkuh dan sangat suka membully. Aku adalah salah satu korbannya.

“Hai, kenapa gandengannya dilepas? Jangan kaget begitu. Lanjut saja. Kalian adalah pasangan yang sangat serasi.” Ucap Vanda dengan nada menyindir dan tersenyum sinis.

Baik Alex maupun Citra sama sekali tidak memberikan jawaban. Mereka justru menunduk, seperti baru saja mencuri mangga dan ketahuan oleh yang punya mangga tersebut. Aku menemukan hal yang janggal di sini. Apa mungkin Vanda juga pernah mengenal Alex sebelumnya? Atau mungkin kah mereka dulu adalah sepasang kekasih? Aduh, mengapa aku bisa berpikir jauh ke sana?

“Vanda, aku bisa jelasin semuanya. Aku butuh waktu untuk bicara sebentar sama kamu.” Akhirnya Alex berani bicara meskipun terdengar sangat gugup. Lain dengan Citra yang masih terlihat menunduk.

“Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi di antara kita. Semua sudah selesai sejak aku melihat kamu memposting foto bersama dengan perempuan ini.” Kata Vanda sambil menunjuk ke arah Citra. “Dan kamu Citra, mengapa tidak menyambut kedatanganku seperti kedua sahabatmu ini? Bukankah sebelumnya kita berempat adalah sahabat? Oh, atau kamu merasa terganggu dengan kedatanganku? Tenanglah, aku kembali bukan untuk mengusik kisah cinta kalian yang begitu romantis. Aku datang memang hanya ingin fokus sekolah.” Jelas Vanda. Kata-katanya terdengar jelas dan setiap ucapannya justru membuat Citra menunduk semakin dalam.

“Kita perlu bicara berdua, Vanda.” Kata Alex masih berusaha mengajak Vanda untuk bicara namun sama sekali tidak dihiraukan oleh Vanda.

“Indi, Ardan. Kita masuk saja. Di sini anginnya kencang sekali. Namun entah mengapa justru membuatku terasa gerah. Ayo masuk.” Kata Vanda kemudian masuk ke dalam kelas.

Aku dan Indi hanya bisa saling tatap kemudian mengikuti Vanda masuk ke dalam kelas. Tak lama bel masuk pun berbunyi. Rachel dan Divya serta anak yang lain juga sudah masuk ke kelas. Sedangkan aku, sengaja memelankan jalanku guna mengetahui apa yang hendak dibicarakan oleh Alex dan Citra.

“Tenang, Sayang. Tidak akan ada yang memisahkan kita. Hanya kamu perempuan yang aku cintai. Vanda hanya bagian dari masa laluku. Tapi aku perlu waktu untuk bicara dengannya dan menjelaskan semuanya secara baik-baik.” Kata Alex, sambil menangkup kedua pipi Citra yang ternyata sudah ada air mata yang mengalir di sana.

“Berjanjilah kalau kamu tidak akan mengkhianati aku seperti kamu mengkhianati Vanda.” Jawab Citra.

“Aku berjanji. Sekarang masuklah, dan usap air matamu.” Kata Alex sambil membantu Citra mengusap air matanya.

Mereka rupanya menyadari keberadaanku. Aku memutuskan untuk segera masuk sebelum mereka membullyku lagi.

Masih tersimpan beberapa pertanyaan di benakku. Ke mana Vanda pergi selama hampir dua tahun ini? Mengapa ia seperti menghilang dan kemudian datang kembali dan justru harus melihat pengkhianatan yang dilakukan oleh kekasihnya? Aku harus mencari tahu semua ini. Begitulah aku, selalu ingin mengetahui segala hal yang mengganggu pikiranku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status