Share

BAB 4 : Revisi

"Ron?" lirih Icha yang mulai merasakan tubuhnya gemetaran. Keringat dingin mulai membasahi permukaan kulitnya. Icha tahu adegan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Benar saja. Aaron yang sudah berselimut hasrat menarik lengannya menuju ruang ganti yang ada di kamar mereka. Pria itu menarik sekuat tenaga dan seperti biasa Icha tidak bisa berbuat apa-apa. Aaron akan melakukannya, suaminya itu akan mencumbunya tapi dengan cara yang tidak biasa, dan sialnya Icha hanya bisa pasrah walau tidak menginginkan hal itu.

Aaron – pria tampan nan kaya raya yang membuat semua wanita di negara ini iri pada Icha. Bagaimana tidak, suaminya itu memiliki bibit bebet dan bobot unggul. Seorang CEO yang bahkan wajahnya beberapa kali muncul di beberapa majalah bisnis, baik dalam maupun luar negeri. Belum lagi Aaron begitu mencintai Icha. Semua orang yang mengenal Icha pasti tahu betul bagaimana bucinnya pria itu ke sang istri.

Hanya saja tidak ada yang tahu kalau Aaron ternyata mengidap kelainan seksual yang dikenal dengan istilah sadomasokisme—kondisi dimana dia akan merasakan kepuasan seksual setelah menyakiti pasangannya, istilah lainnya adalah sadisme. Aaron hanya akan mencapai klimaks saat bercinta jika menyakiti pasangannya sampai kesakitan.

"Ron?" Icha makin gemetar saat Aaron memborgol kedua tangannya di kaki meja kaca yang ada di kamar ganti, tempat pria itu menyusun koleksi jam tangan mahal dan branded miliknya.

"Aku sudah tidak tahan," desah Aaron. Ia cium bibir Icha sambil meremas dada wanita itu layaknya meremas kertas, kasar dan menyakitkan. Icha yang tahu kalau suaminya mengidap kelainan pun mulai berteriak kesakitan saat Aaron semakin melancarkan aksi. Niatnya tak lain agar Aaron bisa cepat selesai melakukan hubungan badan dengannya. Semakin pilu rintihan Icha makin terbakar adrenalin pria itu. Karena kelainan ini demi mencapai klimaks Aaron tak segan menampar bahkan mencekik Icha.

“Ah … Ron, sakit,” rintih Icha, dia merasakan inti tubuhnya yang berdenyut tapi rasa sakit di bagian lain juga mendera.

Namun, Ron tidak akan pernah berhenti, dia akan berhenti jika sudah puas dan setelah selesai pria itu pasti akan meminta maaf, melepaskan icha lalu menggendongnya ke atas ranjang.

Sama halnya dengan malam ini. Setelah selesai Aaron meletakkan tubuh Icha yang tak berdaya di ranjang. Raut penyesalan kentara sekali diwajahnya yang penuh keringat. Disentuhnya pundak Icha tapi wanita itu tepis dengan kasar, Icha juga sengaja memunggungi pria itu.

"Aku obati lukamu," lanjut Aaron. Dia yang hanya mengenakan celana bokser mencari kotak P3K dan menatap sedih pergelangan tangan Icha yang bahkan memar sebelumnya belum hilang.

Namun, ketika hendak mengobati memar itu, Icha spontan menarik tangan, lalu menyembunyikannya ke dalam selimut.

"Aku baik-baik saja," ucapnya pelan.

Aaron yang merasa bersalah pun berlutut menyugar rambut. Dia frustrasi tapi tidak bisa berhenti, dia sangat mencintai Icha tapi tak bisa juga mengontrol diri. "Sayang, maafkan aku. Aku ...."

Aaron kelihatan bingung dan ini membuat Icha semakin sedih. Pundak Icha pun terguncang. Icha merasakan luka dihatinya juga, bahkan terasa lebih sakit dari luka fisik yang dia terima.

Tidak sanggup lagi, Icha pun menutup seluruh tubuh dengan selimut hingga pucuk kepalanya saja yang terlihat. Wanita itu terus saja menangis tanpa suara, air matanya meluber membasahi selimut dan bantal. Rasanya tidak karuan. Dia sangat mencintai Aaron tapi sangat benci saat diperlukan seperti itu kala mereka bercinta.

_

_

_

Sementara di tempat lain, Nadine terus saja berceloteh di samping Putra. Wanita itu menceritakan tentang pertemuannya dengan teman-temannya tadi di kafe. Namun, suaminya itu seperti tidak menanggapi dan malah sibuk dengan ponsel di tangan. Nadine yang penasaran pun mencoba mengintip, tapi Putra lebih dulu sadar lalu mengunci layar ponsel itu hingga padam, seolah tidak ingin Nadine melihat.

"Dari tadi kamu berbalas pesan dengan siapa?" tanya Nadine, ekor matanya memicing curiga.

"Bukan siapa-siapa. Aku hanya sedang membahas sesuatu dengan kepala tim pemasaran," balas Putra, tapi tatapan aneh Nadine tidak berubah meski dia sudah menjelaskan dan itu membuatnya menelan ludah.

"Oh … ya kamu bicara apa tadi?" lanjut Putra yang mencoba mencairkan suasana canggung.

Ajaibnya mata Nadine kembali ke semula dan putra pun merasa lega.

"Aku melihat lengan Icha memar, lalu Tania. Dia semakin hari semakin kurus. Tidak tega aku melihat mereka," jelas Nadine disusul dengan desahan napas panjang dari mulutnya.

Putra yang mendengar itu pun merasa simpati. dia raih kepala Nadine dan menyandarkannya ke pundak. Dibelainya lembut dan mesra rambut panjang wanita itu.

"Jangan banyak pikiaran! lebih baik kamu istirahat. Lagi pula kita tidak bisa apa-apa dengan itu semua. Icha pasti punya pemikiran sendiri begitu juga Tania. Mereka pasti punya alasan kenapa masih bertahan. Walau peduli tapi kita tetap tidak boleh ikut campur, itu ranah pribadi. Sampai di sini kamu paham, 'kan?" jelas Putra yang terdengar penuh perhatian dan lemah lembut. Kasih sayangnya itu membuat Nadine tersenyum, lantas membelai pipi suaminya saat mata mereka bersitatap.

"Aku mencintaimu."

"Aku juga. Sekarang kamu tidur ya, sudah malam. Oh … ya, apa jusnya sudah kamu minum?"

"Sudah tadi," balas Nadine lalu memeluk lengan Putra posesif.

"Bagus, ini baru Nadine-ku tercinta." Putra kecup pucuk kepala sang istri lalu kembali mengusapnya. Sementara Nadine terus saja tersenyum bahagia karena merasa memiliki suami hebat seperti sosok Putra.

"Semoga kita segera diberi momongan. Aku tidak sabar ingin melihat seperti apa wajah anak kita. Dominan mana? aku atau kamu," oceh Nadine, dia tertawa kemudian mengaduh karena Putra memencet gemas hidungnya. Setelah itu mereka saling berpelukan mesra.

Sudah lebih dari enam bulan Nadine menjalani program hamil. Maka dari itu dia rutin mengkonsumsi jus tiga diva yang merupakan campuran dari buah apel, tomat dan wortel. Sejak remaja Nadine selalu saja kesakitan saat mendapat tamu bulanan. Ia sama sekali tidak pernah memeriksakan diri ke dokter, dan setelah menikah dia baru tahu ada miom di salah satu saluran telurnya.

Nadine juga sudah pernah melakukan laparoskopi untuk menghilangkan miom itu, tapi tetap saja di usia pernikahannya yang menginjak tiga tahun, dia belum hamil juga. Meski begitu dia terus berusaha semampunya agar bisa mengandung anak Putra. Berbagai saran dari dokter juga sudah dia ikuti, termasuk minum jus tiga diva ini.

"Oh iya, Sayang, lusa aku harus pergi ke luar kota," lanjut Putra tiba-tiba. Ucapan pria itu membuat Nadine mendongak menatap heran dan bahkan pelukannya terlepas.

"Pergi lusa?" ulang Nadine. "Ke-kenapa mendadak?"

Putra yang melihat gurat keterkejutan di wajah Nadine pun segera meriah tangan wanita itu dan menggenggamnya erat. Tatapannya juga penuh cinta seperti biasa - selalu sukses membuat Nadine terpesona.

"Maaf, sebenarnya tidak mendadak, cuma aku lupa memberitahumu," balas Putra lagi. Sebagai seorang manager di sebuah perusahaan kontruksi dia memang sering berpergian. Nadine selama ini pun tidak keberatan.

"Tidak apa-apa ‘kan kalau kamu di rumah sendirian untuk beberapa hari kedepan?"

Walau berat hati Nadine pun mengangguk menyetujui, lalu tersenyum kecil. Dia juga peluk erat pinggang Putra dan menenggelamkan wajahnya ke dada bidang suaminya itu.

“Memang biasanya juga gitu kalau kamu pergi,” gerutunya manja.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Nia Kurniawati
Aron punya kelainan.gak ada yg bener ini para suami nya hadeuhhhh...
goodnovel comment avatar
Nellaevi
putra sudah main tikung ini sama wangi busuk
goodnovel comment avatar
Risma Magdalena
Pasti si putra pergi sama wangi… dasar tukang selingkuhhhh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status