Halo geng akuh MAHAHIYA jangan lupa ya dukung terus dengan gem, karena pemberi gem terbanyak akan langsung dapat gift away cincin emas dari Na saat novel ini tamat. Makasih
[Sayang, aku pergi, ya. Kalau lapar tinggal panaskan saja makanan yang sudah aku siapkan di dalam kulkas] Begitu isi pesan Nadine ke Putra karena suaminya berkata akan lembur lagi malam itu. Nadine sudah berpenampilan cantik nan anggun, dia berjalan melewati unit apartemennya menuju lift. Tak lama ponsel yang ada di tangannya pun bergetar. Bergegas Nadine mengecek dan mendapati pesan dari Putra. Pesan yang membuat wanita itu mengernyitkan alis, karena hanya emoji jempol yang sang suami kirimkan. Pesan tersingkat sepanjang sejarah pernikahan mereka. Namun, karena dikejar waktu Nadine pun tak sempat berpikir yang bukan-bukan. Segera dia masuk lift ketika bilik persegi panjang itu terbuka, dia lantas menekan angka satu menuju lantai dasar. Sembari menunggu lift sampai, Nadine pun memindai dirinya lewat pantulan kaca di dinding lift untuk memastikan penampilannya sudah menunjang. Pasalnya dia diundang ke pesta salah satu temannya yang sama-sama berkecimpung di dunia literasi. Teman Nadi
"Masuk!" seru Aaron tanpa mengalihkan pandangan dari tablet di tangan siang itu. Lelaki tampan nan gagah itu tengah melihat video animasi 3D sebuah cluster - yang rencananya akan dia bangun di salah satu lahan miliknya. Ia tampak antusias dan tak memerhatikan seseorang berjalan mendekat setelah dipersilakan tadi. "Pak, ini kopinya." Suara lembut dan serak seorang wanita sontak membuat Aaron mendongak. Ternyata Stella - sekretarisnya yang masuk ke dalam. Namun, Aaron tak peduli, dia kembali menunduk untuk melihat lagi video di tangan. Alasannya dia sangat tak menyukai penampilan Stella. Gadis itu terlalu berpakaian mini, bahkan dua kancing paling atas seperti sengaja dibuka hingga belahan dadanya terekspos semua. Aaron sudah memperingatkan tapi Stella seperti tak mau mendengarkan. Benar saja, firasat Aaron tak salah. Stella memang sengaja membuka dua kancing atas agar bisa menggaet bos tampannya itu. Aaron memang terkenal sangat dingin pada wanita lain kecuali Istrinya. Stella pun me
Rintihan seorang wanita terdengar diiringi isak tangis di dalam sebuah kamar hotel yang terbilang cukup mewah. Ia baru saja selesai melakukan kegiatan yang seharusnya membuat dirinya terbang sampai ke atas awan. Namun, nahas. Malam itu dia malah menjadi bulan-bulan seorang pria yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya akan berlaku kasar seperti beberapa saat yang lalu. Wanita bayaran itu menutupi tubuhnya dengan selimut dan meringkuk ketakutan. Sedangkan pria yang baru saja menuntaskan birahi kepadanya begitu santai memakai kembali kemeja dan jasnya. “Jika aku tahu dia memiliki kelainan seperti ini, dibayar mahal pun aku tidak akan mau,” gumam wanita bayaran itu di dalam hati. Jangankan berucap, dia saja tidak berani menatap pria yang baru saja menumbuknya beberapa menit yang lalu itu. Bukan kenikmatan yang wanita bayaran itu dapat, melainkan rasa sakit karena pria itu memukuli dan bahkan mencekik lehernya. “Ini tambahan uang untukmu, pergilah berobat! aku yakin uang ini juga cukup
Tiga bulan yang lalu"Hei, sorry telat. Biasa macet," tutur seorang wanita dewasa dua puluh tujuh tahun yang mengenakan pakaian serta aksesoris yang tergolong cukup mahal.Icha namanya, sahabat Nadine yang memiliki suami super tajir. Seorang CEO sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Maka dari itu tidak heran jika penampilannya sangat mentereng. Jam tangan berwarna silver menghiasi pergelangannya yang ramping. Kacamata dan tas branded juga tak pernah luput untuk menunjang penampilannya.Nadine yang awalnya sibuk menatap laptop pun mendelik, bibirnya mencebik melihat sesuatu di pergelangan tangan Icha. "Itu jam tangan sepertinya baru? Dari mana lagi sekarang?" tanyanya saat Icha baru saja duduk di kursi tepat di depannya duduk."Oleh-oleh dari perjalanan bisnis Aaron. Kamu tahu? dia begitu mengerti seleraku. Coba kamu lihat!" Icha memperlihatkan jam mewah yang melingkar di pergelangan tangannya itu pada Nadine. "Indah, 'kan? Dia membelinya saat pergi ke Singapura."Nadine p
Waktu telah menunjukkan pukul delapan malam saat Tania tiba di depan rumah. Mukanya yang memang terlihat lelah makin muram karena dia tahu apa yang akan dihadapinya di dalam nanti. "Tania, baru pulang?" sambut Nami sembari tersenyum. Senyum secerah sinar matahari karena tahu kalau hari ini menantunya itu gajian. "Iya, Ma. Tadi bertemu teman dulu di luar." Tania hampiri wanita tua itu lalu mencium punggung tangannya dengan khidmat. Sudah menjadi kebiasaan, ibunda dari suaminya itu pasti akan menginap di rumahnya saat hari gajiannya tiba. "Bagaimana, sudah gajian?" lanjut Nami lagi tanpa memedulikan ekspresi juga keadaan hati Tania. Tania diam sejenak. Dia yang menunduk melepaskan kaus kaki tersenyum getir. Hatinya menjerit keras, meronta pada takdir yang rasanya tidak adil. Kendatipun demikian Tania tetap berusaha kuat. Senyum dia ukir kala mata mereka beradu. "Aku sudah transfer ke rekening Mama kok uang buat belanja." Nami tetep mengukir senyum, dia usap tangan Tania. "Bukan itu
"Ron?" lirih Icha yang mulai merasakan tubuhnya gemetaran. Keringat dingin mulai membasahi permukaan kulitnya. Icha tahu adegan apa yang akan terjadi selanjutnya. Benar saja. Aaron yang sudah berselimut hasrat menarik lengannya menuju ruang ganti yang ada di kamar mereka. Pria itu menarik sekuat tenaga dan seperti biasa Icha tidak bisa berbuat apa-apa. Aaron akan melakukannya, suaminya itu akan mencumbunya tapi dengan cara yang tidak biasa, dan sialnya Icha hanya bisa pasrah walau tidak menginginkan hal itu. Aaron – pria tampan nan kaya raya yang membuat semua wanita di negara ini iri pada Icha. Bagaimana tidak, suaminya itu memiliki bibit bebet dan bobot unggul. Seorang CEO yang bahkan wajahnya beberapa kali muncul di beberapa majalah bisnis, baik dalam maupun luar negeri. Belum lagi Aaron begitu mencintai Icha. Semua orang yang mengenal Icha pasti tahu betul bagaimana bucinnya pria itu ke sang istri. Hanya saja tidak ada yang tahu kalau Aaron ternyata mengidap kelainan seksual yan
Pagi hari yang harusnya dimulai dengan bahagia sepertinya tidak bisa Tania rasakan hari ini. Wanita itu melihat di meja makan sudah tertata sarapan dan menu favorit dirinya dan Dika. Hanya saja alih-alih tersenyum dan bersyukur, Tania justru menghela napas panjang dan berat. Aneh memang, harusnya Tania senang ketimbang cemberut. Tapi mau bagaimana lagi, sarapan itu tidak dia dapat dengan mudah dan tentunya tidak murah. Sarapan itu ibu mertuanya yang menyiapkan setelah mendapatkan apa yang dimau, lantas pulang ke rumahnya sendiri pagi-pagi buta. Sarapan biasa yang harus Tania bayar dengan uang puluhan juta. Tidak setimpal dengan apa yang harus dia keluarkan. Mengingat ibu mertuanya membuat Tania tanpa sadar menggeram, giginya bahkan bergemerutuk. "Ma?" Suara pelan itu membuyarkan lamunan Tania. Suara lembut yang berasal dari bocah lima tahun yang tak lain Ara - putrinya. Matanya yang bening mantap Tania heran. "Ara jadi mandi nggak, Ma?" tanya bocah itu lagi. Tangannya menggenggam
Malam harinya, Nadine yang masih sibuk mengetik dihentikan dengan suara bel dari depan. Bergegas dia berdiri. Senyumnya merekah indah karena memang sudah jam di mana suaminya pulang kerja.Dengan senyum mengembang Nadine membuka pintu dan menghamburkan diri ke pelukan Putra. Setelah itu mengambil alih tas kerja pria itu dan bergelayut manja menggandengnya masuk ke dalam."Bagaimana harimu?" tanya Nadine. Dia ambil jas yang Putra sodorkan lalu menggantungnya."Ya lumayanlah, lumayan lelah. Banyak yang harus aku lakukan dan persiapkan sebelum pergi besok.""Kalau begitu masuklah ke kamar mandi. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu." Putra yang tengah membuka kancing kemeja tersenyum ke arah Nadine lantas mendekati. Dia juga mengecup pucuk kepala istrinya itu dengan sangat mesra. "Kamu baik sekali. Makin sayang 'kan aku jadinya," balas Putra, dia bahkan memberi kedipan genit yang membuat Nadine berdecak kesal, tapi sedetik kemudian wanita itu tersenyum bahagia. dan bahkan mengeratkan