"Sayang, maaf ya. Aku lembur malam ini," ucap Putra, wajahnya terlihat sangat lelah kala melakukan panggilan video call, membuat Nadine yang awalnya kesal jadi tidak enak hati. Dia pun mengangguk lesu. Nadine kecewa karena tidak bisa makan malam bersama. Ia mendesah berat, lalu menatap Putra yang ada di depan layar. Suaminya itu tampak mematahkan leher ke kanan ke kiri. Terlihat sangat kelelahan. "Sayang, bicaralah. Jangan marah!" "Ya sudah kalau begitu, tidak apa-apa. Mau bagaimana lagi." Nadin terdengar merajuk. "Jangan begitu mukanya! dengan kamu begini malah membuatku jadi tidak tenang. Apa aku pulang saja?" Tawaran Putra ini malah membuat Nadine gelagapan. Wanita yang memakai kardigan cokelat itu langsung menggeleng panik. "Ya, jangan. Kalau kamu pulang nanti bagaimana dengan atasanmu? Tidak enak juga dengan rekan satu tim kamu, masa mereka bekerja keras sedangkan kamu pulang." "Maka dari itu, tersenyumlah. Jangan cemberut. Aku janji akan menembusnya lain kali. Pasti! Masuk
Tidak tahu malu dan tidak tahu terima kasih mungkin pantas disematkan untuk lelaki brengsek seperti Putra. Bukannya pulang ke rumah dan menyicipi makan malam yang disiapkan Nadine, beberapa menit yang lalu dia justru tergesa menapaki koridor sebuah apartemen dengan senyum menyeringai. Senyum jahat penuh hasrat liar yang meronta untuk dilampiaskan. Langkahnya kian lebar saat unit yang ditempatinya bersama sang wanita idaman lain tepat di depan mata. Wanita itu juga sama saja, tidak tahu malu dan brengsek. _ _ "Bagaimana, Sayang? Apa aku seksi?" tanya Wangi melanjutkan apa yang akan dimulainya dan Putra. Pria itu pun mengangguk sambil mengurung tubuh Wangi yang berada di bawah kendalinya, bibirnya pun mendaratkan ciuman di sana, "Kalau begitu, ayolah, aku sudah siap." Tanpa menunggu dan mengulur waktu, Putra pun melepas satu persatu kancing kemejanya lantas menyerang Wangi dengan buas. Mereka bergumul, membelit dan saling melepas apa yang ada di badan. Suara tawa binal Wangi sepert
[Sayang, aku pergi, ya. Kalau lapar tinggal panaskan saja makanan yang sudah aku siapkan di dalam kulkas] Begitu isi pesan Nadine ke Putra karena suaminya berkata akan lembur lagi malam itu. Nadine sudah berpenampilan cantik nan anggun, dia berjalan melewati unit apartemennya menuju lift. Tak lama ponsel yang ada di tangannya pun bergetar. Bergegas Nadine mengecek dan mendapati pesan dari Putra. Pesan yang membuat wanita itu mengernyitkan alis, karena hanya emoji jempol yang sang suami kirimkan. Pesan tersingkat sepanjang sejarah pernikahan mereka. Namun, karena dikejar waktu Nadine pun tak sempat berpikir yang bukan-bukan. Segera dia masuk lift ketika bilik persegi panjang itu terbuka, dia lantas menekan angka satu menuju lantai dasar. Sembari menunggu lift sampai, Nadine pun memindai dirinya lewat pantulan kaca di dinding lift untuk memastikan penampilannya sudah menunjang. Pasalnya dia diundang ke pesta salah satu temannya yang sama-sama berkecimpung di dunia literasi. Teman Nadi
"Masuk!" seru Aaron tanpa mengalihkan pandangan dari tablet di tangan siang itu. Lelaki tampan nan gagah itu tengah melihat video animasi 3D sebuah cluster - yang rencananya akan dia bangun di salah satu lahan miliknya. Ia tampak antusias dan tak memerhatikan seseorang berjalan mendekat setelah dipersilakan tadi. "Pak, ini kopinya." Suara lembut dan serak seorang wanita sontak membuat Aaron mendongak. Ternyata Stella - sekretarisnya yang masuk ke dalam. Namun, Aaron tak peduli, dia kembali menunduk untuk melihat lagi video di tangan. Alasannya dia sangat tak menyukai penampilan Stella. Gadis itu terlalu berpakaian mini, bahkan dua kancing paling atas seperti sengaja dibuka hingga belahan dadanya terekspos semua. Aaron sudah memperingatkan tapi Stella seperti tak mau mendengarkan. Benar saja, firasat Aaron tak salah. Stella memang sengaja membuka dua kancing atas agar bisa menggaet bos tampannya itu. Aaron memang terkenal sangat dingin pada wanita lain kecuali Istrinya. Stella pun me
Rintihan seorang wanita terdengar diiringi isak tangis di dalam sebuah kamar hotel yang terbilang cukup mewah. Ia baru saja selesai melakukan kegiatan yang seharusnya membuat dirinya terbang sampai ke atas awan. Namun, nahas. Malam itu dia malah menjadi bulan-bulan seorang pria yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya akan berlaku kasar seperti beberapa saat yang lalu. Wanita bayaran itu menutupi tubuhnya dengan selimut dan meringkuk ketakutan. Sedangkan pria yang baru saja menuntaskan birahi kepadanya begitu santai memakai kembali kemeja dan jasnya. “Jika aku tahu dia memiliki kelainan seperti ini, dibayar mahal pun aku tidak akan mau,” gumam wanita bayaran itu di dalam hati. Jangankan berucap, dia saja tidak berani menatap pria yang baru saja menumbuknya beberapa menit yang lalu itu. Bukan kenikmatan yang wanita bayaran itu dapat, melainkan rasa sakit karena pria itu memukuli dan bahkan mencekik lehernya. “Ini tambahan uang untukmu, pergilah berobat! aku yakin uang ini juga cukup
Tiga bulan yang lalu"Hei, sorry telat. Biasa macet," tutur seorang wanita dewasa dua puluh tujuh tahun yang mengenakan pakaian serta aksesoris yang tergolong cukup mahal.Icha namanya, sahabat Nadine yang memiliki suami super tajir. Seorang CEO sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Maka dari itu tidak heran jika penampilannya sangat mentereng. Jam tangan berwarna silver menghiasi pergelangannya yang ramping. Kacamata dan tas branded juga tak pernah luput untuk menunjang penampilannya.Nadine yang awalnya sibuk menatap laptop pun mendelik, bibirnya mencebik melihat sesuatu di pergelangan tangan Icha. "Itu jam tangan sepertinya baru? Dari mana lagi sekarang?" tanyanya saat Icha baru saja duduk di kursi tepat di depannya duduk."Oleh-oleh dari perjalanan bisnis Aaron. Kamu tahu? dia begitu mengerti seleraku. Coba kamu lihat!" Icha memperlihatkan jam mewah yang melingkar di pergelangan tangannya itu pada Nadine. "Indah, 'kan? Dia membelinya saat pergi ke Singapura."Nadine p
Waktu telah menunjukkan pukul delapan malam saat Tania tiba di depan rumah. Mukanya yang memang terlihat lelah makin muram karena dia tahu apa yang akan dihadapinya di dalam nanti. "Tania, baru pulang?" sambut Nami sembari tersenyum. Senyum secerah sinar matahari karena tahu kalau hari ini menantunya itu gajian. "Iya, Ma. Tadi bertemu teman dulu di luar." Tania hampiri wanita tua itu lalu mencium punggung tangannya dengan khidmat. Sudah menjadi kebiasaan, ibunda dari suaminya itu pasti akan menginap di rumahnya saat hari gajiannya tiba. "Bagaimana, sudah gajian?" lanjut Nami lagi tanpa memedulikan ekspresi juga keadaan hati Tania. Tania diam sejenak. Dia yang menunduk melepaskan kaus kaki tersenyum getir. Hatinya menjerit keras, meronta pada takdir yang rasanya tidak adil. Kendatipun demikian Tania tetap berusaha kuat. Senyum dia ukir kala mata mereka beradu. "Aku sudah transfer ke rekening Mama kok uang buat belanja." Nami tetep mengukir senyum, dia usap tangan Tania. "Bukan itu
"Ron?" lirih Icha yang mulai merasakan tubuhnya gemetaran. Keringat dingin mulai membasahi permukaan kulitnya. Icha tahu adegan apa yang akan terjadi selanjutnya. Benar saja. Aaron yang sudah berselimut hasrat menarik lengannya menuju ruang ganti yang ada di kamar mereka. Pria itu menarik sekuat tenaga dan seperti biasa Icha tidak bisa berbuat apa-apa. Aaron akan melakukannya, suaminya itu akan mencumbunya tapi dengan cara yang tidak biasa, dan sialnya Icha hanya bisa pasrah walau tidak menginginkan hal itu. Aaron – pria tampan nan kaya raya yang membuat semua wanita di negara ini iri pada Icha. Bagaimana tidak, suaminya itu memiliki bibit bebet dan bobot unggul. Seorang CEO yang bahkan wajahnya beberapa kali muncul di beberapa majalah bisnis, baik dalam maupun luar negeri. Belum lagi Aaron begitu mencintai Icha. Semua orang yang mengenal Icha pasti tahu betul bagaimana bucinnya pria itu ke sang istri. Hanya saja tidak ada yang tahu kalau Aaron ternyata mengidap kelainan seksual yan